Kemenperin dorong Indonesia jadi produsen kakao terbesar
18 September 2013 17:36 WIB
Hari Kakao Direktur Industri Makanan, Hasil Laut dan Perikanan Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Faiz Ahmad mengunjungi stan Dinas Koperasi UKM Provinsi Sulawesi Tengah pada peringatan Hari Kakao Indonesia di Mall Taman Anggrek, Jakarta, Rabu, 18 September 2013. (kemenperin.go.id)
Jakarta (ANTARA News) - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mengharapkan Indonesia mampu menjadi produsen kakao terbesar di dunia dalam waktu beberapa tahun ke depan, meskipun saat ini masih berada di urutan ketiga di bawah Pantai Gading dan Ghana.
"Bukan tidak mungkin dalam beberapa tahun ke depan Indonesia bisa melewati posisi Pantai Gading untuk menjadi produsen biji kakao terbesar di dunia," kata Direktur Industri Makanan, Hasil Laut dan Perikanan Direktorat Jenderal Industri Agro Kemenperin, Faiz Achmad, pada peringatan Hari Kakao Indonesia, di Jakarta, Rabu.
Faiz mengatakan bahwa meskipun Indonesia masih berada di urutan ketiga, namun sesungguhnya memiliki potensi yang sangat besar mengingat tanah di dalam negeri sangat cocok untuk ditanami kakao.
Faiz menjelaskan, beberapa kebijakan yang dikeluarkan pemerintah dalam rangka hilirisasi industri guna meningkatkan nilai tambah di dalam negeri terbukti sangat efektif dalam pengembangan industri kakao di Indonesia sejak dikeluarkannya kebijakan Bea Keluar atas ekspor biji kakao melalui Peraturan Menteri Keuangan No 67/PMK.011/2010 pada 1 April 2010.
"Industri kakao nasional menggeliat, terbukti dengan semakin menurunnya volume ekspor biji kakao, sementara ekspor kakao olahan terus mengalami peningkatan," ujar Faiz.
Faiz menjelaskan, setelah pemberlakuan Bea Keluar (tahun 2010-2012), biji kakao yang diekspor menurun dalam kurun waktu 3 tahun, menjadi 163.501 ton pada 2012.
Jumlah ekspor tersebut, lanjut Faiz, jauh menurun jika dibandingkan dengan tahun 2011 lalu yang mencapai 210.067 ton, sementara pada tahun 2010 sebesar 432.437 ton tahun.
"Sebaliknya, volume ekspor produk olahan kakao meningkat daritahun 2010 sebesar 119.214 ton, pada tahun 2011 naik menjadi 195.471 ton, dan tahun 2012 kembali naik menjadi 215.791 ton," ujar Faiz.
Saat ini, pertumbuhan permintaan kakao dunia sekitar 4 juta ton per tahun, dan berdasarkan data International Cocoa Organization (ICCO) menyebutkan bahwa dalam lima tahun terakhir, permintaan tumbuh rata-rata sebesar lima persen.
Untuk ke depannya, komoditi kakao tersebut masih potensial untuk dikembangkan di mana tingkat konsumsi kakao di negara seperti Indonesia, India, dan China yang jumlah penduduknya mencapai 2,7 milyar jiwa, masih sangat rendah yakni hanya sekitar 0,25 kg/kapita/tahun, sementara tingkat konsumsi di Eropa sudah mencapai 10 kg/kapita/tahun.
Diprediksi, konsumsi kakao di tiga negara yaitu Indonesia, India, dan China dapat mencapai 1 kg/kapita/tahun sehingga akan ada permintaan tambahan sekitar 2,2 juta ton biji kakao per tahun.
"Bukan tidak mungkin dalam beberapa tahun ke depan Indonesia bisa melewati posisi Pantai Gading untuk menjadi produsen biji kakao terbesar di dunia," kata Direktur Industri Makanan, Hasil Laut dan Perikanan Direktorat Jenderal Industri Agro Kemenperin, Faiz Achmad, pada peringatan Hari Kakao Indonesia, di Jakarta, Rabu.
Faiz mengatakan bahwa meskipun Indonesia masih berada di urutan ketiga, namun sesungguhnya memiliki potensi yang sangat besar mengingat tanah di dalam negeri sangat cocok untuk ditanami kakao.
Faiz menjelaskan, beberapa kebijakan yang dikeluarkan pemerintah dalam rangka hilirisasi industri guna meningkatkan nilai tambah di dalam negeri terbukti sangat efektif dalam pengembangan industri kakao di Indonesia sejak dikeluarkannya kebijakan Bea Keluar atas ekspor biji kakao melalui Peraturan Menteri Keuangan No 67/PMK.011/2010 pada 1 April 2010.
"Industri kakao nasional menggeliat, terbukti dengan semakin menurunnya volume ekspor biji kakao, sementara ekspor kakao olahan terus mengalami peningkatan," ujar Faiz.
Faiz menjelaskan, setelah pemberlakuan Bea Keluar (tahun 2010-2012), biji kakao yang diekspor menurun dalam kurun waktu 3 tahun, menjadi 163.501 ton pada 2012.
Jumlah ekspor tersebut, lanjut Faiz, jauh menurun jika dibandingkan dengan tahun 2011 lalu yang mencapai 210.067 ton, sementara pada tahun 2010 sebesar 432.437 ton tahun.
"Sebaliknya, volume ekspor produk olahan kakao meningkat daritahun 2010 sebesar 119.214 ton, pada tahun 2011 naik menjadi 195.471 ton, dan tahun 2012 kembali naik menjadi 215.791 ton," ujar Faiz.
Saat ini, pertumbuhan permintaan kakao dunia sekitar 4 juta ton per tahun, dan berdasarkan data International Cocoa Organization (ICCO) menyebutkan bahwa dalam lima tahun terakhir, permintaan tumbuh rata-rata sebesar lima persen.
Untuk ke depannya, komoditi kakao tersebut masih potensial untuk dikembangkan di mana tingkat konsumsi kakao di negara seperti Indonesia, India, dan China yang jumlah penduduknya mencapai 2,7 milyar jiwa, masih sangat rendah yakni hanya sekitar 0,25 kg/kapita/tahun, sementara tingkat konsumsi di Eropa sudah mencapai 10 kg/kapita/tahun.
Diprediksi, konsumsi kakao di tiga negara yaitu Indonesia, India, dan China dapat mencapai 1 kg/kapita/tahun sehingga akan ada permintaan tambahan sekitar 2,2 juta ton biji kakao per tahun.
Pewarta: Vicki Febrianto
Editor: Ella Syafputri
Copyright © ANTARA 2013
Tags: