Jepang, Kepulauan Pasifik tolak perubahan status quo di kawasan
12 Februari 2024 18:57 WIB
"Sembilan Garis Putus-putus" (berwarna hijau) yang menandakan klaim Republik Rakyat China di Laut China Selatan, berdasarkan peta yang dibuat CIA pada 1988. (Central Intelligence Agency via Wikipedia)
Suva (ANTARA) - Jepang dan negara-negara kepulauan Pasifik menolak keras upaya sepihak mengubah status quo dengan kekerasan atau paksaan, dalam pertemuan tingkat menteri di tengah meningkatnya pengaruh China di wilayah tersebut, menurut rangkuman pimpinan pertemuan itu, Senin.
Dalam pertemuan di ibu kota Fiji, Suva, Menteri Luar Negeri Jepang Yoko Kamikawa mengatakan kepada wartawan bahwa dia setuju dengan sejawatnya dari 18 anggota Forum Kepulauan Pasifik pada pentingnya “tatanan berbasis aturan internasional,” sambil menjanjikan dukungan berkelanjutan kepada wilayah penting yang strategis itu.
Menurut rangkuman itu, mengenai pelepasan air limbah radioaktif yang diolah Jepang dari pembangkit listrik tenaga nuklir Fukushima Daiichi yang lumpuh menuju Pasifik, yang juga menjadi keprihatinan beberapa anggota forum, para menteri sepakat tentang pentingnya Jepang memberikan penjelasan berdasarkan “bukti ilmiah.”
Pertemuan ini dimaksudkan untuk meletakkan basis kerja pada Pertemuan Pemimpin Kepulauan Pasifik ke-10, yang dijadwalkan pada bulan Juli di Tokyo.
Jepang telah menjadi tuan rumah pertemuan puncak dengan negara-negara dan wilayah kepulauan Pasifik setiap tiga tahun sejak tahun 1997.
Para menteri berjanji untuk melanjutkan konsultasi erat dalam persiapan pertemuan yang sukses, kata ringkasan tersebut.
“Menjelang konferensi tingkat tinggi ini, kami akan bekerja sama mengatasi tantangan, terutama dalam perubahan iklim dan masalah maritim, untuk memenuhi kebutuhan negara-negara dan wilayah Pasifik,” kata Kamikawa.
Pemerintah Jepang menganggap kemitraannya dengan kawasan tersebut penting, untuk mempertahankan Indo-Pasifik yang bebas dan terbuka, di tengah meningkatnya ketegasan maritim dan pengaruh ekonomi China.
Tokyo membantu negara-negara dan wilayah kecil tersebut di berbagai bidang, mulai dari pembangunan ekonomi, hingga perubahan iklim dan ketahanan terhadap bencana alam.
Pada sinyal semakin besarnya jangkauan Beijing ke Pasifik, di mana Amerika Serikat juga bersaing untuk mendapatkan pengaruh, Nauru pada bulan lalu memutus hubungan dengan Taiwan dan mendukung China daratan.
Nauru menyatakan bahwa ia tidak lagi mengakui pulau demokratis yang memiliki pemerintahan sendiri itu sebagai "negara yang terpisah," melainkan sebagai "bagian yang tidak dapat dipisahkan dari wilayah China."
Tindakan serupa untuk mengalihkan pengakuan diplomatik dari Taiwan ke China juga dilakukan pada tahun 2019 oleh Kiribati dan Kepulauan Solomon, yang pada tahun 2022 menandatangani perjanjian keamanan dengan Beijing.
China yang menganggap Taiwan sebagai provinsi yang membelot, tidak menyembunyikan ambisinya untuk menyatukan Taiwan dengan daratan, dan jika perlu dengan kekerasan.
Beijing juga telah memiliterisasi pos-pos terdepan di wilayah sengketa Laut China Selatan dan melakukan serangan berulang kali ke perairan teritorial di sekitar Kepulauan Senkaku, sekelompok pulau kecil di Laut China Timur yang dikendalikan oleh Tokyo tetapi diklaim oleh Beijing.
Tanpa mengacu pada kasus tertentu, rangkuman tersebut mengatakan bahwa para menteri “menentang perang agresi apapun” dan mereka menyatakan “perlawanan yang kuat terhadap segala upaya sepihak untuk mengubah status quo dengan kekerasan atau paksaan di mana pun di dunia.”
Dalam upaya nyata untuk mengatasi potensi kekhawatiran di antara beberapa negara kepulauan Pasifik mengenai air limbah dari pembangkit listrik tenaga nuklir Fukushima, Kamikawa menjelaskan posisi pemerintahnya bahwa limbah tersebut "sesuai dengan standar dan praktik keselamatan internasional yang relevan," dan berkomitmen untuk terus bekerja sama dengan Badan Energi Atom Internasional.
Jepang sangat memperhatikan sensitivitas mengenai pembuangan air limbah tersebut, yang telah ditentang keras oleh Beijing sejak sebelum dimulai pada Agustus tahun lalu.
Di antara topik-topik lain pada pertemuan Senin, para menteri menyatakan “keprihatinan besar” mereka atas apa yang mereka sebut lonjakan Korea Utara atas peluncuran teknologi rudal balistik, dan meminta Pyongyang untuk menerima “tawaran dialog berulang kali,” termasuk dari Jepang, Amerika. Amerika dan Korea Selatan.
Mereka juga menekankan pentingnya reformasi dini Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), termasuk memperluas kategori keanggotaan permanen dan tidak permanen, ujar ringkasan tersebut, menyentuh isu yang sedang diupayakan Jepang.
Forum Kepulauan Pasifik (PIF) terdiri dari Australia, Kepulauan Cook, Mikronesia, Fiji, Kiribati, Kepulauan Marshall, Nauru, Selandia Baru, Niue, Palau, Papua Nugini, Samoa, Kepulauan Solomon, Tonga, Tuvalu, Vanuatu, dan wilayah seberang laut Perancis. Kaledonia Baru dan Polinesia Prancis.
Sumber: Kyodo/OANA
Baca juga: China tolak pernyataan bersama Dialog Trilateral AS-Jepang-Korsel
Baca juga: Air radioaktif Fukushima bocor, China tunggu tanggung jawab Jepang
Dalam pertemuan di ibu kota Fiji, Suva, Menteri Luar Negeri Jepang Yoko Kamikawa mengatakan kepada wartawan bahwa dia setuju dengan sejawatnya dari 18 anggota Forum Kepulauan Pasifik pada pentingnya “tatanan berbasis aturan internasional,” sambil menjanjikan dukungan berkelanjutan kepada wilayah penting yang strategis itu.
Menurut rangkuman itu, mengenai pelepasan air limbah radioaktif yang diolah Jepang dari pembangkit listrik tenaga nuklir Fukushima Daiichi yang lumpuh menuju Pasifik, yang juga menjadi keprihatinan beberapa anggota forum, para menteri sepakat tentang pentingnya Jepang memberikan penjelasan berdasarkan “bukti ilmiah.”
Pertemuan ini dimaksudkan untuk meletakkan basis kerja pada Pertemuan Pemimpin Kepulauan Pasifik ke-10, yang dijadwalkan pada bulan Juli di Tokyo.
Jepang telah menjadi tuan rumah pertemuan puncak dengan negara-negara dan wilayah kepulauan Pasifik setiap tiga tahun sejak tahun 1997.
Para menteri berjanji untuk melanjutkan konsultasi erat dalam persiapan pertemuan yang sukses, kata ringkasan tersebut.
“Menjelang konferensi tingkat tinggi ini, kami akan bekerja sama mengatasi tantangan, terutama dalam perubahan iklim dan masalah maritim, untuk memenuhi kebutuhan negara-negara dan wilayah Pasifik,” kata Kamikawa.
Pemerintah Jepang menganggap kemitraannya dengan kawasan tersebut penting, untuk mempertahankan Indo-Pasifik yang bebas dan terbuka, di tengah meningkatnya ketegasan maritim dan pengaruh ekonomi China.
Tokyo membantu negara-negara dan wilayah kecil tersebut di berbagai bidang, mulai dari pembangunan ekonomi, hingga perubahan iklim dan ketahanan terhadap bencana alam.
Pada sinyal semakin besarnya jangkauan Beijing ke Pasifik, di mana Amerika Serikat juga bersaing untuk mendapatkan pengaruh, Nauru pada bulan lalu memutus hubungan dengan Taiwan dan mendukung China daratan.
Nauru menyatakan bahwa ia tidak lagi mengakui pulau demokratis yang memiliki pemerintahan sendiri itu sebagai "negara yang terpisah," melainkan sebagai "bagian yang tidak dapat dipisahkan dari wilayah China."
Tindakan serupa untuk mengalihkan pengakuan diplomatik dari Taiwan ke China juga dilakukan pada tahun 2019 oleh Kiribati dan Kepulauan Solomon, yang pada tahun 2022 menandatangani perjanjian keamanan dengan Beijing.
China yang menganggap Taiwan sebagai provinsi yang membelot, tidak menyembunyikan ambisinya untuk menyatukan Taiwan dengan daratan, dan jika perlu dengan kekerasan.
Beijing juga telah memiliterisasi pos-pos terdepan di wilayah sengketa Laut China Selatan dan melakukan serangan berulang kali ke perairan teritorial di sekitar Kepulauan Senkaku, sekelompok pulau kecil di Laut China Timur yang dikendalikan oleh Tokyo tetapi diklaim oleh Beijing.
Tanpa mengacu pada kasus tertentu, rangkuman tersebut mengatakan bahwa para menteri “menentang perang agresi apapun” dan mereka menyatakan “perlawanan yang kuat terhadap segala upaya sepihak untuk mengubah status quo dengan kekerasan atau paksaan di mana pun di dunia.”
Dalam upaya nyata untuk mengatasi potensi kekhawatiran di antara beberapa negara kepulauan Pasifik mengenai air limbah dari pembangkit listrik tenaga nuklir Fukushima, Kamikawa menjelaskan posisi pemerintahnya bahwa limbah tersebut "sesuai dengan standar dan praktik keselamatan internasional yang relevan," dan berkomitmen untuk terus bekerja sama dengan Badan Energi Atom Internasional.
Jepang sangat memperhatikan sensitivitas mengenai pembuangan air limbah tersebut, yang telah ditentang keras oleh Beijing sejak sebelum dimulai pada Agustus tahun lalu.
Di antara topik-topik lain pada pertemuan Senin, para menteri menyatakan “keprihatinan besar” mereka atas apa yang mereka sebut lonjakan Korea Utara atas peluncuran teknologi rudal balistik, dan meminta Pyongyang untuk menerima “tawaran dialog berulang kali,” termasuk dari Jepang, Amerika. Amerika dan Korea Selatan.
Mereka juga menekankan pentingnya reformasi dini Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), termasuk memperluas kategori keanggotaan permanen dan tidak permanen, ujar ringkasan tersebut, menyentuh isu yang sedang diupayakan Jepang.
Forum Kepulauan Pasifik (PIF) terdiri dari Australia, Kepulauan Cook, Mikronesia, Fiji, Kiribati, Kepulauan Marshall, Nauru, Selandia Baru, Niue, Palau, Papua Nugini, Samoa, Kepulauan Solomon, Tonga, Tuvalu, Vanuatu, dan wilayah seberang laut Perancis. Kaledonia Baru dan Polinesia Prancis.
Sumber: Kyodo/OANA
Baca juga: China tolak pernyataan bersama Dialog Trilateral AS-Jepang-Korsel
Baca juga: Air radioaktif Fukushima bocor, China tunggu tanggung jawab Jepang
Penerjemah: Devi Nindy Sari Ramadhan
Editor: Arie Novarina
Copyright © ANTARA 2024
Tags: