Pembinaan perajin belum tepat sasaran hambat pemasaran
17 September 2013 06:44 WIB
Ilustrasi--Kerajinan batik kayu. Perajin membatik pada patung dari Kayu Sengon di Krebet, Bantul, Senin (5/3). Kerajinan tersebut dijual dari Rp 3.000 - Rp3 juta dan telah diekspor ke beberapa negara Asia dan Eropa. (FOTO ANTARA/Regina Safri)
Jakarta (ANTARA News) - Staf Ahli Menteri Perdagangan Bidang Manajemen, Hesti Indah Kresnarini menyatakan, perajin Indonesia masih terkendala dengan masalah pemasaran akibat pembinaan yang masih kurang tepat sasaran.
"Memang Kemendag dan Dekranas kerap menggelar pameran untuk para perajin. Masalahnya yang menjadi peserta ya hanya itu-itu saja," kata Hesti di sela-sela temu media dengan Dekranas di kediaman Wakil Presiden Boediono di Jakarta, Senin malam.
Menurut Hesti pembinaan seharusnya dilakukan per generasi. Artinya setelah satu generasi perajin berhasil mengikuti tiga hingga empat pameran, maka sebaiknya dilepas dan dilakukan pembinaan pada perajin yang membutuhkan binaan.
"Kalau sudah bisa mengikuti tiga atau empat pameran, artinya mereka sudah cukup matang untuk dilepas. Maka sudah saatnya melakukan pembinaan bagi perajin yang masih hijau," jelas Hesti.
Dengan begitu perajin akan menjadi mandiri untuk mampu memasarkan produknya sendiri dan membuka peluang untuk perajin lain untuk turut berkembang, sehingga terlepas dari masalah pemasaran.
Lebih lanjut Hesti mengungkapkan bahwa masalah pemasaran yang dialami oleh para perajin menyebabkan kontribusi ekspor nasional kerajinan kriya Indonesia masih tergolong kecil dibandingkan dengan ekspor dari sektor lainnya.
"Rata-rata per tahun ekspor kerajinan kita baru mencapai 600 juta dolar AS. Padahal saya yakin bisa lebih daripada itu," imbuh Hesti.
"Memang Kemendag dan Dekranas kerap menggelar pameran untuk para perajin. Masalahnya yang menjadi peserta ya hanya itu-itu saja," kata Hesti di sela-sela temu media dengan Dekranas di kediaman Wakil Presiden Boediono di Jakarta, Senin malam.
Menurut Hesti pembinaan seharusnya dilakukan per generasi. Artinya setelah satu generasi perajin berhasil mengikuti tiga hingga empat pameran, maka sebaiknya dilepas dan dilakukan pembinaan pada perajin yang membutuhkan binaan.
"Kalau sudah bisa mengikuti tiga atau empat pameran, artinya mereka sudah cukup matang untuk dilepas. Maka sudah saatnya melakukan pembinaan bagi perajin yang masih hijau," jelas Hesti.
Dengan begitu perajin akan menjadi mandiri untuk mampu memasarkan produknya sendiri dan membuka peluang untuk perajin lain untuk turut berkembang, sehingga terlepas dari masalah pemasaran.
Lebih lanjut Hesti mengungkapkan bahwa masalah pemasaran yang dialami oleh para perajin menyebabkan kontribusi ekspor nasional kerajinan kriya Indonesia masih tergolong kecil dibandingkan dengan ekspor dari sektor lainnya.
"Rata-rata per tahun ekspor kerajinan kita baru mencapai 600 juta dolar AS. Padahal saya yakin bisa lebih daripada itu," imbuh Hesti.
Pewarta: Maria Rosari
Editor: Desy Saputra
Copyright © ANTARA 2013
Tags: