Brussels (ANTARA) - Konflik Israel-Palestina yang tengah berlangsung berdampak terhadap meningkatnya kasus Islamofobia dan antisemitisme di Eropa, ujar Koordinator komisi Uni Eropa untuk mencegah kebencian anti-Muslim, Marion Lalisse.

Untuk menangani hal tersebut, Lalisse menekankan pentingnya mendokumentasikan kasus-kasus serangan kebencian yang terjadi dan meningkatkan kesadaran masyarakat untuk mencegah tindak kebencian.

“Tidak ada hierarki antara jenis-jenis rasisme dan diskriminasi yang terjadi. Antisemitisme dan kebencian anti-Muslim sejauh ini telah ditangani bersamaan pada rencana aksi Komisi Uni Eropa tahun 2020-2025,” ucapnya pada Minggu (11/2).

Koordinator itu berkata, tantangan terbesar yang dia hadapi dalam tahun pertamanya bertugas adalah kecilnya jumlah laporan dan dokumentasi insiden Islamofobia yang terjadi di Eropa.

“Bekerja dengan data dan mengenali sejauh apa kebencian anti-Muslim yang terjadi adalah tugas yang sangat menantang bagi saya maupun para pendahulu,” kata Lalisse.
Baca juga: Jerman pandang Indonesia inspirasi, model pengembangan Islam di Eropa

Ia menambahkan pihaknya juga menghadapi tantangan dalam membangun sebuah jaringan antara negara-negara anggota Uni Eropa yang menurutnya dapat menjadi wahana mengumpulkan data kasus dan saling berbagi strategi memerangi insiden Islamofobia.

Lalisse turut menyoroti perkembangan dalam upaya pihaknya menjangkau komunitas Muslim, meningkatkan kesadaran atas diskriminasi yang mereka hadapi, serta saling berbagi informasi antara negara Uni Eropa.

Koordinator itu mengingatkan masyarakat Muslim Eropa bahwa mereka berhak melaporkan insiden Islamofobia, baik serangan fisik maupun verbal yang mereka alami, kepada penegak hukum serta kepada Badan Hak Asasi Uni Eropa.
Baca juga: Dubes: Islam Indonesia efektif kikis Islamophobia di Eropa

Sementara itu, terkait putusan Mahkamah Eropa (ECJ) November lalu yang membolehkan otoritas di negara anggota melarang penggunaan hijab, Lalisse berkata bahwa larangan tersebut mencakup semua simbol agama.

"Apabila pelarangan tersebut diberlakukan kepada semua pegawai dengan cara-cara yang umum dan tidak diskriminatif, maka hal tersebut dapat dianggap wajar menurut kebijakan netralitas kita," ucapnya.

Pihaknya juga telah berkomunikasi dengan pemerintah sejumlah kota dan membahas praktik-praktik di tempat kerja apa saja yang termasuk diskriminasi maupun yang masih dapat diwajarkan.

Selain itu, Lalisse menyebut bahwa aksi perusakan Al Quran yang sempat dilakukan beberapa aktivis ekstrem kanan merupakan tindakan provokatif dan agresif yang mencederai hati umat Muslim di Eropa dan seluruh dunia.

Baca juga: Umat Islam Belanda gelar aksi protes penodaan Quran di Eropa
Baca juga: Perdana Menteri Belanda sanggah isu "Islamophobia" di Eropa

Sumber: Anadolu