Piala Asia 2023
Sukses paripurna Qatar pupus nestapa Piala Dunia
Oleh Jafar M Sidik
11 Februari 2024 05:11 WIB
Pemain Qatar Hassan Al-Haydos mengangkat trofi juara Piala Asia 2023 bersama rekan-rekannya yang merayakan keberhasilan Qatar mempertahankan gelar juara Piala Asia setelah menaklukkan Yordania dalam final di Stadion Lusail di Lusail, sebelah utara Doha, Qatar (10/2/2024). ANTARA/AFP/Karim Jaafar/aa.
Jakarta (ANTARA) - Kemenangan atas Yordania dalam final Piala Asia 2023 malam Minggu tadi yang juga sukses mempertahankan gelar turnamen ini yang sebelumnya didapatkan dari edisi 2019 turnamen itu, adalah pembuktian untuk kualitas tim sekaligus penebusan untuk catatan buruk bagi Qatar.
Pembuktian bahwa mereka masih menjadi tim terbaik, atau paling tidak salah satu yang terbaik di Asia.
Sukses di Stadion Lusail pada Sabtu malam tadi itu adalah juga penebusan untuk pengalaman menyakitkan yang mungkin sulit dilupakan sepanjang hidup oleh Qatar.
Pengalaman menyakitkan itu adalah kegagalan dalam Piala Dunia FIFA yang diadakan dua tahun silam.
Ketika itu mereka menjadi tuan rumah Piala Dunia berkinerja paling buruk sepanjang masa, setelah kalah dalam semua dari tiga pertandingan fase grup. Pertama dari Belanda, kemudian Senegal, dan terakhir dari Ekuador. Qatar kebobolan tujuh gol dan hanya bisa mencetak satu gol.
Tak ada tuan rumah Piala Dunia yang mencatat statistik seburuk Qatar. Sebelum Qatar, hanya Afrika Selatan pada 2010 yang menjadi tuan rumah Piala Dunia yang gagal melaju ke babak knockout.
Tetapi Afrika Selatan melakukannya setelah mengumpulkan empat poin dari catatan sekali menang dan sekali seri.
Afrika Selatan tersisih karena kalah selisih gol dari Meksiko yang sama-sama mengumpulkan empat poin.
Jika ukuran turnamen FIFA yang digelar di Qatar dipakai untuk Piala Dunia 2010, Afrika Selatan pastilah masuk babak knockout.
Pencapaian itu menjadi mimpi buruk yang sulit disingkirkan dari ingatan Qatar, khususnya masyarakat sepak bola mereka.
Pengalaman sangat menyakitkan itu menjadi ironi untuk sukses penyelenggaraan turnamen Piala Dunia yang justru dicapai secara fenomenal oleh Qatar.
Bagaimana tidak, Piala Dunia 2022 disebut-sebut sebagai turnamen FIFA paling memikat hati, paling dramatis dan paling dikenang sepanjang sejarah modern manusia.
Di sanalah, kehebatan Lionel Messi di lapangan hijau tersempurnakan. Salah satu pesepak bola terbesar sepanjang zaman itu akhirnya mendapatkan trofi yang sebelumnya tak pernah dia raih.
Qatar mungkin akan selalu ada dalam kenangan Messi.
Bukan hanya itu, turnamen Piala Dunia di Qatar adalah juga turnamen FIFA yang paling menyedot perhatian manusia sejagat raya. Miliaran manusia menyaksikan perhelatan itu.
Hapus jejak buruk
Pil teramat pahit akibat tersingkir dari Piala Dunia dengan tak memperoleh satu poin pun itu mungkin lebih menyakitkan ketimbang rangkaian kritik kepada Qatar menjelang kickoff Piala Dunia 2022, yang berpusat pada perlakuan negara itu kepada buruh migran dan warga minoritas.
Para penguasa Qatar sudah tahu kritik-kritik semacam itu tak akan membatalkan FIFA dalam menggelar turnamen di negara kaya raya di Teluk Arab tersebut yang juga Piala Dunia pertama yang diadakan di tanah Arab.
Tetapi apa yang dicapai selama Piala Dunia 2022, sempat menggerus kepercayaan diri Qatar, apalagi mereka agresif meneguhkan diri sebagai pemimpin kawasan dan global dengan memanfaatkan segala matra, termasuk olahraga.
Yang lebih menyesakkan lagi, kegagalan itu membuat Qatar tak bisa mengagungkan diri lebih hebat dari pada Arab Saudi dan Uni Emirat Arab yang selain bersekutu dengan Qatar, diam-diam sengit bersaing di segala arena kehidupan global, dari panggung politik dan diplomasi, sampai olahraga dan ekonomi serta sains.
Rasa itu sempat mengganggu persiapan mereka menghadapi Piala Asia 2023 yang semestinya digelar tahun lalu di China.
Qatar memenangkan bidding setelah Indonesia dan Australia mengundurkan diri.
Korea Selatan juga mengajukan tawaran tapi Qatar yang sukses menyelenggarakan Piala Dunia 2022 adalah pilihan yang tak mungkin dikesampingkan oleh badan sepak bola Asia, AFC.
Agaknya ada ambisi besar di balik menggelar Piala Asia 2023.
Salah satu ambisi itu adalah menghapus jejak buruk Qatar selama berkiprah dalam Piala Dunia 2022.
Tetapi persiapan Qatar untuk Piala Asia 2023 tak bisa dibilang matang. Pada Desember tahun lalu mereka mendadak mengganti pelatih Carlos Queiroz dengan “Tintin” Marquez Lopez.
Walaupun mereka juga berambisi menjadi tim pertama setelah Jepang yang mempertahankan gelar juara Asia pada 2004, kapten timnas Qatar, Hassan al-Haydos, mengakui skuad Qatar kali ini tidak berada pada level yang sama dengan tim yang menjuarai Piala Asia 2019.
Ternyata kemudian, mereka malah menjadi salah satu tim paling tangguh selama Piala Asia 2023.
Ketika tim-tim sesama raksasa Asia seperti Arab Saudi, Irak, Korea Selatan dan Jepang berguguran, Qatar menjadi tim raksasa yang solid dan mengagumkan.
Penegasan untuk itu terletak pada 15 gol yang mereka ciptakan dan lima kali kebobolan, dalam turnamen itu.
Cara bangkit teramat manis
Perjalanan mereka menemui kesulitan saat diuji Uzbekistan dalam perempat final sampai terpaksa melalui adu penalti. Pun dalam semifinal melawan Iran. Mereka menang 3-2 setelah bertarung habis-habisan.
Melawan Yordania dalam partai puncak terlihat lebih rileks dibandingkan saat menghadapi Iran, kendati Yordania sama kuatnya dengan tim-tim kuat yang sudah dihadapi Qatar.
Disaksikan oleh 86.492 penonton termasuk penguasa Qatar Sheikh Tamim bin Hamad al-Thani dan Presiden FIFA Gianni Infantino, Qatar memimpin 1-0 dari tendangan penalti Akram Afif, yang tak lama kemudian disamakan oleh Yazan Al-Naimat.
Kedudukan imbang hanya bertahan enam menit karena Qatar kembali mendapatkan hadiah penalti akibat pelanggaran Mahmoud Al-Mardi di kotak penalti Yordania.
Afif kembali menjadi algojo dan untuk kedua kalinya sukses memasukkan bola ke gawang Yordania.
Pada menit tambahan babak kedua, Qatar kembali mendapatkan penalti setelah Afif dijatuhkan oleh penjaga gawang Yazid Abu Layla. Afif semula dianggap offside tapi ternyata diputuskan tidak, sehingga perhatian wasit balik tertuju pada momen Yazid menjatuhkan Afif.
Penalti ketiga ini pun berhasil dikonversi dengan mulus menjadi gol oleh Afif.
Qatar pun sukses mempertahankan gelar juara Piala Asia, sedangkan Akram Afif dinobatkan sebagai pemain terbaik Piala Asia 2023 berkat delapan gol yang dia ciptakan selama turnamen ini.
Tak hanya Afif yang diganjar penghargaan, karena kiper mereka, Meshaal Barsham, juga mendapatkan anugerah penjaga gawang terbaik Piala Asia 2023.
Kiper berusia 26 tahun yang bermain untuk klub Al Sadd SC di Qatar itu membuat tiga clean sheet dari tujuh laga yang dimainkan Qatar setelah pertama kali dimainkan dalam laga terakhir fase grup melawan China.
Barsham juga berperan besar dalam keberhasilan Qatar menaklukkan Iran, Jepang, Korea Selatan dan Arab Saudi.
Sukses individual dan tim ini terasa paripurna nan istimewa. Sukses ini juga melukiskan cara bangkit yang teramat manis sekaligus mengagumkan yang dibuat Qatar, setelah terpuruk dua tahun lalu dalam Piala Dunia 2022.
Selamat untuk Qatar.
Pembuktian bahwa mereka masih menjadi tim terbaik, atau paling tidak salah satu yang terbaik di Asia.
Sukses di Stadion Lusail pada Sabtu malam tadi itu adalah juga penebusan untuk pengalaman menyakitkan yang mungkin sulit dilupakan sepanjang hidup oleh Qatar.
Pengalaman menyakitkan itu adalah kegagalan dalam Piala Dunia FIFA yang diadakan dua tahun silam.
Ketika itu mereka menjadi tuan rumah Piala Dunia berkinerja paling buruk sepanjang masa, setelah kalah dalam semua dari tiga pertandingan fase grup. Pertama dari Belanda, kemudian Senegal, dan terakhir dari Ekuador. Qatar kebobolan tujuh gol dan hanya bisa mencetak satu gol.
Tak ada tuan rumah Piala Dunia yang mencatat statistik seburuk Qatar. Sebelum Qatar, hanya Afrika Selatan pada 2010 yang menjadi tuan rumah Piala Dunia yang gagal melaju ke babak knockout.
Tetapi Afrika Selatan melakukannya setelah mengumpulkan empat poin dari catatan sekali menang dan sekali seri.
Afrika Selatan tersisih karena kalah selisih gol dari Meksiko yang sama-sama mengumpulkan empat poin.
Jika ukuran turnamen FIFA yang digelar di Qatar dipakai untuk Piala Dunia 2010, Afrika Selatan pastilah masuk babak knockout.
Pencapaian itu menjadi mimpi buruk yang sulit disingkirkan dari ingatan Qatar, khususnya masyarakat sepak bola mereka.
Pengalaman sangat menyakitkan itu menjadi ironi untuk sukses penyelenggaraan turnamen Piala Dunia yang justru dicapai secara fenomenal oleh Qatar.
Bagaimana tidak, Piala Dunia 2022 disebut-sebut sebagai turnamen FIFA paling memikat hati, paling dramatis dan paling dikenang sepanjang sejarah modern manusia.
Di sanalah, kehebatan Lionel Messi di lapangan hijau tersempurnakan. Salah satu pesepak bola terbesar sepanjang zaman itu akhirnya mendapatkan trofi yang sebelumnya tak pernah dia raih.
Qatar mungkin akan selalu ada dalam kenangan Messi.
Bukan hanya itu, turnamen Piala Dunia di Qatar adalah juga turnamen FIFA yang paling menyedot perhatian manusia sejagat raya. Miliaran manusia menyaksikan perhelatan itu.
Hapus jejak buruk
Pil teramat pahit akibat tersingkir dari Piala Dunia dengan tak memperoleh satu poin pun itu mungkin lebih menyakitkan ketimbang rangkaian kritik kepada Qatar menjelang kickoff Piala Dunia 2022, yang berpusat pada perlakuan negara itu kepada buruh migran dan warga minoritas.
Para penguasa Qatar sudah tahu kritik-kritik semacam itu tak akan membatalkan FIFA dalam menggelar turnamen di negara kaya raya di Teluk Arab tersebut yang juga Piala Dunia pertama yang diadakan di tanah Arab.
Tetapi apa yang dicapai selama Piala Dunia 2022, sempat menggerus kepercayaan diri Qatar, apalagi mereka agresif meneguhkan diri sebagai pemimpin kawasan dan global dengan memanfaatkan segala matra, termasuk olahraga.
Yang lebih menyesakkan lagi, kegagalan itu membuat Qatar tak bisa mengagungkan diri lebih hebat dari pada Arab Saudi dan Uni Emirat Arab yang selain bersekutu dengan Qatar, diam-diam sengit bersaing di segala arena kehidupan global, dari panggung politik dan diplomasi, sampai olahraga dan ekonomi serta sains.
Rasa itu sempat mengganggu persiapan mereka menghadapi Piala Asia 2023 yang semestinya digelar tahun lalu di China.
Qatar memenangkan bidding setelah Indonesia dan Australia mengundurkan diri.
Korea Selatan juga mengajukan tawaran tapi Qatar yang sukses menyelenggarakan Piala Dunia 2022 adalah pilihan yang tak mungkin dikesampingkan oleh badan sepak bola Asia, AFC.
Agaknya ada ambisi besar di balik menggelar Piala Asia 2023.
Salah satu ambisi itu adalah menghapus jejak buruk Qatar selama berkiprah dalam Piala Dunia 2022.
Tetapi persiapan Qatar untuk Piala Asia 2023 tak bisa dibilang matang. Pada Desember tahun lalu mereka mendadak mengganti pelatih Carlos Queiroz dengan “Tintin” Marquez Lopez.
Walaupun mereka juga berambisi menjadi tim pertama setelah Jepang yang mempertahankan gelar juara Asia pada 2004, kapten timnas Qatar, Hassan al-Haydos, mengakui skuad Qatar kali ini tidak berada pada level yang sama dengan tim yang menjuarai Piala Asia 2019.
Ternyata kemudian, mereka malah menjadi salah satu tim paling tangguh selama Piala Asia 2023.
Ketika tim-tim sesama raksasa Asia seperti Arab Saudi, Irak, Korea Selatan dan Jepang berguguran, Qatar menjadi tim raksasa yang solid dan mengagumkan.
Penegasan untuk itu terletak pada 15 gol yang mereka ciptakan dan lima kali kebobolan, dalam turnamen itu.
Cara bangkit teramat manis
Perjalanan mereka menemui kesulitan saat diuji Uzbekistan dalam perempat final sampai terpaksa melalui adu penalti. Pun dalam semifinal melawan Iran. Mereka menang 3-2 setelah bertarung habis-habisan.
Melawan Yordania dalam partai puncak terlihat lebih rileks dibandingkan saat menghadapi Iran, kendati Yordania sama kuatnya dengan tim-tim kuat yang sudah dihadapi Qatar.
Disaksikan oleh 86.492 penonton termasuk penguasa Qatar Sheikh Tamim bin Hamad al-Thani dan Presiden FIFA Gianni Infantino, Qatar memimpin 1-0 dari tendangan penalti Akram Afif, yang tak lama kemudian disamakan oleh Yazan Al-Naimat.
Kedudukan imbang hanya bertahan enam menit karena Qatar kembali mendapatkan hadiah penalti akibat pelanggaran Mahmoud Al-Mardi di kotak penalti Yordania.
Afif kembali menjadi algojo dan untuk kedua kalinya sukses memasukkan bola ke gawang Yordania.
Pada menit tambahan babak kedua, Qatar kembali mendapatkan penalti setelah Afif dijatuhkan oleh penjaga gawang Yazid Abu Layla. Afif semula dianggap offside tapi ternyata diputuskan tidak, sehingga perhatian wasit balik tertuju pada momen Yazid menjatuhkan Afif.
Penalti ketiga ini pun berhasil dikonversi dengan mulus menjadi gol oleh Afif.
Qatar pun sukses mempertahankan gelar juara Piala Asia, sedangkan Akram Afif dinobatkan sebagai pemain terbaik Piala Asia 2023 berkat delapan gol yang dia ciptakan selama turnamen ini.
Tak hanya Afif yang diganjar penghargaan, karena kiper mereka, Meshaal Barsham, juga mendapatkan anugerah penjaga gawang terbaik Piala Asia 2023.
Kiper berusia 26 tahun yang bermain untuk klub Al Sadd SC di Qatar itu membuat tiga clean sheet dari tujuh laga yang dimainkan Qatar setelah pertama kali dimainkan dalam laga terakhir fase grup melawan China.
Barsham juga berperan besar dalam keberhasilan Qatar menaklukkan Iran, Jepang, Korea Selatan dan Arab Saudi.
Sukses individual dan tim ini terasa paripurna nan istimewa. Sukses ini juga melukiskan cara bangkit yang teramat manis sekaligus mengagumkan yang dibuat Qatar, setelah terpuruk dua tahun lalu dalam Piala Dunia 2022.
Selamat untuk Qatar.
Copyright © ANTARA 2024
Tags: