Pulau Samosir, Sumatera Utara (ANTARA News) - Tidak peduli tanah lapang rumput becek mengotori kaki atau sandal, karena telinga dan mata sejenak dimanjakan penampilan Badema Troup dari Burkina-Faso, Afrika, di gelaran Festival Danau Toba 2013.




Jumat malam itu, Badema Troup yang beranggotakan Saidou Konate, Dédou Domboue, Abdoulaye Konate, Karim Konate, Adama Konate, dan Samuel Caillault, memberi alternatif lain dari yang biasa. Mereka menjadi salah satu penampil Lake Toba World Drum Festival, sebagai bagian dari Festival Danau Toba 2013.




Panggung utama di Bukit Beta, Pulau Samosir, di bagian Tomok, Jumat malam, diisi dengan hentakan diatonis-pentatonis gendang dan drum serta kabassa khas Afrika yang dipukul dan digesek sangat dinamis. Enam penampil yang berbahasa Perancis mencoba menyapa hadirin dalam bahasa Indonesia, "Selamat malam… mauliate godang…" alias terima kasih dalam bahasa Batak Toba.




Sejurus kemudian, hiasan kepala berupa untaian wol kuning yang kontras dengan tubuh legam hitam mereka bergerak-gerak di kepala masing-masing. Mirip dengan seni pertunjukan yang dibawakan artis lain Afrika, Keyta Dieudieu, cuma saja mereka tidak bernyanyi.




Musik memang tidak perlu dimengerti benar-benar arah kemauannya, apakah "ke kiri", "ke kanan", atau "lurus", "menanjak", "mundur", "turun", atau "diam di tempat". Yang ada hanya satu: bahasa musik yang terbukti universal.




Penampilan musik perkusi mereka bukan hal lama yang dikenal masyarakat Batak di Pulau Samosir itu; mereka bahkan baru pertama kali melihat dan mendengar ada musisi tradisional dari Burkina-Faso itu. Melihat langsung keenam penampil tamu dari Afrika yang asing itu, banyak yang berkata-kata dalam bahasa Batak.




Intinya --kira-kira-- siapa dan dari mana mereka itu? Walau pembawa acara festival perkusi memperkenalkan dan membacakan daftar gelaran yang Badema Troup telah ikuti, namun tetap saja pertanyaan dari kalangan awam seperti itu meluncur satu demi satu.




Di belakang panggung yang diusahakan penuh dengan tata lampu, bayangan permukaan air Danau Toba bening dan tenang seperti kaca. Sebaliknya di panggung, bukan cuma hentakan irama pukulan tangan dan gesekan tangan yang didengar.




Dua dari mereka membuka baju, berlagak seperti hendak berkelahi karena irama permainan alat-alat musiknya menjurus pada "provokasi" antara dua lelaki yang bertatap muka penuh kegarangan. Akhirnya, benar saja, mereka menunjukkan "jurus" andalan masing-masing yang mirip dengan gerakan bela diri tradisional Brazil, capoiera.




Mengapa capoiera padahal negara asal mereka bukan jajahan Portugal melainkan Prancis? Di sinilah jejak sejarah perjalanan bangsa-bangsa dan tinggalan pengaruh berbicara… Bagaimanapun, Afrika memberi pengaruh besar pada Brazil, pada kultur dan filosofi kehidupan mereka yang keras, laiknya keras kehidupan di Afrika.




Siapa yang kuat, dia akan bertahan. Miskin dialog namun kaya impresi dan pesan, itulah penampilan Badema Troup dalam Festival Danau Toba 2013 kali ini. Tentu, bukan cuma Badema Troup yang merasakan sambutan masyarakat Danau Toba.




Ada Kyaw Kyaw Oo (Kyauk Sein) dan Thu Rain Nyan Linn dari Myanmar, kelompok taiko dari Jepang, tim perkusi Singapura, Malaysia, dan grup Dallas dari Amerika Serikat, China, gitaris dan kelompok Balawan, kesenian dol dari Bengkulu, gendang beliq-nya Sumbawa, seni kuntulan dari Banyuwangi, dan beberapa yang lain.




Sebagai tuan rumah, wajar jika jenis-jenis gondang Batak ditampilkan secara sangat fasih dan menjiwai. Mereka adalah Gondang Bolon, Gondrang Sipitu-pitu, dan Gendang Lima Sedalanen. Ketiganya mewakili tiga puak Batak yang ada, yaitu Batak Toba, Batak Simalungun, dan Batak Karo.




Menampilkan seni perkusi drum chime atau drum melodi, dianggap sangat penting dalam Festival Danau Toba 2013 ini. Karena di dunia, produk budaya ini hanya ada tiga negara, yaitu Uganda (Afrika Timur), Myanmar, dan Batak (Indonesia).




Tradisi drum melodi Batak merupakan tradisi drum yang mempunyai variasi paling banyak, tercermin dari variasi drum melodi pada empat puak suku Batak.




Kekayaan tradisi drum melodi Batak inilah yang menjadi awal munculnya gagasan Festival Danau Toba 2013 menjadi tuan rumah World Drum Festival pertama di dunia.(*)