Jakarta (ANTARA News) - Menteri Keuangan Chatib Basri menyatakan pertumbuhan ekonomi Indonesia akan melambat sebagai dampak kebijakan menekan defisit transaksi berjalan dan stabilisasi nilai tukar rupiah.

"Kita melakukan stabilisasi dan fokusnya di situ, yaitu defisit transaksi berjalan dan inflasi. Kita harus terima kondisi interest rate (suku bunga) tinggi, karena kalau lebih tinggi, pendapatan turun, impor turun dan dampaknya pertumbuhan juga turun," ujarnya di Jakarta, Jumat.

Chatib memberikan apresiasi dan telah memperkirakan bahwa Bank Indonesia akan menaikkan suku bunga acuan hingga 7,25 persen, untuk menahan konsumsi masyarakat dan menekan penggunaan barang impor.

"BI menaikkan tingkat bunga, ini merupakan pengetatan dari segi moneter, maka credit growth turun dan inflasi terkendali. Dengan tingkat bunga tinggi, nilai tukar domestik juga menjadi kompetitif," katanya.

Namun, Chatib mengaku target pertumbuhan ekonomi direvisi turun hingga 5,9 persen tahun ini, berisiko untuk menganggu pertumbuhan sektor riil dan berpotensi menyebabkan pemutusan hubungan kerja di sektor industri.

"Kalau pertumbuhan lebih lambat maka penciptaan lapangan pekerjaan akan lebih lambat dari seharusnya dan beberapa perusahaan tidak bisa ekspansi. Untuk itu pemerintah memberikan insentif sebagai mitigasi agar sektor riil tidak terpukul," katanya.

Chatib menegaskan meskipun pertumbuhan akhir tahun hanya berada di bawah enam persen, perkiraan angka tersebut masih lebih baik dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi rata-rata negara G20.

"Kalau kita lihat paling tinggi China 7,5 persen, kedua, Indonesia 5,8 persen, tiga, India 4,8 persen. Growth kita masih lebih baik dari rata-rata G20, 2014 diharapkan ada recovery, Indonesia 6,1 persen, China 7,7 persen, kita tidak terlalu jelek, dibandingkan BRICS masih relatif oke," katanya.

Chatib menjelaskan dengan upaya pemerintah untuk menekan defisit transaksi berjalan dan laju inflasi, maka para pelaku pasar dapat lebih tenang dalam menghadapi gejolak yang saat ini sedang menganggu fundamental perekonomian domestik.

"Isu di Indonesia adalah defisit transaksi berjalan dan laju inflasi, BI sudah konsisten (untuk memperbaiki) dan pasar sudah memperhitungkan, karena selama ini investor selalu melihat indikator inflasi dan defisit transaksi berjalan yang berpengaruh ke nilai tukar," katanya.