Makassar (ANTARA) - Balai Gakkum KLHK Wilayah Sulawesi melimpahkan berkas perkara kasus perambahan hutan yang merupakan Cagar Alam Faruhumpenai di Kecamatan Wasuponda, Kabupaten Luwu Timur, Provinsi Sulawesi Selatan

"Pelimpahan kasus ini ke Kejaksaan Luwu Timur dengan tersangka AB (50) dan SY (52) di Cagar Alam (CA) Faruhumpenai yang ditangani oleh Penyidik Balai Gakkum KLHK Wilayah Sulawesi," kata Kepala Balai Gakkum KLHK Wilayah Sulawesi, Aswin Bangun di Makassar, Rabu.

Dia mengatakan, Perkara ini bermula dari informasi masyarakat, yang menemukan adanya alat berat excavator di dalam kawasan hutan CA Faruhumpenai yang sedang beroperasi membuka lahan untuk dijadikan kebun.

Selanjutnya Balai Gakkum KLHK Wilayah Sulawesi membentuk tim operasi bersama dengan Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Sulawesi Selatan dan berhasil mengamankan 1 (satu) unit alat berat excavator beserta operator berinisial IW yang sedang bekerja membuka lahan dalam kawasan hutan CA Faruhumpenai.

Kemudian tim operasi mengamankan alat berat excavator dan membawa IW operator alat berat menuju Makassar guna dilakukan pemeriksaan lebih lanjut.

Setelah dilakukan pemeriksaan dan pengembangan terhadap operator alat berat, Penyidik Gakkum KLHK Wilayah Sulawesi menangkap AB (50) warga Dusun Roroi, Desa Parumpanai, Kecamatan Wasuponda, Kabupaten Luwu Timur, Provinsi Sulawesi Selatan, yang berperan sebagai pembeli sekaligus penggarap lahan dan SY (52) warga Dusun Tembo'e, Desa Burau, Kecamatan Burau, Kabupaten Luwu Timur, Provinsi Sulawesi Selatan, yang berperan sebagai penjual lahan garapan.

Keduanya telah ditetapkan sebagai tersangka utama oleh Penyidik Balai Gakkum KLHK Wilayah Sulawesi.

Dalam kasus ini, kedua tersangka dijerat Pasal 36 angka 17 dan angka 19 Undang-Undang RI Nomor 6 Tahun 2023 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang RI Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang, dan atau Pasal 40 ayat (1) Jo Pasal 19 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. dengan ancaman pidana paling tinggi 5 tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 7.500.000.000,- (tujuh miliar lima ratus ribu rupiah).

“Tim Penyidik Balai Gakkum KLHK Wilayah Sulawesi telah melakukan serangkaian proses penegakan hukum dengan baik. Saat ini kedua tersangka beserta barang bukti telah dilimpahkan kepada Kejaksaan Negeri (Kejari) Luwu Timur Provinsi Sulawesi Selatan untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya di Pengadilan," kata Aswin.

Dia juga memberikan apresiasi kepada seluruh tim operasi, khususnya kepada Balai Besar KSDA Sulawesi Selatan atas komitmen serta sinergitas yang terjalin dengan Balai Gakkum KLHK Wilayah Sulawesi dalam upaya menjaga kawasan konservasi di Provinsi Sulawesi Selatan.

Termasuk masyarakat serta Satuan Polhut Reaksi Cepat (SPORC) dan Penyidik Balai Gakkum KLHK Wilayah Sulawesi, sehingga para pelaku dapat diamankan dan diproses hukum sesuai undang-undang yang berlaku.