IADO perbanyak tenaga edukator anti-doping lewat Program Presi
7 Februari 2024 16:43 WIB
Ketua Umum IADO Gatot S Dewa Broto bersama sejumlah pihak dari kalangan akademisi, komisi pelatihan, mantan atlet, berpose bersama dalam kegiatan focus group discussion pematangan pelatihan pendidik anti doping di Jakarta, Selasa (7/2/2024). (ANTARA/HO-Dok. IADO)
Jakarta (ANTARA) - Organisasi Anti-Doping Indonesia (IADO) berupaya memperbanyak tenaga edukator anti-doping melalui Program Presenter Edukasi (Presi) guna memenuhi kebutuhan pelayanan edukasi dalam membangun kesadaran para atlet di tanah air.
"Tenaga edukator anti-doping kita memang masih sangat kurang, di IADO sendiri saja saat ini hanya ada tiga orang," kata Ketua Umum IADO Gatot S Dewa Broto saat dihubungi di Jakarta, Rabu.
Ia mengatakan, kesadaran atlet terhadap doping masih belum mencukupi sehingga sangat dibutuhkan tenaga edukator yang menjadi garda terdepan dalam meningkatkan kesadaran anti-doping.
IADO mencatat, terdapat enam kasus atlet yang menggunakan doping pada 2023. Jumlah itu, kata Gatot, cukup mengejutkan sekaligus memprihatinkan karena pada 2022 tidak ada kasus pemakaian doping.
"Kesadaran anti-doping para atlet ini yang harus kita tingkatkan sehingga kami menghadirkan Program Presi untuk memperbanyak tenaga edukator," ujarnya.
Ia menjelaskan, Program Presi tersebut melibatkan berbagai pihak seperti akademisi, komisi pelatihan, maupun mantan atlet untuk bersama-sama merancang kurikulum edukasi.
Baca juga: WADA beri sanksi kepada OCA terkait bendera Korea Utara di Asian Games
Kurikulum dan materi edukasi yang akan dimodifikasi, kata dia, juga disesuaikan dengan budaya di Indonesia.
Gatot mengatakan ketika kurikulum maupun hal teknis lainnya sudah siap, maka IADO akan mengumumkan pembukaan perekrutan tenaga edukator beserta kualifikasi dan persyaratan.
Ia menambahkan, kebutuhan tenaga edukator sangat penting mengingat banyak kegiatan olahraga atau kejuaraan tingkat nasional maupun internasional yang akan diikuti para atlet pada 2024, salah satunya Pekan Olahraga Nasional (PON) di Aceh dan Sumatera Utara.
"Jika semakin banyak tenaga edukator maka edukasi bisa lebih menyeluruh dan kesadaran anti-doping para atlet juga bisa meningkat," ujar Gatot.
Baca juga: Empat atlet binaraga Indonesia dinyatakan melanggar aturan anti-doping
"Tenaga edukator anti-doping kita memang masih sangat kurang, di IADO sendiri saja saat ini hanya ada tiga orang," kata Ketua Umum IADO Gatot S Dewa Broto saat dihubungi di Jakarta, Rabu.
Ia mengatakan, kesadaran atlet terhadap doping masih belum mencukupi sehingga sangat dibutuhkan tenaga edukator yang menjadi garda terdepan dalam meningkatkan kesadaran anti-doping.
IADO mencatat, terdapat enam kasus atlet yang menggunakan doping pada 2023. Jumlah itu, kata Gatot, cukup mengejutkan sekaligus memprihatinkan karena pada 2022 tidak ada kasus pemakaian doping.
"Kesadaran anti-doping para atlet ini yang harus kita tingkatkan sehingga kami menghadirkan Program Presi untuk memperbanyak tenaga edukator," ujarnya.
Ia menjelaskan, Program Presi tersebut melibatkan berbagai pihak seperti akademisi, komisi pelatihan, maupun mantan atlet untuk bersama-sama merancang kurikulum edukasi.
Baca juga: WADA beri sanksi kepada OCA terkait bendera Korea Utara di Asian Games
Kurikulum dan materi edukasi yang akan dimodifikasi, kata dia, juga disesuaikan dengan budaya di Indonesia.
Gatot mengatakan ketika kurikulum maupun hal teknis lainnya sudah siap, maka IADO akan mengumumkan pembukaan perekrutan tenaga edukator beserta kualifikasi dan persyaratan.
Ia menambahkan, kebutuhan tenaga edukator sangat penting mengingat banyak kegiatan olahraga atau kejuaraan tingkat nasional maupun internasional yang akan diikuti para atlet pada 2024, salah satunya Pekan Olahraga Nasional (PON) di Aceh dan Sumatera Utara.
"Jika semakin banyak tenaga edukator maka edukasi bisa lebih menyeluruh dan kesadaran anti-doping para atlet juga bisa meningkat," ujar Gatot.
Baca juga: Empat atlet binaraga Indonesia dinyatakan melanggar aturan anti-doping
Pewarta: Aloysius Lewokeda
Editor: Eka Arifa Rusqiyati
Copyright © ANTARA 2024
Tags: