Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan segera menyidangkan mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL) setelah berkas perkaranya dinyatakan lengkap atau P21 oleh tim jaksa KPK.

"Hari ini, Rabu (7/2) tim penyidik menyerahkan para tersangka dan barang bukti kepada tim jaksa KPK untuk perkara dugaan korupsi," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Rabu.

Ali menerangkan dengan pelimpahan tersebut kewenangan penahanan terhadap SYL juga beralih dari tim penyidik ke tim jaksa.

Penahanan terhadap SYL juga akan diperpanjang selama 20 hari ke depan untuk pelimpahan berkas perkara ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).

"Dalam waktu 14 hari kerja tim jaksa sudah melimpahkan surat dakwaan dan berkas perkara tersebut ke Pengadilan Tipikor untuk disidangkan," tuturnya.

Lebih lanjut Ali menerangkan penyidikan terhadap perkara tindak pidana pencucian uang (TPPU) terhadap SYL juga akan berjalan paralel dengan penyidikan perkara korupsinya.

"Perkara TPPU nya masih terus dilakukan pendalaman dan penyelesaian berkas perkaranya," kata Ali.

Untuk diketahui, KPK pada hari Jumat, 13 Oktober 2023 resmi menahan SYL dan Direktur Alat dan Mesin Pertanian Kementan Muhammad Hatta (MH) dalam kasus dugaan korupsi di Kementan. Kedua tersangka menyusul Sekretaris Jenderal Kementan Kasdi Subagyono (KS) yang telah lebih dahulu ditahan pada hari Rabu, 11 Oktober 2023.

Perkara dugaan korupsi di Kementan bermula saat SYL menjabat sebagai Menteri Pertanian periode 2019-2024.

Dengan jabatannya tersebut, SYL lantas membuat kebijakan personal, di antaranya melakukan pungutan hingga menerima setoran dari ASN internal Kementan untuk memenuhi kebutuhan pribadi, termasuk keluarga intinya.

Kebijakan SYL untuk memungut hingga menerima setoran tersebut berlangsung mulai 2020 hingga 2023.

SYL menginstruksikan dengan menugasi Sekretaris Jenderal Kementan Kasdi Subagyono (KS) dan Direktur Alat dan Mesin Pertanian Kementan Muhammad Hatta (MH) melakukan penarikan sejumlah uang dari unit eselon I dan II.

Dalam bentuk penyerahan tunai, transfer rekening bank hingga pemberian dalam bentuk barang maupun jasa.

Atas arahan SYL, tersangka KS dan MH memerintahkan bawahannya untuk mengumpulkan sejumlah uang di lingkup eselon I, yakni para direktur jenderal, kepala badan, hingga sekretaris masing-masing eselon I dengan besaran nilai yang telah ditentukan SYL kisaran mulai 4.000 hingga 10.000 dolar AS.

KPK menyebut terdapat bentuk paksaan dari SYL terhadap ASN di Kementan, seperti dengan dimutasi ke unit kerja lain hingga mendisfungsionalkan status jabatannya.

Penerimaan uang melalui KS dan MH sebagai representasi orang kepercayaan SYL itu secara rutin setiap bulan dengan menggunakan pecahan mata uang asing.

Penggunaan uang oleh SYL, kata KPK, juga diketahui oleh KS dan MH, diantaranya untuk kepentingan pribadi SYL, seperti pembayaran cicilan kartu kredit, kredit mobil Alphard, perbaikan rumah pribadi, tiket pesawat bagi keluarga, serta pengobatan dan perawatan wajah keluarganya senilai miliaran rupiah.

Selain itu, Alex mengatakan bahwa penyidik menemukan ada aliran dana dari SYL ke Partai NasDem. Komisi antirasuah juga mendapati adanya penggunaan uang lain oleh SYL bersama KS dan MH untuk ibadah umrah.

Para tersangka disangkakan melanggar Pasal 12 huruf e dan 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Untuk tersangka SYL, juga disangkakan melanggar Pasal 3 dan/atau 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).