Jakarta (ANTARA News) - Gejolak nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing, khususnya dolar AS, tidak menyurutkan minat pelajar dan mahasiswa Indonesia untuk meneruskan pendidikan ke China.

Hal itu terlihat dari keberangkatan ratusan pelajar dan mahasiswa melalui Beijing Language & Culture Institute (BLCI) Mangga Dua Square, ke China, sejak akhir Agustus (26/8) dan awal September ini (6/9).

Direktur BLCI Samuel Wiyono dalam keterangan persnya, di Jakarta, Rabu, mengungkapkan pelajar dan mahasiswa yang berangkat itu tetap menilai China sebagai tempat terbaik untuk menimba ilmu di luar negeri dengan biaya terjangkau.

"Bahkan karena banyaknya siswa yang diberangkatkan, kami membagi dalam beberapa kelompok penerbangan," kata Samuel yang mengatur keberangkatan pelajar dan mahasiswa Indonesia itu dalam beberapa kloter. Tiap kloter rata-rata terdiri dari sekitar 50--60-an pelajar dan mahasiswa.

Mereka berasal dari berbagai daerah di Indonesia, seperti Jakarta, Semarang, Surabaya, Malang, Bali, Makassar dan Medan. Kloter terakhir akan berangkat akhir September ini.

Selain bahasa Mandarin, pelajar dan mahasiswa dari Indonesia itu juga akan menempuh pendidikan Strata 1 (S1) maupun S2, di kota-kota besar China seperti Guangzhou, Nanning, Nanchang, Wuhan, Ningbo, Hangzhou, Chengdu, Chongqing, Shanghai, Beijing, Nanjing, Qingdao, Beijing, Shenyang, bahkan Jinzhou dan Harbin.

"Untuk memberi kenyamanan kepada mereka, sejak sembilan tahun lalu kami mengantar dan mendampingi para pelajar dan mahasiswa Indonesia sampai ke kampus dan asrama masing-masing di China," kata Samuel.

Universitas-universitas yang menjadi tujuan para pelajar pada kloter kedua (6/9) adalah Harbin Institute Technology, Shanghai University Finance Economics, Hongkong University SPACE di kota Suzhou, Northeast Normal University di kota Changchun, Xian Jiaotong Liverpool University di Kota Suzhou. (*)