Pemilu 2024
JPPI kecewa, para capres tak beri inovasi baru kembangkan potensi guru
5 Februari 2024 20:36 WIB
Ilustrasi: Guru honorer mendominasi status tenaga pendidik di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat yang sejak beberapa tahun terakhir mengalami krisis guru berstatus Aparatur Sipil Negara (ASN).(ANTARA/Ahmad Fikri). (Ahmad Fikri)
Jakarta (ANTARA) - Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) Ubaid Matraji menyatakan para calon presiden (capres) tidak memberi terobosan dan inovasi baru untuk mengembangkan potensi guru dalam debat pamungkas atau kelima Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.
“Semua kandidat tidak punya tawaran yang inovatif untuk menjawab masalah (rendahnya kesejahteraan dan kompetensi guru) yang sudah turun-temurun diwariskan oleh presiden sebelumnya,” kata Ubaid Matraji dalam keterangan di Jakarta, Senin.
Ubaid mengatakan pada debat kelima capres sempat muncul permasalahan terkait guru yang yang tidak sejahtera dan kompetensinya yang masih rendah sehingga memerlukan terobosan baru agar tidak berlanjut pada tahun-tahun mendatang.
Baca juga: Akademisi: Capres jangan cuma obral janji hapus disparitas guru-dosen
Ternyata, menurutnya, seluruh kandidat capres tidak mempunyai tawaran yang inovatif untuk menjawab masalah yang sudah turun-temurun tersebut.
Sebagai contoh, capres nomor urut satu Anies Baswedan mengatakan akan mengangkat para guru honorer namun ia tidak menyampaikan inovasi baru yang dimiliki karena soal pengangkatan guru honorer sudah menjadi isu sejak lama.
“Kita tahu bahwa sejak zaman Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sampai Joko Widodo, janjinya juga begitu. Tapi apa kenyataannya? Hingga kini masih jutaan guru honorer yang nasibnya masih terkatung-katung,” katanya.
Baca juga: Cek fakta, klaim Anies puluhan ribu guru honorer tidak diangkat jadi guru PPPK
Selanjutnya, capres nomor urut dua Prabowo Subianto justru menyebutkan terkait adanya kebocoran dana pendidikan yang ternyata juga sudah menjadi isu lama. Dalam hal tersebut, Prabowo tidak menyebutkan terobosan yang akan dilakukan untuk mengatasi permasalahan sektor pendidikan yang masuk dalam pusaran kasus korupsi itu.
“Ini waktunya debat, harusnya tim sudah mengkaji kelemahan sistem yang sekarang, lalu perbaikan sistemnya seperti apa yang ditawarkan? Saya tunggu-tunggu ternyata tidak ada,” ujarnya.
Sementara capres nomor urut tiga Ganjar Pranowo lebih menyoroti soal kesejahteraan guru yang solusinya adalah peningkatan gaji guru dan solusi untuk peningkatan mutu adalah dengan pemanfaatan teknologi. Padahal pemanfaatan teknologi untuk peningkatan kompetensi guru juga sudah merupakan terobosan lama yang dilakukan oleh pemerintah saat ini.
Baca juga: Prabowo janji perbaiki gaji guru dan honorer
Sedangkan rencana Ganjar untuk meningkatkan gaji justru dikhawatirkan akan menciptakan kesenjangan yang semakin besar karena masalah guru hari ini adalah status honorer yang masih rapuh.
Menurut Ubaid, status guru perlu diperjelas terlebih dahulu, barulah menaikkan gaji sehingga tidak terjadi peningkatan gap yang besar.
Ia menyebutkan di Jakarta saja masih terdapat guru di sekolah negeri yang memiliki gaji hanya Rp300.000 dan fenomena ini turut terjadi di daerah-daerah seluruh Indonesia.
“Ini semua terjadi karena dari sisi statusnya saja tidak jelas, masih honorer. Karena itu mereka rentan diupah murah, bahkan tidak digaji,” kata Ubaid.
Baca juga: Cek fakta, benarkah Ganjar menggaji guru honorer SMA/SMK di Jateng sesuai UMP ditambah 10 persen?
“Semua kandidat tidak punya tawaran yang inovatif untuk menjawab masalah (rendahnya kesejahteraan dan kompetensi guru) yang sudah turun-temurun diwariskan oleh presiden sebelumnya,” kata Ubaid Matraji dalam keterangan di Jakarta, Senin.
Ubaid mengatakan pada debat kelima capres sempat muncul permasalahan terkait guru yang yang tidak sejahtera dan kompetensinya yang masih rendah sehingga memerlukan terobosan baru agar tidak berlanjut pada tahun-tahun mendatang.
Baca juga: Akademisi: Capres jangan cuma obral janji hapus disparitas guru-dosen
Ternyata, menurutnya, seluruh kandidat capres tidak mempunyai tawaran yang inovatif untuk menjawab masalah yang sudah turun-temurun tersebut.
Sebagai contoh, capres nomor urut satu Anies Baswedan mengatakan akan mengangkat para guru honorer namun ia tidak menyampaikan inovasi baru yang dimiliki karena soal pengangkatan guru honorer sudah menjadi isu sejak lama.
“Kita tahu bahwa sejak zaman Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sampai Joko Widodo, janjinya juga begitu. Tapi apa kenyataannya? Hingga kini masih jutaan guru honorer yang nasibnya masih terkatung-katung,” katanya.
Baca juga: Cek fakta, klaim Anies puluhan ribu guru honorer tidak diangkat jadi guru PPPK
Selanjutnya, capres nomor urut dua Prabowo Subianto justru menyebutkan terkait adanya kebocoran dana pendidikan yang ternyata juga sudah menjadi isu lama. Dalam hal tersebut, Prabowo tidak menyebutkan terobosan yang akan dilakukan untuk mengatasi permasalahan sektor pendidikan yang masuk dalam pusaran kasus korupsi itu.
“Ini waktunya debat, harusnya tim sudah mengkaji kelemahan sistem yang sekarang, lalu perbaikan sistemnya seperti apa yang ditawarkan? Saya tunggu-tunggu ternyata tidak ada,” ujarnya.
Sementara capres nomor urut tiga Ganjar Pranowo lebih menyoroti soal kesejahteraan guru yang solusinya adalah peningkatan gaji guru dan solusi untuk peningkatan mutu adalah dengan pemanfaatan teknologi. Padahal pemanfaatan teknologi untuk peningkatan kompetensi guru juga sudah merupakan terobosan lama yang dilakukan oleh pemerintah saat ini.
Baca juga: Prabowo janji perbaiki gaji guru dan honorer
Sedangkan rencana Ganjar untuk meningkatkan gaji justru dikhawatirkan akan menciptakan kesenjangan yang semakin besar karena masalah guru hari ini adalah status honorer yang masih rapuh.
Menurut Ubaid, status guru perlu diperjelas terlebih dahulu, barulah menaikkan gaji sehingga tidak terjadi peningkatan gap yang besar.
Ia menyebutkan di Jakarta saja masih terdapat guru di sekolah negeri yang memiliki gaji hanya Rp300.000 dan fenomena ini turut terjadi di daerah-daerah seluruh Indonesia.
“Ini semua terjadi karena dari sisi statusnya saja tidak jelas, masih honorer. Karena itu mereka rentan diupah murah, bahkan tidak digaji,” kata Ubaid.
Baca juga: Cek fakta, benarkah Ganjar menggaji guru honorer SMA/SMK di Jateng sesuai UMP ditambah 10 persen?
Pewarta: Astrid Faidlatul Habibah
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2024
Tags: