Jakarta (ANTARA) - Jaringan Pondok Pesantren Ramah Anak (JPPRA) menyayangkan nimimnya pembahasan isu penanganan dan pencegahan kekerasan seksual oleh tiga calon presiden dalam debat ke-5 pada Minggu (4/2).

Sekretaris Nasional (Seknas) JPPRA Agung Firmansyah menilai hal itu menandakan para capres belum memberi perhatian khusus sebagai isu nasional terkait maraknya kasus kekerasan seksual.

Padahal, kata dia, data dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) dalam situs Simfoni-PPA menunjukkan tren yang memprihatinkan.

"Data 2023 menunjukkan sebanyak 29.883 kasus dengan jumlah korban tertinggi dialami perempuan yakni sebanyak 26.161 kasus. 18 ribu kasus di antaranya terjadi di dalam lingkungan rumah tangga, dan 1.788 kasus terjadi di sekolah," ujar Agung dalam keterangannya di Jakarta, Senin.

Menurutnya, dari jumlah kasus tersebut baru 6.718 kasus yang telah memperoleh bantuan hukum dan 3.066 kasus yang sudah diproses penegakan hukum.

Baca juga: Cek fakta, Anies Baswedan klaim 15 juta orang jadi korban kekerasan seksual
"Jumlah tersebut harus dilihat sebagai individu, bukan semata-mata angka statistik belaka. Puluhan ribu orang tersebut memerlukan penanganan yang serius oleh negara," ujarnya.

Namun di sisi lain, kata Agung, sejumlah masyarakat telah bergerak secara swadaya untuk menekan angka kekerasan seksual.

Gerakan ini pada umumnya berangkat dari keprihatinan atas peristiwa-peristiwa nahas yang terjadi di dalam ruang lingkupnya, baik dalam lembaga pendidikan, buruh migran, maupun sektor lainnya.
"Ini adalah peluang yang hendaknya disambut pemerintah untuk berkolaborasi dengan mereka, sehingga Pemerintah dapat mengatasi problem sosial tersebut secara lebih efektif dan komprehensif dengan keterlibatan masyarakat," katanya.

Baca juga: Kemendikbudristek sebut satuan pendidikan darurat tindak kekerasan
Baca juga: KemenPPPA : Cegah kekerasan seksual melalui pengasuhan layak pada anak