Kontras: aduan HAM ke parlemen terganjal kepentingan
Catatan 100 Orang Korban Penyiksaan. Koordinator Komisi untuk Orang Hilang memberikan keterangan kepada wartawan mengenai Laporan Situasi Tindak Kekerasan dan Penyiksaan di Indonesia di kantor Kontras, Jakarta, Jumat (28/6). Kontras mencatat sebanyak 100 orang korban tindak penyiksaan yang terjadi di Indonesia dari total 204 korban yang luka dalam kurun waktu Juli 2012 sampai dengan Juni 2013 dan jumlah kasus tahun 2013 tidak jauh berbeda dengan di tahun 2012, dimana KontraS mencatat jumalah korban atas praktik penyiksaan 243 orang dari 86 peristiwa.(ANTARA FOTO/Reno Esnir)
"Permasalahan HAM yang kami adukan sering terbentur berbagai kendala. Mekanismenya terlalu bersifat politis dan tidak bersifat penegakkan HAM," kata Haris di Jakarta, Senin.
Dia menengarai para legislator lebih sering menggunakan logika politik bukan penegakan hak asasi manusia (HAM).
"Memang banyak politisi yang ahli dalam permasalahan HAM tapi terkadang tidak bergerak cepat dalam menangani permasalahan HAM seperti konflik sosial," kata dia.
Ia mengakui pernah mengadukan permasalahan HAM akan tetapi tindak lanjutnya lambat.
"Saya pikir DPR terlalu berkutat pada pembuatan regulasi. Padahal produk yang mereka keluarkan sudah cukup untuk mengatur tentang HAM."
Haris Azhar lebih menekankan pentingnya penyelenggaraan negara untuk penerapan dan pengawasan regulasi.
"Undang-undang itu tidak akan pernah sempurna terlebih jika hukum yang diciptakan tidak ada penerapannya. Variabelnya ada pada manusianya sendiri apakah mau menerapkan peraturan itu dan tentu saja pengawasannya yang terpadu," katanya menjelaskan.
Baginya, hukum di Indonesia di atas kertas sudah mengatur masyarakat secara baik dan tidak bisa diciptakan sempurna. Terdapat aspek lain yang bisa membuatnya lebih baik yaitu pelaksanaan hukum dan infrastrukturnya.
"Penyempurnaan hukum itu akan sulit karena dia itu ibarat air laut yang tidak memberikan penawar rasa haus. Justru setelah meminum air laut kita akan semakin merasakan haus," kata dia. (A061/Z002)
Pewarta: Anom Prihantoro
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2013