Palembang (ANTARA News) - Perajin tahu dan tempe di Kota Palembang, Sumatera Selatan berhenti berproduksi karena biaya produksi semakin tinggi akibat melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat akhir-akhir ini.

"Hari ini kegiatan produksi dihentikan sementara karena harga kedelai masih tinggi di atas Rp9.000 per kilogram atau melampaui batas harga keekonomian untuk usaha maksimal Rp8.750 per kg," kata Sumi, perajin tahu dan tempe yang biasa memasok tahu di pasar tradisional Sekip Ujung Palembang, Senin.

Menurut Sumi, dia dan sejumlah rekan sesama perajin tahu dan tempe, menghentikan produksi sebagai bentuk aksi protes kepada pemerintah agar segera memberikan solusi atas masalah tingginya harga kedelai.

Dalam kondisi harga bahan baku yang tinggi, tidak mungkin bisa menjalankan usaha dengan baik dan mendapatkan keuntungan yang sesuai.

Memaksakan terus berproduksi sama saja dengan mempercepat gulung tikar karena biaya produksi tidak bisa ditutupi dengan hasil penjualan yang juga turun akibat harga naik.

Melalui aksi menghentikan kegiatan produksi sementara itu, diharapkan memberikan dampak positif bagi perajin tahu dan tempe, katanya.

Sementara perajin tahu laijnnya, Merry, yang biasa memasok hasil produksinya di pasar Palima/KM 5 Palembang, melemahnya nilai tukar rupiah dalam waktu cukup lama, mengakibatkan "membengkaknya" biaya produksi karena bahan baku utama kedelai adalah barang impor.

Harga kacang kedelai yang semula dalam kondisi normal sekitar Rp7.000 per kg, sebulan terakhir beberapa kali naik hingga Rp1.000 per kg, dan bahkan sekarang melampaui batas keekonomian Rp9.000 ke atas per kilogram.

Untuk mencegah timbulnya kerugian yang lebih besar, mulai hari ini hingga beberapa hari ke depan, dia menghentikan kegiatan produksi tahu.

"Hari ini tidak ada pasokan tahu dan tempe dari agen, kurang jelas juga apa penyebabnya, Minggu kemarin masih dipasok namun pagi ini tidak ada yang mengirim," ujar Misna, pedagang sayuran.