Wonosobo (ANTARA News) - Rapat pleno PBNU di Wonosobo, Jateng, Minggu, sepakat untuk mengganti pola penentuan pimpinan NU di semua tingkatan dari pemilihan langsung menjadi penunjukan oleh ahlul halli wal aqdi atau permusyawaratan ulama yang diberi otoritas mengambil keputusan.

Usul agar pergantian ketua NU melalui sistem ahlul halli wal aqdi diajukan komisi organisasi dan komisi rekomendasi. Seluruh peserta rapat pleno yang digelar di Kampus Universitas Sains Al Qur`an Wonosobo menyetujui usul tersebut.

Sebelumnya, anggota komisi rekomendasi Abdul Wahid memaparkan bahwa sistem pemilihan langsung untuk menentukan ketua NU tidak menguntungkan karena membuka peluang NU dipimpin oleh orang-orang yang sebenarnya tidak memahami NU.

"Banyak pengurus di tingkat cabang dan wilayah yang tidak kenal NU, sejarah NU," katanya.

Selain itu, kata Wahid, sistem ahlul halli wal aqdi juga sesuai dengan tradisi di NU yang mengutamakan tokoh yang lebih senior dan lebih alim untuk menjadi pemimpin.

Sistem pemilihan pemimpin NU secara langsung melalui pemungutan suara dimulai sejak NU menjadi partai politik pada tahun 1950-an dan keterusan hingga sekarang.

Rancangan penerapan sistem shlul halli wal aqdi akan dikaji oleh tim khusus yang dibentuk oleh PBNU. Diharapkan pada saat musyawarah nasional (Munas) atau muktamar yang akan datang sudah menjadi rumusan yang siap disahkan.

Selain ahlul halli wal aqdi, sidang pleno penetapan hasil sidang-sidang komisi yang dihadiri pengurus lengkap, termasuk KH Sahal Mahfudh, KH Musthofa Bisri, KH Said Aqil Siroj, juga menyepakati perlunya restrukturisasi organisasi sebagai kelanjutan dari keputusan kembali ke Khittah NU 1926.

Struktur organisasi NU selama ini paralel dengan sistem administrasi pemerintahan, mulai dari pusat, provinsi, kabupaten, dan kecamatan. Restrukturisasi dimaksud akan mengubah struktur ini. Struktur organisasi diusulkan berbasis jumlah warga dan program.
(S024/A011)