Polisi Tulungagung gagalkan penyelundupan ratusan imigran gelap
7 September 2013 09:50 WIB
Petugas sedang mengawal sejumlah Imigran saat dievakuasi dari Berumbun, Tanggung Gunung, Tulungagung, Jawa Timur, Sabtu (7/9). Sebanyak 120 imigran gelap asal Myanmar, Turki, Yaman, Somalia dan Irak tersebut pencari suaka yang akan menuju Australia tersebut ditangkap saat akan berlayar dipantai Brumbun. (ANTARA FOTO/Sahlan Kurniawan)
Tulungagung (ANTARA News) - Kepolisian Tulungagung, Jawa Timur menggagalkan penyelundupan seratusan lebih imigran gelap (pengungsi) dari berbagai negara di kawasan Timur Tengah, Asia Selatan, serta Afrika.
Para pengungsi yang mayoritas berasal dari Somalia, Srilanka, Irak, Iran, dan sebagian Myanmar tersebut digerebek polisi pada Sabtu dinihari, sekitar pukul 03.00 WIB, sesaat setelah tiba di sekitar Pantai Brumbun, Kecamatan Tanggunggunung, Kabupaten Tulungagung.
Sejumlah imigran mengaku berniat menyeberang ke Pulau Cristmast, Australia dengan menggunakan kapal nelayan yang telah dicarter bersama melalui agensi gelap dengan nilai pembayaran jasa bervariasi, sekitar Rp20 juta hingga Rp30 juta per orang.
"Kami berangkat Cisarua, Bogor pada Kamis (5/9) sekitar pukul 24.00 WIB menumpang tiga bus ekonomi dengan tujuan ke sini (Pantai Brumbun, Tulungagung)," kata Thaviantharan Thusyandhan (22), salah seorang pengungsi asal Srilanka dalam bahasa campuran Indonesia-Inggris.
Dikatakan, mereka melakukan perjalanan sekitar 26 jam untuk sampai di Pantai Brumbun.
Belum sempat mereka mendapat kapal yang akan mengangkut menuju Australia, para imigran atau pengungsi yang rata-rata mengaku memilih migrasi ke luar negeri karena alasan ketidakstabilan ekonomi, politik dan keamanan di negara masing-masing itu keburu ditangkap kepolisian Indonesia.
"Kami semua punya surat-surat resmi dari UNHCR (United Nations High Commissioner for Refugees), kenapa ditangkap. Kami tidak mau berurusan dengan polisi, kami tidak mau dipenjara," kata Basyra Ali, pengungsi asal Iran.
Basyra dan sejumlah imigran lain sempat berusaha kabur dari Mapolres Tulungagung lantaran tidak mau dimasukkan rumah detensi imigrasi (rudenim) yang disebutnya sebagai "penjara".
Upaya itu berhasil digagalkan polisi, karena tak semua pengungsi mengikuti provokasi Basyra dan kawan-kawan.
Belum ada keterangan resmi yang disampaikan kepolisian atas penggerebekan 120-an imigran asal Timteng, Asia Selatan, serta Afrika tersebut.
Wakapolres Tulungagung, Kompol Indra Lutrianto Astomo mengatakan para pengungsi yang akan diselundupkan ke Australia tersebut masih dalam proses pendataan.
"Tunggu sampai pendataan dan pemeriksaan selesai, nanti Kapolres yang akan memberikan keterangan," jawabnya.
Sumber internal intelijen kepolisian menyebutkan bahwa pergerakan 120-an pengungsi atau imigran gelap dari berbagai negara di Afrika, Timteng, serta Asia Selatan telah terdeteksi sejak mereka berangkat dari sebuah rumah penampungan di Cisarua, Bogor dengan tujuan Tulungagung.
Para pengungsi yang mayoritas berasal dari Somalia, Srilanka, Irak, Iran, dan sebagian Myanmar tersebut digerebek polisi pada Sabtu dinihari, sekitar pukul 03.00 WIB, sesaat setelah tiba di sekitar Pantai Brumbun, Kecamatan Tanggunggunung, Kabupaten Tulungagung.
Sejumlah imigran mengaku berniat menyeberang ke Pulau Cristmast, Australia dengan menggunakan kapal nelayan yang telah dicarter bersama melalui agensi gelap dengan nilai pembayaran jasa bervariasi, sekitar Rp20 juta hingga Rp30 juta per orang.
"Kami berangkat Cisarua, Bogor pada Kamis (5/9) sekitar pukul 24.00 WIB menumpang tiga bus ekonomi dengan tujuan ke sini (Pantai Brumbun, Tulungagung)," kata Thaviantharan Thusyandhan (22), salah seorang pengungsi asal Srilanka dalam bahasa campuran Indonesia-Inggris.
Dikatakan, mereka melakukan perjalanan sekitar 26 jam untuk sampai di Pantai Brumbun.
Belum sempat mereka mendapat kapal yang akan mengangkut menuju Australia, para imigran atau pengungsi yang rata-rata mengaku memilih migrasi ke luar negeri karena alasan ketidakstabilan ekonomi, politik dan keamanan di negara masing-masing itu keburu ditangkap kepolisian Indonesia.
"Kami semua punya surat-surat resmi dari UNHCR (United Nations High Commissioner for Refugees), kenapa ditangkap. Kami tidak mau berurusan dengan polisi, kami tidak mau dipenjara," kata Basyra Ali, pengungsi asal Iran.
Basyra dan sejumlah imigran lain sempat berusaha kabur dari Mapolres Tulungagung lantaran tidak mau dimasukkan rumah detensi imigrasi (rudenim) yang disebutnya sebagai "penjara".
Upaya itu berhasil digagalkan polisi, karena tak semua pengungsi mengikuti provokasi Basyra dan kawan-kawan.
Belum ada keterangan resmi yang disampaikan kepolisian atas penggerebekan 120-an imigran asal Timteng, Asia Selatan, serta Afrika tersebut.
Wakapolres Tulungagung, Kompol Indra Lutrianto Astomo mengatakan para pengungsi yang akan diselundupkan ke Australia tersebut masih dalam proses pendataan.
"Tunggu sampai pendataan dan pemeriksaan selesai, nanti Kapolres yang akan memberikan keterangan," jawabnya.
Sumber internal intelijen kepolisian menyebutkan bahwa pergerakan 120-an pengungsi atau imigran gelap dari berbagai negara di Afrika, Timteng, serta Asia Selatan telah terdeteksi sejak mereka berangkat dari sebuah rumah penampungan di Cisarua, Bogor dengan tujuan Tulungagung.
Pewarta: Slamet Agus Sudarmojo
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2013
Tags: