"Kalau mengandalkan benih konvensional saja, petani akan sulit bertahan menghadapi perubahan iklim ataupun organisme pengganggu tumbuhan (OPT) yang akan selalu ada, dan hal-hal ini akan menyebabkan penurunan hasil panen dari petani," katanya di Jakarta, Jumat.
Menurutnya peningkatan pendapatan ini bisa terjadi dikarenakan benih bioteknologi mempunyai sifat yang lebih unggul seperti adaptif terhadap perubahan cuaca ekstrem, memiliki ketahanan yang lebih tinggi terhadap hama dan penyakit dibandingkan benih tanaman pangan yang konvensional. Sehingga hal ini bisa mengurangi biaya operasional pertanian (agricultural input).
Ia menyampaikan selain bisa membantu petani untuk mendapatkan kualitas hidup yang lebih baik dengan peningkatan produktivitas dan pendapatan, benih tanaman pangan hasil rekayasa genetik itu juga bisa menjaga kualitas hidup masyarakat dan lingkungan sekitar dikarenakan dapat meminimalisasi penggunaan pestisida berbahaya.
“Bisa dibayangkan keuntungan yang akan didapat jika masyarakat kita lebih terbuka terhadap inovasi teknologi dan tidak mudah termakan dengan mitos yang beredar,” kata Antonius.
Sebelumnya Asosiasi Nirlaba Pertanian CropLife Indonesia mengasumsikan adanya peningkatan produksi jagung nasional sebanyak 10 persen apabila benih bioteknologi diterapkan di Indonesia.
Selain itu Kementerian Pertanian (Kementan) pada tahun 2023 sudah merilis 10 produk tanaman pangan hasil rekayasa genetik, dengan rincian tujuh di antaranya benih jagung, serta tiga benih tebu.
Baca juga: CropLife: Benih bioteknologi diperlukan guna perkuat ketahanan pangan
Baca juga: Bioteknologi jadi solusi alternatif untuk penuhi kebutuhan pangan
Baca juga: CropLife: Benih bioteknologi diperlukan guna perkuat ketahanan pangan
Baca juga: Bioteknologi jadi solusi alternatif untuk penuhi kebutuhan pangan