Jakarta (ANTARA) - Ketua Umum Asosiasi UMKM Indonesia (AKUMINDO) Harris Sofyan Hardwin dalam sebuah diskusi di Jakarta, Selasa, menyatakan bahwa sebuah survei mencatat sebanyak hampir 50 persen konsumen memilih berbelanja secara daring karena menghemat waktu dan tenaga.

"Lebih menghemat waktu karena konsumen tidak perlu keluar rumah. Tidak perlu bermacet-macetan khususnya mereka yang tinggal di Jabodetabek, dan mudah untuk membandingkan harga. Selain itu, barang yang dijual beragam dengan perbandingan harga lebih baik karena sekarang di niaga-el masing-masing toko sudah menetapkan harga," tutur Harris.

Harris menjelaskan bahwa dalam sebuah survei yang dilakukan bersama Institute For Development of Economics and Finance (INDEF) pada tahun 2022, tercatat sebanyak 88 persen pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) mengalami peningkatan pendapatan, kemudian sebanyak 82 persen menyatakan mendapatkan jangkauan pelanggan yang lebih luas.

Baca juga: GDP catat tren minat konsumen gemari belanja daring sekaligus luring

"Selain itu, pelaku UMKM menyatakan jumlah orderan mereka meningkat dan jumlah pelanggan bertambah. Ada juga beberapa UMKM yang menyatakan bahwa jumlah toko mereka meningkat, sejalan dengan meningkatnya jumlah karyawan sehingga hal ini menjadi salah satu pembuka lapangan pekerjaan," papar Harris.

Lebih lanjut dia menuturkan bahwa pandemi COVID-19 telah mengubah perilaku konsumen yang tadinya pergi berbelanja ke toko menjadi berbelanja dari rumah dengan menggunakan gawai pintar.

"Tinggal klik, barang datang sampai ke rumah. Pengguna niaga-el di Indonesia sebelum adanya COVID tercatat sekitar 93 juta pengguna aktif. Setelah COVID, angkanya meningkat menjadi 118 juta pada tahun 2019. Data yang kami dapatkan dari Kementerian Komunikasi dan Informatika terdapat sekitar 196,4 juta pengguna niaga-el di Indonesia pada akhir 2023," ungkap dia.

Baca juga: Dekranas beri pelatihan pemanfaatan platform digital kepada UMKM

Mengutip data dari Bank Indonesia, perkembangan atau tren belanja daring pada sektor niaga-el cukup lumayan tinggi. Nilai transaksi pada tahun 2018 sebelum COVID mencapai hanya sekitar Rp106 triliun. Tetapi setelah pandemi atau tahun 2019, angka tersebut mengalami kenaikan dua kali lipat yaitu mencapai Rp206 triliun.

"Kemarin pada 12.12, nilai transaksi niaga-el mencapai Rp533 triliun yang merupakan peningkatan signifikan. Dari pihak BI berharap terus ada peningkatan karena hal ini juga didukung faktor pengguna niaga-el yang semakin hari juga meningkat," kata Harris menutup penjelasan.

Baca juga: Gerai luring diajak terhubung komunitas belanja kets lokal di JSH 2023