Jakarta (ANTARA) - Sekitar empat dekade lalu, tepatnya 28 Januari 1985, lebih dari 40 penyanyi terkemuka di Amerika Serikat berkumpul di sebuah studio rekaman untuk merekam lagu "We Are The World".

Artis berkaliber seperti Lionel Richie, Michael Jackson, Quincy Jones, Cyndi Lauper, hingga Bruce Springsteen membawakan lagu yang intinya berisi ajakan guna berdonasi untuk membantu mengatasi wabah kelaparan di Afrika, khususnya di Ethiopia.

Hasilnya, satu tahun setelah dirilisnya album "We Are The World", terhimpun dana hingga 44,5 juta dolar AS untuk dana kemanusiaan bagi Afrika, sehingga sedikit banyak juga berkontribusi untuk mengatasi tragedi kelaparan yang merenggut hingga 1 juta jiwa di Ethiopia itu.

Ironisnya, pada tahun 2024 ini, Israel malah mengajak berbagai negara guna menghentikan pendanaan ke Badan PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA).

Menteri Luar Negeri Israel, Israel Katz, melalui platform X mendesak banyak negara menghentikan pendanaan bagi UNRWA karena tudingan bahwa UNRWA memiliki hubungan dengan Hamas hingga memberikan perlindungan bagi teroris serta membantu melanggengkan kekuasaan Hamas.

Selain itu, Katz juga mendesak agar pimpinan UNRWA dipecat, dilakukan penyelidikan menyeluruh, dan UNRWA harus diganti dengan lembaga-lembaga lain yang "berdedikasi kepada perdamaian dan pembangunan yang sesungguhnya".

Israel sepertinya lupa mengenai pernyataan dari Dirjen Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Tedros Adhanom Ghebreyesus yang menulis di X bahwa kelaparan kini sedang melanda dan tengah terjadi di Gaza.

Tedros mengungkapkan bahwa sekitar empat dari lima keluarga di Gaza utara dan separuh keluarga yang mengungsi di wilayah selatan tidak makan siang dan malam selama berhari-hari.

Tidak hanya WHO, Badan PBB Program Pangan Dunia (WFP) juga telah memperingatkan bahwa jumlah orang di Gaza yang menghadapi bencana kelaparan telah mencapai empat kali lipat lebih tinggi dibandingkan mereka yang menghadapi kondisi serupa di seluruh dunia.

WFP mengingatkan bahwa risiko kelaparan di Gaza meningkat setiap harinya, dunia tidak bisa hanya berdiam diri dan menyaksikan tragedi ini.

UNRWA sendiri bukannya tidak diam terhadap tudingan Israel. Mereka telah memecat sejumlah pegawai yang diduga terlibat tuduhan itu, serta telah membuka penyelidikan terkait dengan tudingan tersebut.

Komisioner Jenderal Badan PBB untuk Urusan Pengungsi Palestina (UNRWA) Philippe Lazzarini dengan jelas telah mengemukakan kepada sejumlah media bahwa dirinya "telah mengambil keputusan untuk segera mengakhiri kontrak para anggota staf ini dan meluncurkan penyelidikan untuk mengungkap kebenaran tanpa penundaan."

Hamas juga telah membantah tuduhan Israel, dan menyatakan bahwa sebenarnya tujuan dari Israel adalah untuk mencegah pemberian bantuan kepada masyarakat di Jalur Gaza "yang menjadi sasaran genosida" negara Zionis itu.

Tanpa bukti kuat

Harus dicatat pula bahwa Menlu Israel mengemukakan tudingan tersebut kepada UNRWA di platform X tanpa memberikan bukti yang kuat kepada publik agar dapat diteliti secara luas dan saksama oleh berbagai pakar yang independen.

Namun, sebagai "anak emas" sejumlah negara, tentu saja rengekan negara Zionis itu harus segera ditanggapi.

Sontak, berbagai negara kroni Israel mengumumkan kepada masyarakat global bahwa mereka menangguhkan pendanaan kepada UNRWA.

Menurut data dari situs unwatch.org pada 29 Januari 2024, pendonor terbesar kepada UNRWA pada 2023 adalah AS dan negara-negara Uni Eropa, yang berkontribusi 865 miliar dolar AS atau sekitar 75 persen dari anggaran UNRWA yang berjumlah sebesar 1,16 miliar dolar AS.

Sedangkan sejumlah negara yang telah atau berencana menangguhkan pendanaan kepada UNRWA, berdasarkan situs tersebut, adalah Amerika Serikat, Jerman, Jepang, Prancis, Swiss, Kanada, Inggris, Belanda, Australia, Italia, Austria, Finlandia, Islandia, Rumania, dan Estonia.

Menghadapi "kekompakan" berbagai negara itu untuk menyetop aliran dana yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat Gaza yang tengah menderita saat ini, Sekjen PBB Antonio Guterres berencana bakal bertemu dengan para donatur utama UNRWA.

Pertemuan itu dijadwalkan akan digelar di markas besar PBB di New York, Selasa ini.

Juru Bicara Sekjen PBB Stephane Dujarric mengingatkan pula bahwa bahwa masa depan UNRWA dan jutaan orang yang sangat bergantung pada badan PBB itu menjadi sangat suram.

Apalagi, harus diingat bahwa UNRWA juga tidak hanya bekerja di Gaza, tetapi juga membantu warga di Yerusalem Timur di Tepi Barat serta di Yordania, Lebanon, hingga Suriah.

Seperti diketahui, UNRWA adalah badan PBB yang membantu mengatasi permasalahan dan pembangunan dari para pengungsi Palestina.

UNRWA mempekerjakan hingga 30.000 orang, sebagian besar adalah pengungsi Palestina (yang tentu saja, tanah airnya telah direnggut oleh Israel)

Mandat dari UNRWA mencakup penyediaan bantuan pendidikan, kesehatan, serta layanan sosial kepada pengungsi di lima daerah, yaitu Yordania, Lebano, Suriah, Jalur Gaza dan Tepi Barat.

Terkejut

Pernyataan dari UNRWA dalam laman resminya menyatakan sangat terkejut melihat penangguhan dana sebagai reaksi terhadap tuduhan terhadap sekelompok kecil staf, terutama mengingat tindakan segera yang diambil UNRWA dengan mengakhiri kontrak mereka dan meminta penyelidikan independen yang transparan.

UNRWA mengemukakan bahwa Kantor Layanan Pengawasan Internal PBB (OIOS), otoritas investigasi tertinggi dalam sistem PBB, telah menangani masalah yang sangat serius ini.

Pernyataan itu juga menyebutkan bahwa UNRWA adalah lembaga kemanusiaan utama di Gaza, dengan lebih dari 2 juta orang bergantung pada lembaga tersebut untuk kelangsungan hidup mereka.

"Banyak yang kelaparan karena jam terus berdetak menuju bencana kelaparan yang akan datang. Badan ini mengelola tempat penampungan bagi lebih dari 1 juta orang dan menyediakan makanan serta layanan kesehatan dasar bahkan saat puncak pertikaian," lanjutnya.

UNRWA menyatakan bahwa akan sangat tidak bertanggung jawab jika memberikan sanksi kepada suatu badan dan seluruh komunitas yang dilayaninya karena tuduhan tindakan kriminal terhadap beberapa individu, terutama pada saat terjadi perang, pengungsian dan krisis politik di wilayah tersebut.

Terungkap dalam pernyataan itu bahwa sebenarnya UNRWA telah membagikan daftar seluruh stafnya dengan negara tuan rumah setiap tahun, termasuk Israel. UNRWA menyatakan tidak pernah menerima kekhawatiran apa pun mengenai anggota staf tertentu, termasuk dari Israel.

Untuk itu, UNRWA mendesak negara-negara yang telah menangguhkan pendanaan mereka untuk mempertimbangkan kembali keputusan mereka sebelum UNRWA terpaksa menunda respons kemanusiaannya.

Prihatin dan marah

Sejumlah lembaga kemanusiaan di berbagai penjuru dunia juga telah mempertanyakan keputusan pemerintah sejumlah negara yang begitu saja menangguhkan pendanaan bagi UNRWA.

Rilis yang ditandatangani sebanyak 21 lembaga kemanusiaan dari seluruh dunia dan diterbitkan pada 29 Januari 2024 menyatakan bahwa sebagai organisasi pemberi bantuan kemanusiaan, mereka sangat prihatin dan marah karena beberapa donor terbesar bersatu untuk menangguhkan pendanaan untuk UNRWA, penyedia bantuan utama bagi jutaan warga Palestina di Gaza dan wilayah tersebut. Hal ini terjadi di tengah bencana kemanusiaan yang memburuk dengan cepat di Gaza.

Disebutkan pula bahwa penangguhan pendanaan oleh negara-negara donor akan berdampak pada bantuan penyelamatan jiwa bagi lebih dari dua juta warga sipil, lebih dari setengahnya adalah anak-anak, yang bergantung pada bantuan UNRWA di Gaza. Penduduknya menghadapi kelaparan, ancaman kelaparan dan wabah penyakit akibat pemboman terus-menerus yang dilakukan Israel dan perampasan bantuan yang terjadi secara disengaja di Gaza.

Pernyataan itu mengingatkan bahwa 152 staf UNRWA telah tewas dan 145 fasilitas UNRWA rusak akibat pemboman serta UNRWA adalah lembaga kemanusiaan terbesar di Gaza dan pemberian bantuan kemanusiaan mereka tidak dapat digantikan oleh lembaga lain yang bekerja di Gaza.

Jika penangguhan pendanaan ini tidak dicabut, maka berbagai lembaga kemanusiaan itu menuturkan adanya potensi terjadinya kehancuran total dari bantuan kemanusiaan yang sudah dibatasi di Gaza.

Mungkin perlu untuk diingatkan kepada para pemerintah negara pendonor yang menangguhkan bantuan pendanaan bagi UNRWA mengenai penggalan lirik dari lagu "We Are The World", yaitu "We are the ones who make a brighter day, so let's start giving. There's a choice we're making..." ("Kitalah yang dapat membuat hari lebih cerah, jadi marilah kita mulai memberi. Ada pilihan yang dapat kita buat...")