Tim Khofifah-Herman temukan kecurangan Pilkada Jatim
Rekapitulasi Perhitungan Suara Pilgub Petugas dari Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) membacakan rekapitulasi saat Rapat Pleno Terbuka Rekapitulasi hasil perhitungan suara di tingkat Kabupaten dalam Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Provinsi Jawa Timur Tahun 2013 di KPUD Jombang, Jawa Timur, Selasa (3/9). Dari hasil rekapitulasi perhitungan perolehan suara di tingkat Kabupaten Jombang pasangan Cagub-Cawagub nomor urut 1 Soekarwo-Saifullah Yusuf memperoleh suara sebanyak 250.234 suara (45,55 %), pasangan Cagub-Cawagub nomor urut 2 Eggy Sudjana-M.Sihat 11.662 suara (2,12 %), pasangan Cagub-Cawagub nomor urut 3 Bambang DH-Said Abdullah 52.317 suara (9,52 %) dan pasangan Cagub-Cawagub nomor urut 4 Khofifah Indar Parawansa-Herman S Sumawiredja 235.203 suara (42,81 %). Total suara sah sebanyak 549.416, total suara tidak sah sebanyak 23.137 suara sedangkan DPT di Kabupaten Jombang untuk Pilgub sebanyak 1.001.953 orang pemilih. (ANTARA FOTO/Syaiful Arif)
"Pelanggaran dan kecurangan Pilkada Jatim kali ini sangat beragam, mulai dari keterlibatan aparat desa hingga petugas TPS yang turut mencoblos pasangan tertentu secara berjamaah," kata anggota koordinator tim media Khofifah-Herman, Ahmad Millah Hasan di Surabaya, Rabu.
Selain itu, kata penulis buku "Melawan Pembajakan Demokrasi" itu, pihaknya juga menemukan kasus surat suara dicoblos sendiri oleh aparat desa, C-6 (undangan pencoblosan) yang tak dibagikan ke pemilih.
"Marak juga penyalahgunaan kekuasaan untuk menggiring pemilih untuk mencoblos pasangan tertentu. Kalau Pilkada Jatim 2008 hanya masalah DPT (daftar pemilih tetap) yang paling heboh, sehingga Ketua KPU Jatim saat itu sempat menjadi tersangka atas dugaan itu," ucapnya.
Menurut mantan aktivis Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) dan Ikatan Pelajar NU (IPNU) itu, Pilkada Jatim 2013 juga diwarnai kinerja KPU yang tak profesional, sehingga jumlah golongan putih sangat besar karena KPU kurang melakukan sosialisasi.
"Itu dosa KPU. Angka golput sangat tinggi karena sosialisasi yang kurang. Satu suara saja bisa menentukan nasib Jawa Timur. KPU harus bertanggung jawab. Parahnya, Bawaslu justru kurang aktif mengawasi pelaksanaan Pilkada Jatim," ujar pemuda asal Paciran, Lamongan itu.
Oleh karena itu, langkah hukum patut dilakukan. "Itu perlu dilakukan agar terang benderang, siapa yang menang dengan cara curang dan siapa yang kalah karena dicurangi. Ini untuk menyelamatkan demokrasi di Jatim," ucapnya, menegaskan.
Baginya, Jawa Timur adalah barometer politik nasional. "Suksesnya penyelenggaraan Pilkada Jatim akan sangat berpengaruh pada penyelenggaraan Pemilu 2014. Jangan-jangan kecurangan Pilkada Jatim ini merupakan eksperimentasi kecurangan yang lebih parah di pemilu mendatang, sebab kasus DPT fiktif juga merebak pada Pemilu 2009," tuturnya.
Senada dengan itu, Ketua Korps PMII Jatim, Athik Hidayatul Ummah menyayangkan ulah pasangan calon Cagub-Cawagub yang menghalalkan segala cara untuk menang. "`Money politic` (politik uang) sangat marak. Kemiskinan dimanfaatkan untuk berbuat curang," tandasnya.
Ia mencontohkan sejumlah daerah mengalami penukaran C-6 dengan mi instan oleh relawan salah satu pasangan. "Jadi, ada orang yang datang ke rumah pemilih dengan membawa mi instan. C-6 ditukar dengan mi instan serta janji uang 20 ribu rupiah," ungkapnya.
Padahal, katanya, semua pasangan Cagub-Cawagub sudah mengikuti deklarasi Pilkada Damai, namun hal itu hanya menjadi catatan di atas kertas, karena di lapangan kecurangan masih marak. "Janji siap menang dan siap kalah seharusnya diikuti dengan permainan yang `fair` di lapangan," tukasnya. (E011/C004)
Pewarta: Edy M Ya`kub
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2013