Kemenkominfo dorong dibuatnya regulasi komprehensif tentang AI
29 Januari 2024 17:53 WIB
Tangkapan layar Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Kominfo Usman Kansong saat menghadiri Forum Diskusi Media bertema "Al dan Keberlanjutan Media" yang digelar luring dan daring, Senin (29/1/2024). (ANTARA/Lia Wanadriani Santosa)
Jakarta (ANTARA) - Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Kominfo Usman Kansong mendorong dibuatnya regulasi komprehensif tentang kecerdasan artifisial (AI) karena pedoman etika (Surat Edaran (SE) Menkominfo No. 9/2023 tentang Etika Kecerdasan Artifisial) sifatnya tidak memaksa.
Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), imbuh dia, sedang mengolah peraturan presiden tentang kecerdasan artifisial (AI) yang diharapkan nantinya bisa menjadi undang-undang.
"Kita dorong untuk negara ini membuat regulasi (tentang AI). Sudah dirintis oleh BRIN. BRIN sedang menggodok Perpres tentang AI," kata dia dalam Forum Diskusi Media bertema "Al dan Keberlanjutan Media" yang digelar daring dan luring di Jakarta, Senin.
Baca juga: Wamenkominfo: Penyiapan Perpres AI perlu untuk payung hukum lebih kuat
Menurut Usman, upaya BRIN dalam menyusun peraturan presiden ini tepat, mengingat Indonesia saat ini sudah memiliki Strategi Nasional Kecerdasan Artifisial tahun 2020-2045 yang salah satu poin di dalamnya membahas tentang etika dan kebijakan.
"Pas sekali kalau BRIN mulai menyusun, bentuknya Perpres saja dulu. Jadi sama, meniru Publisher Right kelihatannya. Di masa depan tentu kita berharap ini berbentuk undang-undang. Tapi jangan terlalu lama," ujar dia.
Dia lalu mengatakan Uni Eropa beberapa waktu lalu menyepakati undang-undang tentang kecerdasan artifisial yang akan berlaku tahun 2026. Aturan ini nantinya mengharuskan kecerdasan buatan seperti ChatGPT dan lainnya mematuhi kewajiban transparansi semisal menyertakan nama sumber yang dikutipnya, sebelum dipasarkan.
"UU Uni Eropa tentang AI itu baru berlaku tahun 2026. Dua tahun kemudian yang teknologinya sudah berkembang. Tetapi tidak apa-apa daripada tidak melakukan," kata dia.
Baca juga: Menyusul SE, regulasi khusus untuk atur AI disiapkan
Pembahasan tentang pentingnya regulasi komprehensif tentang AI ini mengemuka salah satunya terkait dengan masalah yang terjadi di dunia digital khususnya media saat ini, yakni saat platform digital mengutip berita-berita dari media konvensional tanpa izin lalu memonetisasinya.
Usman mengatakan, masalah ini belum tentu dapat diatasi dengan Publisher Right atau Hak Penerbit.
"Kalau AI yang melakukan apakah kita bisa menggunakan Publisher Right kalau nanti diundangkan, ditandatangani presiden? Saya kira belum tentu juga karena platform digital memang menggunakan AI. Tetapi perusahaan AI belum tentu mau disebut sebagai perusahaan platform digital," demikian kata dia.
Baca juga: Nezar tekankan perlunya tata kelola AI pastikan pemanfaatan yang aman
Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), imbuh dia, sedang mengolah peraturan presiden tentang kecerdasan artifisial (AI) yang diharapkan nantinya bisa menjadi undang-undang.
"Kita dorong untuk negara ini membuat regulasi (tentang AI). Sudah dirintis oleh BRIN. BRIN sedang menggodok Perpres tentang AI," kata dia dalam Forum Diskusi Media bertema "Al dan Keberlanjutan Media" yang digelar daring dan luring di Jakarta, Senin.
Baca juga: Wamenkominfo: Penyiapan Perpres AI perlu untuk payung hukum lebih kuat
Menurut Usman, upaya BRIN dalam menyusun peraturan presiden ini tepat, mengingat Indonesia saat ini sudah memiliki Strategi Nasional Kecerdasan Artifisial tahun 2020-2045 yang salah satu poin di dalamnya membahas tentang etika dan kebijakan.
"Pas sekali kalau BRIN mulai menyusun, bentuknya Perpres saja dulu. Jadi sama, meniru Publisher Right kelihatannya. Di masa depan tentu kita berharap ini berbentuk undang-undang. Tapi jangan terlalu lama," ujar dia.
Dia lalu mengatakan Uni Eropa beberapa waktu lalu menyepakati undang-undang tentang kecerdasan artifisial yang akan berlaku tahun 2026. Aturan ini nantinya mengharuskan kecerdasan buatan seperti ChatGPT dan lainnya mematuhi kewajiban transparansi semisal menyertakan nama sumber yang dikutipnya, sebelum dipasarkan.
"UU Uni Eropa tentang AI itu baru berlaku tahun 2026. Dua tahun kemudian yang teknologinya sudah berkembang. Tetapi tidak apa-apa daripada tidak melakukan," kata dia.
Baca juga: Menyusul SE, regulasi khusus untuk atur AI disiapkan
Pembahasan tentang pentingnya regulasi komprehensif tentang AI ini mengemuka salah satunya terkait dengan masalah yang terjadi di dunia digital khususnya media saat ini, yakni saat platform digital mengutip berita-berita dari media konvensional tanpa izin lalu memonetisasinya.
Usman mengatakan, masalah ini belum tentu dapat diatasi dengan Publisher Right atau Hak Penerbit.
"Kalau AI yang melakukan apakah kita bisa menggunakan Publisher Right kalau nanti diundangkan, ditandatangani presiden? Saya kira belum tentu juga karena platform digital memang menggunakan AI. Tetapi perusahaan AI belum tentu mau disebut sebagai perusahaan platform digital," demikian kata dia.
Baca juga: Nezar tekankan perlunya tata kelola AI pastikan pemanfaatan yang aman
Pewarta: Lia Wanadriani Santosa
Editor: Siti Zulaikha
Copyright © ANTARA 2024
Tags: