Jakarta (ANTARA News) - Anggota DPR-RI Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Wayan Koster, mengatakan tidak terdapat peningkatan anggaran untuk pembangunan venue Pekan Olahraga Nasional (PON) XVIII Riau di Komisi X DPR.

"Karena PON itu memang menjadi tanggung jawab pemerintah pusat yang harus membiayai dari APBN," kata Wayan selepas diperiksa Tim Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai saksi dalam kasus suap pelaksanaan lanjutan pekerjaan venue PON XVIII Riau di Gedung KPK Jakarta, Selasa.

Anggota Komisi X DPR itu mengklaim telah memberikan keterangan kepada Tim Penyidik KPK sesuai dengan informasi yang dimiliki dan diketahuinya terkait kasus suap yang melibatkan Gubernur nonaktif Riau, Rusli Zainal, sebagai tersangka itu.

"Memang kebetulan pada saat pembahasan anggara PON di Komisi X tahun 2011, saya tidak begitu aktif dalam rapat-rapat sehingga tidak begitu banyak informasi yang juga saya sampaikan," kata Wayan.

Wayan juga membantah telah terjadi lobi-lobi atau pun biaya tambahan di Komisi X DPR RI untuk menambah anggaran pembangunan venue PON XVIII.

"Tidak, tidak ada, tidak ditanya," kata Wayan saat ditanya apakah Tim Penyidik KPK bertanya tentang "fee" dalam penambahan anggaran pembangunan venue PON XVIII.

Wayan mengatakan tidak kenal dan tidak ada pertemuan dengan tersangka Rusli Zainal saat proses anggaran pembangunan venue PON Riau di Komisi X DPR.

Selain Wayan Koster, Tim Penyidik KPK juga memeriksa mantan Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga Pemerintah Provinsi Riau Lukman Abbas dalam kasus yang sama pada Selasa.

Pada Senin (2/9), KPK telah memeriksa mantan anggota Komisi X dari fraksi Partai Demokrat Angelina Sondakh dalam kasus suap PON Riau itu.

Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto menyatakan kasus korupsi PON Riau XVIII tersebut memiliki sejumlah hal yang menarik.

"Ada peningkatan biaya-biaya yang muncul dalam pendanaan PON dan harus meminta konfirmasi dari anggota DPR, itu sebabnya dipanggil orang-orang yang ada di Komisi Olahraga," ungkap Bambang pada Senin (2/9).

Dalam kasus ini, Rusli Zainal menjadi tersangka dengan sangkaan pasal 12 huruf a atau b atau pasal 5 ayat 1 atau pasal 11 Undang-undang No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 jo pasal 55 ayat 1 ke-1 tentang penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji terkait kewajibannya.

Anggota DPR yang juga terkait dengan kasus ini adalah ketua fraksi Partai Golkar sekaligus bendahara umum partai tersebut Setya Novanto dan anggota fraksi Partai Golkar lainnya, Kahar Muzakhir.

Nama dua politisi Golkar tersebut disebut dalam kasus ini pada sidang di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Pekanbaru, mantan Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora) Riau Lukman Abbas mengaku menyerahkan uang 1.050.000 dolar AS (sekitar Rp9 miliar) kepada Kahar Muzakhir sebagai langkah permintaan bantuan PON dari dana APBN Rp290 miliar.