Liga 1 Indonesia
Peri Sandria: Perlu regulasi tambah jam terbang pemain muda di Liga 1
29 Januari 2024 00:32 WIB
Ekspresi pesepak bola Timnas Indonesia setelah kebobolan gol dari Timnas Australia pada babak 16 besar Piala Asia 2023 di Stadion Jassim Bin Hamad, Doha, Qatar, Minggu (28/1/2024). Indonesia kalah dari Australia dengan skor 0-4. ANTARA FOTO/Yusran Uccang/tom.
Medan (ANTARA) - Legenda sepak bola nasional Peri Sandria mengatakan, perlu ada regulasi di Liga 1 Indonesia untuk memastikan penambahan jam terbang pemain muda lokal di liga.
"Pemain muda kita banyak yang berpotensi bagus. Namun, mereka butuh jam terbang, butuh pengalaman," ujar Peri saat dihubungi dari Medan, Minggu.
Penyerang timnas Indonesia saat meraih medali emas SEA Games 1991 itu pun mengingatkan PSSI dan operator liga PT Liga Indonesia Baru (LIB) bahwa skuad Garuda idealnya berisi pemain-pemain berkualitas dari liga.
Menurut Peri, jika kompetisi sulit memberikan peluang kepada pemain lokal terutama yang berusia muda untuk berkembang, tim nasional Indonesia akan semakin bergantung kepada pemain naturalisasi.
Naturalisasi, dia melanjutkan, bukanlah hal buruk selama penerapannya tidak malah mengubur bakat-bakat lokal yang bertebaran di liga.
"Setiap pemain yang berlaga di kompetisi itu motivasinya adalah masuk ke tim nasional. Akan tetapi, bagaimana menjaga motivasi itu kalau pemain-pemain lokal ini tidak diberi kesempatan," kata Peri.
Baca juga: Peri Sandria yakin PSSI bijaksana soal kontrak Shin Tae-yong
Pria yang pernah menjadi pencetak gol terbanyak Liga Indonesia sepanjang masa dalam satu musim dengan 34 gol pada musim 1994-1995, sebelum dipecahkan oleh Sylvano Comvalius di Liga 1 2017 (37 gol), itu lalu menyinggung soal penyerang lokal di timnas Indonesia.
Bagi Peri, masa jaya "striker" lokal di timnas Indonesia terhenti ketika penyerang legendaris Bambang "Bepe" Pamungkas memutuskan untuk gantung sepatu.
Setelah masa "Bepe", Peri menilai tidak pernah ada lagi penyerang lokal yang menonjol. Alasan utamanya, klub-klub lebih memilih menurunkan penyerang asing di liga.
Terakhir kali pemain Indonesia berstatus sebagai penyerang tersubur di Liga Indonesia terjadi tahun 2013, atas nama Boaz Solossa (25 gol). Sementara pemain lokal terakhir yang mampu merebut gelar pemain terbaik liga adalah Ferdinand Sinaga pada tahun 2014.
"Setelah itu, pemain terbaik selalu pemain asing, begitu juga 'top scorer'," tutur Peri.
Sejak kompetisi liga di tanah air bernama Liga 1 Indonesia, tepatnya tahun 2017, sejatinya ada pembatasan terkait jumlah pemain asing di setiap klub.
Namun, dalam prosesnya, kuota pemain asing itu semakin bertambah. Pada Liga 1 Indonesia 2017, format pemain asing yaitu 2+1+1 yang berarti setiap tim berhak mengontrak dua pemain asing dari mana saja, satu pemain Asia dan satu "marquee player" (yang berlaga di Piala Dunia edisi 2006-2014).
Terkini, pada Liga 1 Indonesia 2023-2024, kuota pemain asing bertambah menjadi enam per klub, dengan rincian empat pemain asing dari negara mana pun, satu dari Asia dan satu dari Asia Tenggara.
Baca juga: Shin: pemain butuh pengalaman lebih untuk bersaing di level atas
Baca juga: Perjalanan gemilang Indonesia di Piala Asia dihentikan Australia
"Pemain muda kita banyak yang berpotensi bagus. Namun, mereka butuh jam terbang, butuh pengalaman," ujar Peri saat dihubungi dari Medan, Minggu.
Penyerang timnas Indonesia saat meraih medali emas SEA Games 1991 itu pun mengingatkan PSSI dan operator liga PT Liga Indonesia Baru (LIB) bahwa skuad Garuda idealnya berisi pemain-pemain berkualitas dari liga.
Menurut Peri, jika kompetisi sulit memberikan peluang kepada pemain lokal terutama yang berusia muda untuk berkembang, tim nasional Indonesia akan semakin bergantung kepada pemain naturalisasi.
Naturalisasi, dia melanjutkan, bukanlah hal buruk selama penerapannya tidak malah mengubur bakat-bakat lokal yang bertebaran di liga.
"Setiap pemain yang berlaga di kompetisi itu motivasinya adalah masuk ke tim nasional. Akan tetapi, bagaimana menjaga motivasi itu kalau pemain-pemain lokal ini tidak diberi kesempatan," kata Peri.
Baca juga: Peri Sandria yakin PSSI bijaksana soal kontrak Shin Tae-yong
Pria yang pernah menjadi pencetak gol terbanyak Liga Indonesia sepanjang masa dalam satu musim dengan 34 gol pada musim 1994-1995, sebelum dipecahkan oleh Sylvano Comvalius di Liga 1 2017 (37 gol), itu lalu menyinggung soal penyerang lokal di timnas Indonesia.
Bagi Peri, masa jaya "striker" lokal di timnas Indonesia terhenti ketika penyerang legendaris Bambang "Bepe" Pamungkas memutuskan untuk gantung sepatu.
Setelah masa "Bepe", Peri menilai tidak pernah ada lagi penyerang lokal yang menonjol. Alasan utamanya, klub-klub lebih memilih menurunkan penyerang asing di liga.
Terakhir kali pemain Indonesia berstatus sebagai penyerang tersubur di Liga Indonesia terjadi tahun 2013, atas nama Boaz Solossa (25 gol). Sementara pemain lokal terakhir yang mampu merebut gelar pemain terbaik liga adalah Ferdinand Sinaga pada tahun 2014.
"Setelah itu, pemain terbaik selalu pemain asing, begitu juga 'top scorer'," tutur Peri.
Sejak kompetisi liga di tanah air bernama Liga 1 Indonesia, tepatnya tahun 2017, sejatinya ada pembatasan terkait jumlah pemain asing di setiap klub.
Namun, dalam prosesnya, kuota pemain asing itu semakin bertambah. Pada Liga 1 Indonesia 2017, format pemain asing yaitu 2+1+1 yang berarti setiap tim berhak mengontrak dua pemain asing dari mana saja, satu pemain Asia dan satu "marquee player" (yang berlaga di Piala Dunia edisi 2006-2014).
Terkini, pada Liga 1 Indonesia 2023-2024, kuota pemain asing bertambah menjadi enam per klub, dengan rincian empat pemain asing dari negara mana pun, satu dari Asia dan satu dari Asia Tenggara.
Baca juga: Shin: pemain butuh pengalaman lebih untuk bersaing di level atas
Baca juga: Perjalanan gemilang Indonesia di Piala Asia dihentikan Australia
Pewarta: Michael Siahaan
Editor: Irwan Suhirwandi
Copyright © ANTARA 2024
Tags: