Jakarta (ANTARA News) - Bank Indonesia menyatakan tekanan inflasi mulai mereda pada Agustus ini, pada angka 1,12 persen (mtm) atau 8,79 persen (yoy), setelah mencatat inflasi cukup tinggi pada bulan sebelumnya, sebesar 3,29 persen (mtm) atau 8,61 persen (yoy).

Dalam siaran pers, Selasa malam, BI menyebutkan inflasi tersebut lebih rendah dari perkiraan Survei Pemantauan Harga (SPH) Bank Indonesia dan diperkirakan akan mulai kembali pada pola normalnya mulai September ini.

Tekanan inflasi yang mereda tersebut karena dampak dari kenaikan harga BBM bersubsidi sebagian besar sudah terealisasi di bulan Juli dan adanya koreksi harga paska Idul Fitri.


Tekanan inflasi terutama pada beberapa komoditas hortikultura dan berlanjutnya tekanan harga di bawang merah dan daging sapi sehingga menyebabkan inflasi volatile food masih cukup tinggi yakni mencapai 1,82 persen (mtm) atau 16,53 persen (yoy).

Inflasi kelompok administered prices mencapai 0,62 persen (mtm) atau 15,40 persen (yoy) yang didorong oleh kenaikan tarif angkutan selama periode lebaran dan kenaikan tarif listrik. Sementara itu, inflasi inti mencapai 1,01 persen (mtm) atau 4,48 persen (yoy).

Terkait kinerja eksternal, neraca perdagangan pada Juli 2013 mencatat defisit sebesar 2,3 miliar dolar AS dibandingkan defisit pada Juni 2013 sebesar 0,9 miliar dolar AS.



Defisit neraca perdagangan tersebut sudah diperhitungkan dalam perkiraan Bank Indonesia terkait defisit neraca transaksi berjalan pada Triwulan III-2013 sebesar 3,4 persen dari PDB.

Defisit neraca perdagangan terutama terjadi pada sektor migas yang mencapai 1,86 miliar dolar AS sejalan kebutuhan konsumsi BBM untuk transportasi dalam negeri terkait dengan faktor musiman bulan puasa dan lebaran.



Sementara, defisit pada sektor nonmigas tercatat sebesar 0,45 miliar dolar Amerika Serikat