Jakarta (ANTARA) - Delapan calon anggota legislatif (caleg) DPRD DKI Jakarta menyatakan komitmennya terhadap pengendalian rokok di ruang publik, salah satunya melalui pengesahan Raperda Kawasan Tanpa Rokok (KTR).

Hal itu terungkap dalam "Diskusi Publik Jakarta Tanpa Beban" terkait isu kesehatan publik dan penanganan zat adiktif dengan tema "Youth Voices: Navigating the Health Landscape in Jakarta" di Jakarta, Sabtu (27/1).

Menurut siaran pers yang diterima di Jakarta, Ahad, kedelapan caleg DPRD DKI itu, yakni Idris Ahmad, Christian Rinaldi dan Jovin Kurniawan dari Partai Amanat Nasional (PAN), Manik Marganamahendra dari Partai Persatuan Indonesia (Perindo) dan Musthofa Faruq dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS).

Normansyah dari Partai Gelora Indonesia, Nadia Syifa Widjaksono dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP) serta Sri Gusni Febriasari dari Partai Demokrat.

Jovin Kurniawan mengemukakan bahwa empat tahun memantau Raperda KTR, namun hingga saat ini masih ada di Program Legislasi Daerah (Prolegda) dan tidak ada perkembangan.

Baca juga: DPRD DKI tegaskan harus ada peraturan larangan jual rokok ke anak
Raperda KTR ini sudah menjadi amanat UU Kesehatan. Banyak aliansi masyarakat yang sudah bersuara, fraksi yang sudah menerima audiensi, tapi faktanya justru belum juga dieksekusi. "Itu hal-hal yang ingin saya perjuangkan," kata Jovin.

Sedangkan Idris Ahmad mengatakan, pihaknya akan melobi pimpinan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) DKI Jakarta agar Raperda KTR bisa segera dibahas.

"Caranya harus menang (Pemilu 2024) dahulu. Kesimpulannya melanjutkan konsolidasi dan kalau raperda tidak masuk, bisa dorong dari atas melalui Peraturan Pemerintah (PP)," ujarnya.

Manik Marganamahendra mengatakan, salah satu strategi yang perlu dilakukan adalah legislasi. Yaitu pertama, mendorong agar Raperda KTR juga untuk mengatur penggunaan rokok elektronik.

Kedua, pengawasan agar DKI Jakarta punya komitmen tidak menjual rokok konvensional 200 meter dari sekolah. "Ketiga, alokasi lebih besar pada promotif dan preventif," kata Manik.

Baca juga: Komunitas dorong DKI segera tuntaskan Perda Kawasan Tanpa Rokok
Musthofa Faruq pun sepakat bahwa secara legislasi, ruang KTR dimasukkan sebagai salah satu objek untuk melarang merokok, termasuk untuk "vape" (rokok elektronik).

"Kolaborasi ini menjadi narasi yang harus digaungkan. Karena menjadi orang baik jika sendirian untuk memperjuangkan isu ini tidak ada ada hasilnya," katanya.

Terobosan lain diusulkan Normansyah bahwa harus mendorong peningkatan Kampung Tanpa Rokok. "Saat ini baru ada enam kampung tanpa rokok karena pengawasannya dari masyarakat itu sendiri," kata dia.

Sementara itu, Sri Gusni Febriasari menambahkan bahwa terjadi misinformasi di masyarakat bahwa rokok elektronik dianggap tidak berbahaya seperti rokok konvensional. Padahal tetap dapat memicu berbagai Penyakit Tidak Menular (PTM).

"Selain kita mendorong pengesahan Raperda KTR, perlu kolaborasi legislatif dan eksekutif untuk membuat aturan yang mendukung pelarangan pembelian rokok 'vape', khususnya larangan membeli oleh anak-anak dan remaja di bawah usia 18 tahun," kata Sri Gusni.

Baca juga: Kawasan Tanpa Rokok jadi sorotan dalam pembahasan Propemperda DKI 2020

Panelis dari Forum Warga Kota (FAKTA) Yosua Manalu mengungkapkan bahwa hingga saat ini Raperda KTR DKI Jakarta belum juga disahkan, meskipun rancangan peraturannya sudah hampir setiap tahun masuk ke dalam Program Pembentukan Peraturan Daerah.

Namun, lanjut dia, draf raperda itu seolah "tidak ada" untuk dibahas di Bappeda.

Dalam diskusi itu, panelis dari "Indonesian Youth Council for Tactical Changes" (IYCTC) Ni Made Shellasih menyebutkan banyak negara yang melarang penggunaan rokok elektronik. Rokok elektronik di Indonesia juga telah dikenakan cukai sehingga konsumsinya perlu dikendalikan.

​​​​​​​IYCTC pun meminta komitmen dari caleg-caleg itu dalam meminimalisir penggunaan rokok elektronik, khususnya di DKI Jakarta.
Baca juga: 61 persen warung rokok berada 100 meter dari sekolah di DKI Jakarta