Sutradara muda yang sukses dengan film trilogi The Tarix Jabrix , Iqbal Rais (29 tahun), sudah lebih setahun ini terbaring di rumah sakit. Iqbal menderita kanker leukemia yang sulit disembuhkan.

Semula dia hanya merasa lemas dan sering pusing. Lalu pergi ke dokter di Jakarta. Iqbal dicurigai terkena anemia akut. Dia pun dimasukkan ke rumah sakit. Berbagai obat pun sudah dia minum. Tapi tak kunjung sembuh.

Ketika ayahnya hendak check up ke Malaysia, Iqbal ditawari ikut serta. Sekalian diperiksa di sana. Hasilnya: Iqbal dinyatakan terkena kanker darah. Dan setelah pemeriksaan lebih detil, kankernya sudah menyebar ke sumsum.

Tentu Iqbal tidak ikut pulang ayahnya. Dia meneruskan berobat di sana: dikemo. Ditemani istrinya yang amat tabah. Tapi hampir setahun di sana, tidak ada kemajuan. Rambutnya sudah gundul. Akhirnya balik ke Jakarta. Hidupnya on off antara rumah sakit dan rumah sakit. Juga tidak ada kemajuan. Dia pun mendapat info untuk berobat alternatif di Bali. Dia jalani. Juga tidak memperoleh kemajuan. Agar dekat dengan keluarga akhirnya dia berobat di Surabaya.

Saya terus memonitor keadaannya. Dia memang selalu mengontak saya setelah membaca buku saya Ganti Hati. Ke mana pun pindah berobat dia selalu memberitahu saya. Sebenarnya saya ingin segera mengusulkan cara baru, tapi saya tunggu dulu hasil usaha-usaha yang biasa itu.

Namun karena tidak juga berhasil akhirnya saya beranikan mengusulkan cara baru itu. Tapi bersediakah dia mencoba hal yang masih baru? Akankah dia tahan menderita terus di tempat tidur di rumah sakit? Tidakkah dia berpikir usaha biasa-biasa saja hanya akan terus menjadi beban? Beban untuk dirinya, istrinya, anak tunggalnya yang baru empat tahun, dan beban untuk seluruh keluarganya?

Apalagi, bukankah pengobatan kanker yang mahal itu harus dijalaninya dalam waktu yang panjang?

Mendengar usul saya itu Iqbal semula agak bimbang. Dia bingung dengan rencana pengobatan baru itu. Iqbal belum banyak mendengarnya: transplan stem cell!

Saya terus memberinya pengertian. Juga mengenalkannya dengan tim stem cell Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya dan tim stem cell RSUD dr Sutomo Surabaya. Di Unair ada lab stem cell dan bank jaringan. Ada Dr Ferdiansyah, dr, SpOT yang menjadi ketua regenerative medicine sebagai tim inti penggerak roda kegiatan stem cell.

Dibantu oleh Dr Heri Suroto, dr, SpOT, Dr Joni Wahyuhadi,dr, SpBS, Dr Ugrasena, dr, SpA, Dr Hendy H, dr, SpOG, Dr Dwikora, dr, SpOT. Total ada 50 profesor, doktor, dan dokter yang menekuni penelitian stem cell ini. Ketuanya: Prof Dr Fedik Abdul Rantam.

Saya mengenal baik para guru besar dan doktor di tim stem cell itu. Bukan saja karena saya orang Surabaya. Saya memang minta BUMN PT Kimia Farma untuk bekerjasama dengan Unair. Kerjasama seperti itu juga saya minta dilakukan dengan UI, Unpad, dan UGM.

Awalnya saya mengundang mereka ke Jakarta. Ternyata yang hadir lengkap. Full team. Delegasi itu dipimpin langsung Rektor Unair Prof Dr Fasich, Apt. Tim besar ini membeberkan semua temuan yang dihasilkan para peneliti Unair yang bisa diwujudkan secara nyata.

Salah satunya stem cell itu. Tim ini sudah melakukan stem cell kepada sekitar 40 orang dengan berbagai kasus penyakit. Ada yang karena patah tulang akibat kecelakaan, ada yang karena kelainan tulang sejak lahir, ada yang kelainan sampai jalannya membongkok, ada yang karena leukemia, diabetes, stroke, dan kanker pankreas.

Iqbal saya tawari stem cell di Unair itu. Dia pun diskusi dengan tim. Iqbal akhirnya menerima. Pertimbangannya: toh berbagai cara sudah dilakukan dan belum berhasil. Hebatnya, Iqbal juga ingin mengabdikan dirinya untuk kemajuan ilmu pengetahuan.

Minggu lalu proses awal sudah dilakukan. Penelitian atas gen dan cellnya sudah selesai. Tim Unair sedang mencari cara agar Iqbal sedapat mungkin tidak menggunakan cell-nya sendiri. Kecuali terpaksa. Biasanya cell keluarga dekatnya cocok. Tapi cell adik dan kakaknya ternyata tidak cocok.

"Padahal kalau cocok 70 persen saja sudah cukup," kata Dr Purwati, sekretaris tim stem cell Unair. Dr Purwati, arek Jombang yang alumni Unair itu mengambil gelar doktor di bidang ini. Juga di Unair. Desertasinya mengenai stem cell untuk pengobatan HIV.

Dalam hal Iqbal, kalau pemeriksaan atas cell orangtuanya nanti juga tidak membuahkan hasil, masih akan dicarikan dari bank cell di luar negeri. Kalau pun tidak bisa baru akan diambilkan dari cell Iqbal sendiri.

Intinya, menurut Purwati, sejumlah cell imum Iqbal akan diambil. Lalu dikembangkan di laboratorium selama antara 12 sampai 14 hari. Setelah itu cell imum yang sudah dikembangkan tersebut ditransplankan ke dalam darah Iqbal. Untuk itu proses kemonya diteruskan dulu untuk mematikan kankernya. Lalu cell imum yang ditransplankan bekerja.

Saya bangga dengan Iqbal yang siap menjalani semua itu. Ini memang ilmu baru tapi Iqbal bersedia menjalaninya. Saya akan minta kepada Dr Purwati untuk mempertemukan Iqbal dengan pasien-pasien yang sudah berhasil dengan stem cell tersebut. Untuk membesarkan hatinya.

Kerjasama Unair dengan BUMN sendiri tidak terbatas pada stem cell. Juga pada pengembangan pil KB untuk pria. Penelitinya adalah Prof Dr Bambang Prayogo. Ahli lulusan Unair ini menemukan pil KB untuk pria setelah dia bertugas lama di Papua.

Waktu itu Prof Bambang mengamati adat yang unik di Papua. Pria yang belum bisa menikah karena belum mampu membayar mahar berupa puluhan babi tetap bisa melakukan hubungan badan dengan kekasihnya asal tidak sampai hamil. Untuk itu pria Papua memakan daun tertentu sebagai pil KB untuk pria.

Tanaman itulah yang terus diteliti oleh Prof Bambang. Hasilnya nyata. Maka saya pun minta Kimia Farma menyiapkan produksinya.

Belakangan banyak orang kaya kita melakukan stem cell ke Eropa, Jepang, Korea, dan Tiongkok. UI dan Unair sudah mampu melakukannya! Unair lagi mengarah ke stem cell untuk liver. Agar liver yang sudah serosis pun bisa diatasi! (*)