Jakarta (ANTARA) - Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo menyebutkan bahwa untuk mendapatkan bayi yang terlahir cerdas, maka perempuan harus memiliki kandungan lemak yang cukup dalam tubuhnya.

"Perempuan kalau tidak berlemak maka untuk hamil, berat, karena perkembangan otak itu substansinya lemak. Untuk dapat bayi cerdas, perempuan harus berlemak," kata Hasto dalam keterangannya di Jakarta, Kamis.

Pernyataan tersebut disampaikan Hasto dalam webinar Hari Gizi 2024 dengan judul "Dari Stunting Jadi Stunning." Pada webinar tersebut, Hasto menyoroti data calon pengantin yang tercatat dalam aplikasi Elektronik siap nikah dan siap hamil (Elsimil), dimana 15 persen perempuan masih terlalu kurus untuk hamil.

"Perempuan itu diciptakan Tuhan sebagai makhluk berlemak. Perempuan juga ditakdirkan hamil dan mencukupi nutrisi janinnya. Namun, dilihat dari data Elsimil BKKBN, calon pengantin yang mau hamil tapi masih kurus, ada 15 persen jumlahnya dan ini penting untuk dikendalikan, karena ini termasuk faktor intermediate (menengah) dalam upaya percepatan penurunan stunting," ujarnya.

Baca juga: BKKBN beri tablet tambah darah pada 3.000 siswa SMK dan edukasi anemia
Baca juga: BKKBN: Tim pendamping harus beri contoh keluarga yang bahagia & sehat


Ia juga memaparkan, jumlah pengantin yang tercatat dalam waktu satu tahun ada 1,9 juta, dan data tersebut baru yang tercatat resmi, belum yang menikah siri. Dari 1,9 juta pasangan yang menikah itu, jumlah perempuan hamil di tahun pertama ada 1,6 juta.

"Data menunjukkan, semua yang menikah 80 persen hamil di tahun pertama, dan hampir semua survei terkait fertilitas sama angkanya. Bisa dibayangkan kalau stunting 21 persen dari yang menikah 1,9 juta, yang lahir tahun pertama 1,6 juta, maka 21 persen-nya atau hampir 320.000 lahir stunting baru dari pasangan nikah," paparnya.

Menurutnya, pernikahan merupakan momentum yang paling mudah untuk dicegah dan bisa menjadi edukasi terkait pencegahan stunting, karena dilakukan melalui satu pintu, yaitu kantor urusan agama (KUA), gereja, rumah ibadah, dan organisasi keagamaan lainnya.

"Apabila diwajibkan, kita bersama Kementerian Agama, Kementerian Kesehatan, dan pemerintah daerah mewajibkan yang mau menikah untuk diperiksa dan diskrining, bagi yang tidak sehat, dirawat, maka kita bisa mencegah 320.000 anak stunting. Ini angka yang realistis, bisa dihitung bersama," ucapnya.

Baca juga: Ahli Gizi: Tingkatkan intervensi pada ibu menyusui bisa cegah stunting
Baca juga: Ciri utama stunting dapat terjadi sejak awal masa kandungan


Hasto juga menegaskan agar pemeriksaan kesehatan bagi calon pengantin wajib dilakukan sebelum pernikahan, baik melalui puskesmas, puskesmas pembantu, klinik swasta, dokter, maupun praktik bidan swasta.

Adapun pemeriksaan yang dilakukan adalah seputar kadar hemoglobin untuk mengetahui apakah calon pengantin mengalami kekurangan darah merah (anemia) atau tidak, berat dan tinggi badan, status gizi, ukuran lingkar lengan atas, hingga lingkar perut.

"Apabila calon pengantin dinyatakan berisiko, mereka tetap boleh melangsungkan pernikahan, tetapi akan didampingi oleh tim pendamping keluarga (TPK) untuk diintervensi, diberi rekomendasi serta dimonitor status gizi sang istri sampai kondisi tubuh membaik dan ideal untuk hamil," tuturnya.

Hasto menambahkan, faktor intermediate lain dalam upaya strategis penurunan stunting yaitu dengan kontrasepsi atau KB pascapersalinan. Menurutnya, banyak ibu setelah melahirkan ingin menunda memiliki anak kembali.

"Dalam setahun, yang melahirkan ada 4,8 juta, tetapi yang langsung ber-KB hanya 38 persen. Padahal, kalau orang habis melahirkan ditanya mau hamil atau tidak, jawabannya tidak. Ini tugas saya untuk membuat KB pascapersalinan sukses," kata dia.

Baca juga: Dharma Wanita Kemendes minta kades perhatikan kualitas gizi ibu hamil
Baca juga: Dokter gizi ingatkan pentingnya asupan nutrisi pada 1000 HPK anak