"Mengapa kenaikan jalan tol mesti dua tahun sekali? Karena investasi jalan tol ini mempunyai masa konsesi yang cukup panjang, ini yang membuat badan usaha terlindungi. Namun, pemerintah pun harus pro masyarakat oleh sebab itu kita mewajibkan SPM (Standar Pelayanan Minimum) terpenuhi bagi Badan Usaha Jalan Tol (BUJT) tersebut," kata Kepala BPJT Achmad Gani Ghazaly kepada pers di Jakarta, Jumat.
Gani menyebut bahwa dalam UU No 38/2004 itu, tepatnya pasal 48 ayat (3) menyebutkan kenaikan tarif tol memang dapat dilakukan setiap dua tahun, apabila SPM-nya sudah terpenuhi.
Oleh karena itu, Gani menjelaskan untuk SPM secara keseluruhan sudah difinalkan pada pertengahan bulan Agustus.
Ia memberikan contoh, untuk beberapa ruas seperti Jakarta-Cikampek kondisi jalannya masih belum memenuhi SPM, namun pihaknya sudah menghubungi BUJT terkait untuk segera memperbaiki.
"Selain itu, Cawang-Tomang-Grogol-Pluit pun masih banyak PJU (penerangan jalan umum)-nya yang tidak nyala, sama seperti tol Sedyatmo masih ada yang tidak nyala, ini yang menyebabkan ruas tol tersebut belum memenuhi SPM, karena itu kami mewajibkan 100 persen yang nyala," katanya.
Meski begitu, Gani menyebutkan, sebenarnya secara jadwal, bahwa pada 27 September nanti, tarif tol yang mengalami penyesuaian, terdapat di 14 ruas jalan tol. Namun besarannya masih belum ditetapkan karena masih menunggu hasil perhitungan inflasi dari Badan Pusat Statistik (BPS).
"Besaran nilai inflasi disesuaikan menurut daerah jalan tol tersebut berada dan saat ini masih menunggu hasil perhitungan inflasi dari Badan Pusat Statistik (BPS)," kata Gani.
Data BPJT menyebut ruas tol yang akan naik pada 27 September tersebut adalah 1. Tol Jakarta-Bogor-Ciawi, 2. Tol Jakarta-Tanggerang,
3. Tol Dalam Kota Jakarta, 4. Tol Jakarta Outer Ring Road, 5. Tol Padalarang-Cileunyi, 6. Tol Semarang Seksi A,B dan C, 7. Tol Surabaya-Gempol, 8. Tol Palimanan-Plumbon-Kanci, 9. Tol Cikampek-Purwakarta-Padalarang, 10. Tol Belawan-Medan-Tanjung Morowa, 11. Tol Serpong-Pondok Aren, 12. Tol Tanggerang Merak, 13. Tol Pondok Aren-Ulujami dan 14. Ujung Pandang Tahap I dan II
Dasar Penghitungan
Pada siaran pers BPJT disebutkan bahwa dasar hukum perhitungan tarif tol dan penyesuaian tarif tol adalah pertama, bisnis jalan tol adalah proyek berbasis pendanaan para pihak (project financing) dan dengan demikian harus komersial dan layak finansial sehingga menarik bagi para investor dan lembaga keuangan/perbankan. Karenanya, pengembalian investasi dan keuntungan yang wajar harus terjamin.
Selain itu, pendapatan tol diperoleh melalui penarikan tol selama masa konsesi dan digunakan untuk pengembalian investasi, keuntungan yang wajar, dan operasi dan pemeliharaan. Oleh sebab itu tarif tol dan masa konsesi menjadi faktor penting untuk menentukan kelayakan usaha.
Kedua, besarnya tarif tol dihitung berdasarkan antara lain kemampuan bayar pengguna jalan, Besar Keuntungan Biaya Operasi Kendaraan (BKBOK) dan kelayakan investasi.
Ketiga, penyesuaian tarif tol awal dan penyesuaian tarif tol ditetapkan oleh Menteri (UU no. 38/2004 pasal 48 ayat (4) dan PP No. 15/2005 pasal 68 ayat (3)). Besarnya tarif awal ditetapkan pada saat penandatanganan Perjanjian Pengusahaan Jalan Tol (PPJT) antara Pemerintah dengan Badan Usaha Jalan tol (BUJT).
Sementara tentang SPM dijelaskan bahwa Pemenuhan Standar Pelayanan Minimal (SPM) Jalan Tol mencakup, kondisi jalan tol, kecepatan tempuh rata-rata, aksesibilitas, mobilitas, keselamatan , unit pertolongan/penyelamatan dan bantuan pelayanan. Hal ini tertuang dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 392/PRT/M/2005.
Terakhir, evaluasi pemenuhan SPM jalan tol dilakukan setiap enam bulan sekali sesuai dengan Keputusan Kepala BPJT Nomor : 3/KPTS/BPJT/2006 dan penilaian pemenuhan SPM oleh setiap operator jalan tol dilakukan secara mandiri. (E008)