Indonesia bisa jadi penyedia energi setelah penemuan sumber gas besar
24 Januari 2024 16:45 WIB
Ilustrasi Subholding Gas Pertamina PT PGN Tbk terus mendukung upaya pemerintah dalam pemenuhan energi dan pengembangan gas bumi di tanah air dengan mengimplementasi manajemen sumber daya manusia atau human capital management. ANTARA/HO-Dok. PGN
Jakarta (ANTARA) - Rystad Energy menyebut Indonesia memiliki momentum untuk dapat memenuhi kebutuhan energi secara mandiri, sekaligus mempunyai posisi yang berpengaruh di panggung dunia melalui pemanfaatan potensi sumber daya gas bumi.
Momentum didapat seiring penemuan sumber gas bumi besar di Wilayah Kerja (WK) South Andaman dan Geng North.
Country Head Indonesia Rystad Energy Sofwan Hadi dalam keterangannya, di Jakarta, Rabu, mengatakan potensi sumber daya yang besar saja tidak cukup karena tantangan sebenarnya ialah memonetisasi sumber daya dapat segera dilakukan.
"Mengoptimalkan cadangan gas Indonesia, khususnya bagi KKKS (kontraktor kontrak kerja sama) memiliki tantangan yang kompleks. Sebagian besar potensi gas belum diproduksikan lantaran berada di wilayah deepwater serta memiliki kandungan CO2 tinggi," kata Sofwan.
Berdasarkan data Rystad Energy, diperkirakan Indonesia memiliki sumber daya gas lebih dari 100 trillion cubic feet (TCF). Volume tersebut mewakili hampir separuh dari total sumber daya gas di Asia Tenggara.
Menurut Sofwan, prioritas utama saat ini memastikan bahwa Indonesia tetap menjadi tujuan investasi investor global.
Salah satu cara yang dapat dilakukan dengan menciptakan kebijakan yang tepat demi mengantisipasi kebutuhan energi di masa depan, sekaligus memenuhi kebutuhan saat ini, khususnya dalam rangka menghadirkan energi rendah karbon.
"Strategi untuk memaksimalkan cadangan ini harus bertahap. Dalam jangka pendek, kita perlu fokus untuk menjalankan kembali proyek-proyek gas yang tertunda karena tantangan pada mergers and acquisition (M&A) dan keterbatasan keuangan," ujar Sofwan.
Dalam jangka menengah, kata Sofwan lagi, pengembangan Blok Masela dan Indonesia Deepwater Development (IDD) menjadi sangat penting. Namun, masalah harga gas juga jadi salah satu faktor penentu kesuksesan pengembangan kedua blok tersebut.
"Tantangan berikutnya adalah penyesuaian dengan kebijakan low carbon dan meningkatkan daya tarik fiskal proyek-proyek ini serta tidak lupa juga ketersediaan infrastruktur," katanya pula.
Sofwan menjelaskan pengembangan infrastruktur dan hub penting untuk mengeksploitasi penemuan pada deepwater. Selain itu, penyesuaian kebijakan penetapan harga gas domestik dan memastikan peningkatan demand gas yang stabil juga sangat penting.
"Sejalan dengan itu, kita harus memberikan prioritas untuk lebih mempromosikan potensi eksplorasi di Indonesia pada perusahaan migas internasional," ujarnya.
Menurut dia, insentif diperlukan untuk bisa memastikan keekonomian proyek migas ke depan. Rystad Energy menilai pendekatan Indonesia terhadap insentif fiskal telah cukup efektif. Pengenalan simplified gross split PSC menjadi bukti dedikasi pemerintah untuk membuat proyek migas yang ada saat ini lebih menarik.
Ia menilai memasukkan insentif dengan basis waktu akan berdampak signifikan pada realisasi proyek. Selain itu, keleluasaan yang diberikan pemerintah kepada KKKS terkait pilihan PSC gross split atau kembali ke PSC cost recovery cukup menarik.
Selain itu, ujarnya lagi, kehadiran teknologi baru dalam sektor eksplorasi, produksi, dan pengolahan gas bumi di Indonesia juga dinilai sangat penting. Partisipasi perusahaan-perusahaan internasional yang memiliki keahlian dalam bidang enhanced oil recovery (EOR), carbon capture and storage (CCS) serta teknologi di area deepwater sangat diperlukan.
Baca juga: KESDM harap penemuan sumber gas besar dukung target produksi 12 BSCFD
Baca juga: SKK Migas fokus validasi potensi gas di Blok Andaman
Momentum didapat seiring penemuan sumber gas bumi besar di Wilayah Kerja (WK) South Andaman dan Geng North.
Country Head Indonesia Rystad Energy Sofwan Hadi dalam keterangannya, di Jakarta, Rabu, mengatakan potensi sumber daya yang besar saja tidak cukup karena tantangan sebenarnya ialah memonetisasi sumber daya dapat segera dilakukan.
"Mengoptimalkan cadangan gas Indonesia, khususnya bagi KKKS (kontraktor kontrak kerja sama) memiliki tantangan yang kompleks. Sebagian besar potensi gas belum diproduksikan lantaran berada di wilayah deepwater serta memiliki kandungan CO2 tinggi," kata Sofwan.
Berdasarkan data Rystad Energy, diperkirakan Indonesia memiliki sumber daya gas lebih dari 100 trillion cubic feet (TCF). Volume tersebut mewakili hampir separuh dari total sumber daya gas di Asia Tenggara.
Menurut Sofwan, prioritas utama saat ini memastikan bahwa Indonesia tetap menjadi tujuan investasi investor global.
Salah satu cara yang dapat dilakukan dengan menciptakan kebijakan yang tepat demi mengantisipasi kebutuhan energi di masa depan, sekaligus memenuhi kebutuhan saat ini, khususnya dalam rangka menghadirkan energi rendah karbon.
"Strategi untuk memaksimalkan cadangan ini harus bertahap. Dalam jangka pendek, kita perlu fokus untuk menjalankan kembali proyek-proyek gas yang tertunda karena tantangan pada mergers and acquisition (M&A) dan keterbatasan keuangan," ujar Sofwan.
Dalam jangka menengah, kata Sofwan lagi, pengembangan Blok Masela dan Indonesia Deepwater Development (IDD) menjadi sangat penting. Namun, masalah harga gas juga jadi salah satu faktor penentu kesuksesan pengembangan kedua blok tersebut.
"Tantangan berikutnya adalah penyesuaian dengan kebijakan low carbon dan meningkatkan daya tarik fiskal proyek-proyek ini serta tidak lupa juga ketersediaan infrastruktur," katanya pula.
Sofwan menjelaskan pengembangan infrastruktur dan hub penting untuk mengeksploitasi penemuan pada deepwater. Selain itu, penyesuaian kebijakan penetapan harga gas domestik dan memastikan peningkatan demand gas yang stabil juga sangat penting.
"Sejalan dengan itu, kita harus memberikan prioritas untuk lebih mempromosikan potensi eksplorasi di Indonesia pada perusahaan migas internasional," ujarnya.
Menurut dia, insentif diperlukan untuk bisa memastikan keekonomian proyek migas ke depan. Rystad Energy menilai pendekatan Indonesia terhadap insentif fiskal telah cukup efektif. Pengenalan simplified gross split PSC menjadi bukti dedikasi pemerintah untuk membuat proyek migas yang ada saat ini lebih menarik.
Ia menilai memasukkan insentif dengan basis waktu akan berdampak signifikan pada realisasi proyek. Selain itu, keleluasaan yang diberikan pemerintah kepada KKKS terkait pilihan PSC gross split atau kembali ke PSC cost recovery cukup menarik.
Selain itu, ujarnya lagi, kehadiran teknologi baru dalam sektor eksplorasi, produksi, dan pengolahan gas bumi di Indonesia juga dinilai sangat penting. Partisipasi perusahaan-perusahaan internasional yang memiliki keahlian dalam bidang enhanced oil recovery (EOR), carbon capture and storage (CCS) serta teknologi di area deepwater sangat diperlukan.
Baca juga: KESDM harap penemuan sumber gas besar dukung target produksi 12 BSCFD
Baca juga: SKK Migas fokus validasi potensi gas di Blok Andaman
Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2024
Tags: