Damaskus (ANTARA News) - Rakyat Suriah dilanda kegelisahan mengenai nasib dan masa depan negara mereka, sementara kemungkinan serangan AS terhadap Suriah tampak meningkat dari menit ke menit.

Washington dan sekutu Baratnya sedang mempertimbangkan serangan yang mungkin dilancarkan terhadap Suriah, setelah dugaan mencuat pekan lalu mengenai serangan gas saraf oleh Pemerintah Suriah di pinggiran Ibu Kota Suriah, Damaskus, yang diduga menewaskan ratusan orang.

Suriah telah membantah tuduhan itu, dan menteri luar negerinya bahkan menegaskan tak ada negara di seluruh dunia yang akan pernah menggunakan senjata pemusnah massal terhadap rakyatnya sendiri.

Dewan Keamanan PBB telah gagal dalam sidangnya pada Rabu (28/8) untuk mengeluarkan resolusi dengan suara bulat yang mengutuk penggunaan gas saraf yang diduga dilakukan oleh Suriah, akibat "pendirian kukuh" Rusia, kata Amerika Serikat.

Namun, Menteri Luar Negeri Inggris William Hague berkeras masyarakat internasional masih memiliki tugas untuk bertindak bahkan kalau kesepakatan tak dicapai di New York.

Sementara itu sekutu erat Suriah, Rusia, telah berulangkali memveto tindakan yang dapat mengarah kepada campur tangan militer asing.

"Suasana benar-benar dipenuhi kegelisahan dan kecemasan mengenai kondisi yang tidak diketahui," kata seorang ibu tiga anak yang mengaku bernama Kinana, sebagaimana dilaporkan Xinhua.

"Saya dengar serangan akan datang, dan ini telah membuat saya khawatir dan dilanda ketakutan sampai-sampai saya tak bisa menyembunyikan perasaan saya dari anak-anak saya."

Kinana mengatakan ia cepat-cepat mengumpulkan perhiasan serta surat-surat penting miliknya dan menaruhnya di dalam tas kecil di luar gerbang rumahnya, sehingga ia bisa melarikan diri dengan cepat sambil membawanya kalau-kalau keadaan darurat.

Menurut laporan media, ribuan orang Suriah telah meninggalkan negeri itu dalam waktu dua hari belakangan ke negara tetangga, Lebanon.

Rakyat Suriah terpaku di kursi mereka sambil menyaksikan saluran televisi untuk melihat apa yang muncul kemudian. Sebagian berusaha memperlihatkan sikap tak peduli mengenai serangan yang diduga akan dilancarkan tersebut. Sementara itu, yang lain takut dengan pendapat bahwa negeri mereka akan digempur oleh kapal perang AS.

"Tak ada alasan untuk takut, sebab (orang Amerika) takkan berbuat lebih daripada apa yang sudah dilakukan terhadap negeri ini," kata seorang ahli farmasi, yang mengaku bernama Samir.

"Pemerintah Amerika dan sekutu mereka sudah terlibat, dalam satu atau lain cara, dalam konflik di negeri ini, sekali ini mereka akan ikut secara langsung bukan dari belakang layar," katanya.

Namun, warga lain Suriah tak memiliki rasa tak peduli semacam itu. "Memikirkan serangan membuat saya gemetar ketakutan," kata Amani, seorang guru yang berusia 28 tahun. "Serangan berarti kerusakan lebih parah di negara yang sudah diporak-porandakan perang ini."

Pembicaraan mengenai serangan juga sudah menciptakan kepanikan di pasar saat mata uang lokal turun dari 195 jadi hampir 275 pound Suriah per dolar AS di pasar gelap dalam satu hari di tengah dugaan mata uang tersebut akan anjlok lagi jadi sekitar 300.


Penerjemah: Chaidar Abdullah