Jakarta (ANTARA) - Peneliti ekonomi Dandy Rafitrandi dari Centre for Strategic and International Studies (CSIS) mengatakan pemberian insentif kepada barang atau teknologi untuk transisi energi dapat mencegah inflasi hijau (green inflation).

"Kalau untuk Indonesia salah satu cara yang dapat meredam green inflation adalah pemerintah dapat memfasilitasi bagaimana tarif impor lebih murah untuk barang atau teknologi untuk energi baru terbarukan dibuat semakin murah, hal ini dikarenakan kita memiliki tarif impor yang cukup tinggi untuk barang-barang ramah lingkungan," kata Dandy di Jakarta, Senin.

Dia menambahkan Indonesia masih mengenakan tarif impor yang cukup tinggi untuk barang atau teknologi ramah lingkungan serta untuk transisi energi.

Green inflation terjadi ketika pemerintah ingin beralih ke energi baru terbarukan (EBT) atau barang-barang lebih ramah lingkungan yang secara relatif memiliki harga lebih tinggi, jadi itulah kenapa disebutkan konsekuensi yang tidak diinginkannya adalah green inflation.

"Kita melihat tren (green inflation) ini terjadi di tingkat global, tidak hanya di Indonesia. Ini juga bisa dikaitkan dengan kondisi geopolitik yang saat ini masih panas seperti Perang Rusia - Ukraina dan rivalitas Amerika Serikat - Tiongkok," kata Dandy.

Hal ini, lanjutnya, membuat barang-barang atau teknologi yang penting untuk transisi energi secara signifikan harganya menjadi tinggi, dan itu yang ditakutkan oleh pemerintahan di seluruh dunia apabila transisi energi tidak dilakukan secara hati-hati maka bisa menimbulkan biaya (cost) yang berlebih khususnya kepada konsumen.

Apa yang sebenarnya bisa dilakukan pemerintah dalam mencegah green inflation? Salah satunya pemerintah harus bisa melihat barang atau teknologi yang dibutuhkan baik oleh produsen maupun konsumen terkait komponen-komponen untuk menghasilkan barang-barang ramah lingkungan atau berkaitan dengan industri EBT Indonesia.

"Kita harus bisa memberikan insentif atau memfasilitasi lewat regulasi yang mempermudah kepada barang atau produk yang ramah lingkungan dan dibutuhkan untuk transisi energi. Menurut saya ini bisa memastikan barang-barang tersebut bisa dijual dan dikonsumsi lebih murah oleh masyarakat Indonesia," ujar Dandy.

Sebagai informasi, Sekretaris Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Dadan Kusdiana mengatakan pihaknya berkomitmen penuh untuk menyediakan listrik bersih dan terjangkau, serta dapat mencapai target net zero emission (NZE) 2060 melalui berbagai strategi percepatan transisi energi.

Beberapa strategi Kementerian ESDM, yang pertama, memastikan bahwa Indonesia di tahun 2060 masuk menjadi NZE. Kedua, adalah memastikan bahwa penyediaan listrik juga tidak hanya dari sisi bagaimana ini harus terjangkau, bagaimana ini harus bersih, tetapi juga sejalan dengan ketersediaan dari yang ada, khususnya dari sisi sumber dayanya.

Kementerian ESDM juga telah menyusun upaya percepatan penyediaan energi bersih, terutama energi terbarukan, yang potensinya besar, lengkap, dan tersebar di seluruh Indonesia. Jenis sumber energi terbarukan juga bervariasi, beragam, dan tidak bertumpu pada satu atau dua jenis saja.

Baca juga: Pakar ingatkan transisi ekonomi hijau bisa picu inflasi
Baca juga: Mahfud sebut pertanyaan Gibran soal "greenflation" tak perlu dijawab