Jakarta (ANTARA) - Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak menyebut apabila ditemukan unsur pidana dalam kasus dugaan kekerasan seksual terhadap anak TK di Pekanbaru, Riau, maka anak berkonflik dengan hukum didorong untuk diproses menggunakan UU Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA).
"Kasus ini akan diproses menggunakan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak," kata Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak KemenPPPA Nahar saat dikonfirmasi di Jakarta, Jumat.
Nahar mengatakan, penyidik, pembimbing kemasyarakatan, pekerja sosial profesional, dan pihak lain yang dibutuhkan dapat mengambil keputusan untuk menyerahkan kembali anak berkonflik dengan hukum kepada orang tua/wali atau mengikutsertakannya dalam program pendidikan, pembinaan, dan pembimbingan di instansi pemerintah, Lembaga Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial (LPKS), atau instansi yang menangani bidang kesejahteraan sosial untuk waktu paling lama enam bulan.
Nahar mengatakan peristiwa ini diduga terjadi pada Oktober 2023 dan membawa dampak negatif terhadap kondisi psikologis dan perubahan perilaku pada anak korban dan anak berkonflik dengan hukum.
Dalam kasus ini, Nahar mengapresiasi orang tua korban yang bertindak cepat menyampaikan laporan kepada pihak kepolisian dan UPTD PPA Kota Pekanbaru, sehingga kedua belah pihak bisa mendapatkan penanganan yang sesuai dengan kebutuhan-nya.
KemenPPPA telah berkoordinasi dengan Dinas pengampu Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak dan Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) di Provinsi Riau dan Kota Pekanbaru dalam upaya penanganan dan pendampingan.
KPPPA: Penanganan kekerasan seksual anak TK Pekanbaru gunakan UU SPPA
19 Januari 2024 19:49 WIB
Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak KemenPPPA Nahar. ANTARA/ HO-Kemen PPPA.
Pewarta: Anita Permata Dewi
Editor: M. Tohamaksun
Copyright © ANTARA 2024
Tags: