Kronologis kematian singa dan harimau di Jambi
26 Agustus 2013 17:24 WIB
Ilustrasi. Bayi singa afrika (Pantera leo) yang baru lahir bernama Bagus dan Santi berada di depan kandang di Museum Satwa, Malang, Jawa Timur.(FOTO ANTARA/Ari Bowo Sucipto)
Jambi (ANTARA News) - Pelaksana Harian Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Jambi, Nurzaman, Senin menyatakan, kronologi kematian dua ekor singa Afrika dan seekor harimau Sumatra di Kebun Binatang Jambi akibat diracun sudah diketahui sejak 12 Agustus 2013 lalu.
Menurut dia, pada tanggal tersebut, seekor harimau Sumatera bernama Peter mendadak lumpuh dan tidak bisa berjalan.
Hewan tersebut kemudian dipindahkan dan ditangani oleh dokter hewan dan Balai KSDA Jambi. Tak lama, dua ekor singa juga mengalami hal yang sama, termasuk seekor anak harimau lainnya bernama Ayu juga mengalami hal yang sama.
Namun pada 17 Agustus 2013, Peter dan dua singa Afrika bernama Gebo dan Sonia tidak dapat tertolong dan mati pada hari yang sama dengan jam berbeda, sementara Ayu dapat ditolong hingga kondisinya mengalami pemulihan.
Selanjutnya, kata Nurzaman, sampel organ hewan tersebut dibawa ke Balai Penyidikan dan Pengujian Veteriner, Bukittinggi, Sumatera Barat untuk diteliti di laboratorium.
"Kami bawa sampel organ tubuh seperti Hati, Paru, Ginjal, Usus, dan sisa makanan dalam lambung hewan tersebut," katanya di Jambi.
Dari hasil penelitian tersebut, lanjut dia, pada 22 Agustus didapatkan hasil laboratorium bahwa penyebab kematian tiga ekor satwa langka tersebut karena racun jenis Striknin.
"Racun ini merupakan jenis racun untuk mengeliminasi anjing liar yang menyebakan rabies. Jenis racun ini tidak dijual bebas," katanya.
Pengadaan jenis racun Striknin ini dilakukan distributor hanya kepada Dinas Peternakan sebagai kebutuhan khusus untuk memberantas anjing liar.
"Jadi dari sana kami sudah mendapatkan petunjuk siapa pelaku pembunuhan hewan tersebut," katanya.
Saat ini, pihaknya bekerja sama dengan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) sudah memeriksa empat orang saksi terkait pembunuhan itu.
"Kami bersama PPNS telah melakukan investigasi dan memeriksa empat orang saksi, yakni pemasok daging ke kebun binatang, keeper atau pawang, dan penjaga malam," katanya.
Kasus tersebut, kata Nurzaman, akan diserahkan kepada pihak berwajib, yakni Polda Jambi untuk mengusut lebih dalam siapa di balik peristiwa tersebut.
Khusus untuk Ayu, anak harimau yang sedang dalam masa pemulihan, Nurzaman mengatakan, pihaknya melakukan pengawasan ekstra terhadap hewan itu.
"Kami mensiagakan keeper dan pegawai serta dokter hewan khusus untk Ayu. Bahkan ada yang yang berjaga dan tidur di atas kandang Ayu, untuk memantau kondisinya 24 jam," lanjut dia.
Kepala Dinas Peternakan Provinsi Jambi, Sepdinal, mengatakan, pihaknya sangat menyesalkan atas kejadian tersebut.
"Kami menyesal sekali atas peristiwa ini. Kami akan mengeavaluasi sistem keamanan di Kebun Binatang Taman Rimba Jambi, dengan menambah jumlah personil dan memasang CCTV," katanya.
Menurut dia, sejak mulai matinya hewan itu, pihaknya sudah memberi tahu Gubernur Jambi secara langsung.
"Kami sudah beritahu Gubernur Jambi, dan dia menyayangkan peristiwa itu dan memerintahkan untuk segera mengusut pelakunya.
Sepdinal mengatakan, pihaknya tidak dapat menaksir angka kerugian atas kematian tiga ekor hewan tersebut, sebab hewan tersebut tidak diperjualbelikan.
"Kami tidak dapat menaksir. Tapi kami pikir harganya tidak ternilai karena hewan ini jenis hewan dilindungi," kata dia.
Menurut dia, pada tanggal tersebut, seekor harimau Sumatera bernama Peter mendadak lumpuh dan tidak bisa berjalan.
Hewan tersebut kemudian dipindahkan dan ditangani oleh dokter hewan dan Balai KSDA Jambi. Tak lama, dua ekor singa juga mengalami hal yang sama, termasuk seekor anak harimau lainnya bernama Ayu juga mengalami hal yang sama.
Namun pada 17 Agustus 2013, Peter dan dua singa Afrika bernama Gebo dan Sonia tidak dapat tertolong dan mati pada hari yang sama dengan jam berbeda, sementara Ayu dapat ditolong hingga kondisinya mengalami pemulihan.
Selanjutnya, kata Nurzaman, sampel organ hewan tersebut dibawa ke Balai Penyidikan dan Pengujian Veteriner, Bukittinggi, Sumatera Barat untuk diteliti di laboratorium.
"Kami bawa sampel organ tubuh seperti Hati, Paru, Ginjal, Usus, dan sisa makanan dalam lambung hewan tersebut," katanya di Jambi.
Dari hasil penelitian tersebut, lanjut dia, pada 22 Agustus didapatkan hasil laboratorium bahwa penyebab kematian tiga ekor satwa langka tersebut karena racun jenis Striknin.
"Racun ini merupakan jenis racun untuk mengeliminasi anjing liar yang menyebakan rabies. Jenis racun ini tidak dijual bebas," katanya.
Pengadaan jenis racun Striknin ini dilakukan distributor hanya kepada Dinas Peternakan sebagai kebutuhan khusus untuk memberantas anjing liar.
"Jadi dari sana kami sudah mendapatkan petunjuk siapa pelaku pembunuhan hewan tersebut," katanya.
Saat ini, pihaknya bekerja sama dengan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) sudah memeriksa empat orang saksi terkait pembunuhan itu.
"Kami bersama PPNS telah melakukan investigasi dan memeriksa empat orang saksi, yakni pemasok daging ke kebun binatang, keeper atau pawang, dan penjaga malam," katanya.
Kasus tersebut, kata Nurzaman, akan diserahkan kepada pihak berwajib, yakni Polda Jambi untuk mengusut lebih dalam siapa di balik peristiwa tersebut.
Khusus untuk Ayu, anak harimau yang sedang dalam masa pemulihan, Nurzaman mengatakan, pihaknya melakukan pengawasan ekstra terhadap hewan itu.
"Kami mensiagakan keeper dan pegawai serta dokter hewan khusus untk Ayu. Bahkan ada yang yang berjaga dan tidur di atas kandang Ayu, untuk memantau kondisinya 24 jam," lanjut dia.
Kepala Dinas Peternakan Provinsi Jambi, Sepdinal, mengatakan, pihaknya sangat menyesalkan atas kejadian tersebut.
"Kami menyesal sekali atas peristiwa ini. Kami akan mengeavaluasi sistem keamanan di Kebun Binatang Taman Rimba Jambi, dengan menambah jumlah personil dan memasang CCTV," katanya.
Menurut dia, sejak mulai matinya hewan itu, pihaknya sudah memberi tahu Gubernur Jambi secara langsung.
"Kami sudah beritahu Gubernur Jambi, dan dia menyayangkan peristiwa itu dan memerintahkan untuk segera mengusut pelakunya.
Sepdinal mengatakan, pihaknya tidak dapat menaksir angka kerugian atas kematian tiga ekor hewan tersebut, sebab hewan tersebut tidak diperjualbelikan.
"Kami tidak dapat menaksir. Tapi kami pikir harganya tidak ternilai karena hewan ini jenis hewan dilindungi," kata dia.
Pewarta: Nurul Fahmy
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2013
Tags: