Jakarta (ANTARA News) - Melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS berimbas pada naiknya harga perangkat seluler seperti ponsel (telepon seluler) atau gadget.

Ketua Asosiasi Importir Seluler Indonesia (AISI) Eko Nilam yang dihubungi di Jakarta, Senin, mengatakan pelemahan nilai tukar rupiah membuat importir terpaksa harus menaikkan harga jual. Hal ini juga berdampak kepada daya beli konsumen.

"Dampaknya sangat jauh sekarang gara-gara turunnya rupiah. Modal impor menjadi tinggi, kami terpaksa naikan harga hingga 10-15 persen," kata Eko.

Kenaikan itu, dijelaskannya, telah dilakukan sejak awal rupiah mengalami depresiasi, yakni sekitar sebelum hari raya Idul Fitri awal Agustus lalu.

Meski perangkat seluler bukanlah kebutuhan prioritas, tetapi para importir kini mulai menjerit atas imbas pelemahan nila tukar rupiah ini.

"Semua harga naik, bahkan tempe saja naik. Jadi masyarakat akan prioritaskan tempe ketimbang seluler," katanya.

Daya beli yang menurun, lanjut Eko, tentu membuat importir kewalahan karena biaya operasional akan terus berjalan, sementara pemasukan berkurang.

"Ada total 25 anggota asosiasi aktif yang sudah menjerit karena turunnya rupiah, untungnya belum ada yang sampai gulung tikar," katanya.

Pada Senin pagi, rupiah masih melemah namun bergerak dalam kisaran yang mulai terbatas seiring dengan Bank Indonesia (BI) mengeluarkan beberapa kebijakan untuk memperkuat likuiditas.

Nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada Senin pagi bergerak melemah sebesar lima poin menjadi Rp10.980 dibanding sebelumnya di posisi Rp10.975 per dolar AS.