Jakarta (ANTARA News) - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Hatta Rajasa, mengatakan, kebijakan pengurangan impor minyak solusi yang paling tepat mengatasi defisit transaksi berjalan (Current Account Defisit/CAD) secara cepat.


"Saat ini diperlukan solusi yang dapat dilakukan dalam waktu singkat untuk mengatasi defisit anggaran berjalan ini. Pemerintah akan mengatasi hal itu dengan mengurangi impor, terutama impor BBM," kata dia, di Jakarta, Senin.

Biaya importasi BBM menyedot APBN secara sangat signifikan saban tahun, dianggap salah satu penyebab utama masalah ekonomi nasional. Solar impor masih kalah banyak ketimbang bensin impor, yang juga dipicu penjualan mobil pribadi secara agresif dari prinsipal.

"Bila dicermati, defisit transaksi berjalan yang terjadi itu sebagian besar disebabkan impor perminyakan, sedangkan untuk non-migas sebetulnya kita masih ada surplus," ujarnya.

Solar impor subsidi setiap tahun mencapai 17,5 juta kiloliter, dan solar impor untuk konsumsi mencapai 17,5 juta hingga 18 juta kiloliter.

"Berarti, kalau ditotal itu ada sekitar 35 juta kiloliter solar yang diimpor. Itu kalau dikali harga solar per liter Rp9.700, sudah berapa. Maka solusi yang tepat untuk mengatasi defisif anggaran berjalan dalam waktu singkat adalah dengan mengurangi impor minyak," kata dia.

Guna mengurangi impor solar, masyarakat akan diwajibkan memakai BBM nabati dari minyak sawir dan minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO).

"Sekarang ini produksi CPO kita sedang meningkat, namun di sisi lain, harga CPO di pasar sedang turun. Oleh karena itu, kita harus melindungi para pengusaha dan petani kelapa sawit kita agar tetap mendapat pasar," tuturnya.

"Selain itu, harga biofuel yang bersumber dari CPO itu akan lebih murah daripada harga solar impor," lanjut dia tentang langkah yang dikatakan akan memberi dua keuntungan.

"Jadi, dengan melakukan itu kita mendapat dua keuntungan, yaitu pengurangan nilai impor sekaligus mengurangi atau menghemat konsumsi BBM," kata Rajasa.



"Kami meyakini pada kuartal III nanti, defisit anggaran berjalan Indonesia yang sekarang 4,4 persen dari PDB akan turun di bawah tiga persen," katanya.