Jakarta (ANTARA) - Ombudsman RI menemukan sejumlah permasalahan dalam ketentuan wajib tanam bawang putih yang salah satunya importir memangkas pemberian biaya tanam kepada petani.

“Adanya pemberian dana biaya tanam bawang putih dari importir yang jauh dari kebutuhan petani. Misalnya di daerah Temanggung (Jawa Tengah), kebutuhan biaya tanam bawang putih per hektare per musim tanam sebesar Rp70 juta. Namun banyak importir yang hanya memberikan dana biaya tanam bawang putih kepada petani pelaksana wajib tanam bawang putih sebesar Rp15 juta-20 juta,” kata Anggota Ombudsman RI, Yeka Hendra Fatika saat menyampaikan keterangan kepada media secara daring di Gedung Ombudsman RI, Jakarta, Selasa.

Pemangkasan dana tanam tersebut, disebutnya bermuara pada petani yang harus menanggung selisih biaya tanam. Jika petani tidak mampu menanggung, maka berakibat pada penurunan hasil produksi petani lokal.

Padahal, Peraturan Menteri Pertanian Nomor 46 tahun 2019 tentang Pengembangan Komoditas Hortikultura Strategis, ketentuan wajib tanam bertujuan untuk meningkatkan nilai tambah dan daya saing produksi lokal.

Peraturan Menteri Pertanian tersebut juga mewajibkan importir yang mendapat Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH) melakukan penanam dengan produksi mencapai 5 persen dari total impor bawang putih yang diajukannya. Penanaman bisa dilakukan oleh kelompok tani yang sudah dipilih. Otomatis, kebutuhan biaya tanam sepenuhnya menjadi tanggung jawab importir.

“Jadi, dampaknya petani harus memenuhi sisanya, kalau mampu. Kalau tidak mampu maka potensi gagalnya wajib tanam itu besar sekali,” ucap Yeka.

Selain menemukan pemberian biaya tanam yang tidak sesuai, Ombudsman juga menemukan ketidaksesuaian antara komitmen wajib tanam dan realisasi wajib tanam bawang putih yang dilakukan importir. Lalu adanya anggota fiktif pada kelompok tani pelaksana wajib tanam bawang putih.

Kendati tidak melaksanakan kewajiban wajib tanam, Ombudsman menemukan sejumlah importir masih bisa melakukan importasi dengan membuat perusahaan baru.

“Mestinya pemerintah harusnya waspada terhadap perusahaan baru ini. Besar kemungkinan patut diduga mereka adalah sebetulnya di belakangnya merupakan pelaku-pelaku usaha yang enggan yang sebelumnya tidak melakukan wajib tanam tapi permasalahannya mengapa pelaku usaha menghindari ini kan itu pertanyaannya yang kita periksa berikutnya,” katanya.

Ombudsman juga menemukan dugaan pungutan liar dalam penerbitan RIPH bawang putih dengan nominal yang bervariasi berdasarkan nilai RIPH yang didapatkan. Berdasarkan laporan yang diterima, pelaku usaha dikenakan pungutan ilegal sebesar Rp200-250 per kg.

Kemudian, ditemukannya penerbitan RIPH yang melebihi rencana impor bawang putih yang telah ditetapkan pemerintah melalui Rapat Koordinasi Nasional. Yeka mencontohkan Rakornas 2023 menyepakati jumlah impor bawang putih sebanyak 560 ribu ton. Sementara, RIPH yang diterbitkan Kementan mencapai 1,2 juta ton.

Baca juga: Kemnaker-Ombudsman kerja sama tingkatkan kualitas pelayanan publik

Baca juga: Ombudsman dorong pemda miliki dana darurat pelindungan kesehatan warga

Baca juga: Ombudsman RI: MPP Jakarta jadi role model pelayanan publik yang prima