Bandar Seri Begawan (ANTARA News) - Himpunan Pengusaha Muda Indonesia meminta pemerintah benar-benar membantu pengusaha, termasuk pengusaha muda agar, bisa menghadapi berlakunya Masyarakat Ekonomi ASEAN pada 2015.

"Pemerintah tidak bisa melepaskan. Harus melindungi kepentingan nasional," kata Ketua Umum HIPMI Raja Sapta Oktohari, di Bandar Seri Begawan, Brunei Darussalam, Rabu, di sela mengikuti pertemuan pengusaha muda ASEAN yang merupakan salah satu pertemuan paralel dengan Pertemuan Menteri Keuangan ASEAN.

ASEAN menetapkan MEA berlaku pada 2015 sehingga nantinya arus barang, jasa dan modal tidak ada lagi hambatan di antara negara ASEAN.

Menurut Okto, pemerintah paling tidak harus memperhatikan masalah legalitas, modal dan pasar. Jika hal tersebut diperhatikan maka akan dapat meningkatkan daya saing pengusaha.

Dalam hal legalitas, pemerintah harus mampu membuat pengusaha nyaman dan mudah berusaha, termasuk dalam hal perijinan yang tidak mahal dan tidak bertele-tele.

Dalam masalah permodalan, HIPMI memandang di Indonesia masih sulit dan terlalu kaku dibanding negara tetangga. Misalnya bank masih memberikan sarat anggunan dan juga syarat lainnya yang sulit dipenuhi pengusaha. Sementara itu di negara tetangga masalah agunan tidak terlalu penting.

Sementara dalam hal pasar, pemerintah harus mampu membantu pengusaha agar semakin mudah dan murah memasarkan produknya.

Okto mengharapkan pemerintah tidak sibuk dalam upaya mewujudkan MEA tersebut sehingga lupa untuk menyiapkan daya saing pengusaha di dalam negeri.

Okto juga mengatakan bahwa salah satu kelemahan Indonesia dalam menghadapi MEA adalah kemampuan bahasa, terutama bahasa Inggris. Sementara itu, saat ini sudah banyak pengusaha negara lainnya sudah mempelajari bahasa Indonesia atau bahasa lainnya agar mereka dapat masuk ke pasar Indonesia.

Sementara itu mengenai pertemuan pengusaha muda ASEAN, Okto mengatakan ia mengusulkan 'ASEAN Young Entrepreneur Association' (Asosiasi Pengusaha Muda ASEAN) yang disambut baik pengusaha muda ASEAN lainnya.

Asosiasi itu sebagai sarana mereka untuk berkomunikasi dan membangun jaringan sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan kapasitas mereka. Okto mengharapkan organisasi ini cepat terbentuk.

Ia mengatakan saat ini HIPMI menjadi "benchmark" atau ukuran bagi pengusaha di negara ASEAN lainnya. "Mereka mau belajar dengan kita untuk mengelola organisasi," katanya. (*)