Menparekraf minta pengusaha tidak khawatir soal pajak hiburan
15 Januari 2024 20:14 WIB
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Sandiaga Salahuddin Uno saat acara The Weekly Brief with Sandi Uno di Jakarta pada Senin (15/01/2023). ANTARA/Farhan Arda Nugraha.
Jakarta (ANTARA) - Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Sandiaga Salahuddin Uno meminta para pengusaha pariwisata terutama penyedia jasa hiburan untuk tidak khawatir terhadap penetapan pajak hiburan sebesar 40 persen hingga 75 persen.
"Jangan khawatir pemerintah hadir dengan kebijakan-kebijakan yang berpihak tentunya (kepada pelaku usaha sektor pariwisata)," kata Sandi dalam acara The Weekly Brief with Sandi Uno di Jakarta pada Senin.
Hal tersebut disampaikan Sandi karena pihaknya memastikan, kebijakan yang dikeluarkan pemerintah dibuat untuk memberdayakan para pelaku usaha di industri pariwisata dan ekonomi kreatif, bukan mematikannya.
"Kami akan memastikan kebijakan kami akan memberdayakan pelaku industri pariwisata dan ekonomi kreatif bukan mematikan," tegas Sandi.
Khusus untuk pelaku usaha spa di Bali, Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Bali, Tjok Bagus Pemayun, menyampaikan bahwa para pengusaha spa yang merasa terbebani dengan penetapan pajak hiburan, dapat menyampaikan surat keberatan kepada pemerintah kabupaten/kota setempat.
Baca juga: Menko Airlangga tindak lanjuti soal tarif pajak jasa spa di Bali
"Kita minta tembusannya juga disampaikan ke Gubernur (gubernur Bali), sehingga dari dasar ini juga Pak Gubernur mendorong pemerintah kabupaten/kota untuk memperhatikan keberatan teman-teman pengusaha spa," kata Tjok yang turut hadir pada kesempatan yang sama.
Diketahui, Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) Bali menyebutkan sejumlah pengusaha spa di Pulau Dewata mengajukan uji materi (judicial review) ke Mahkamah Konstitusi terkait pasal yang mengatur tarif pajak dan klasifikasi-nya dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022.
"Kami sudah melakukan judicial review ke Mahkamah Konsitusi (MK), teman-teman (pengusaha) spa sudah melakukannya. Mudah-mudahan setidaknya ini (kenaikan tarif pajak) bisa ditunda," kata Ketua GIPI Bali Ida Bagus Agung Parta Adnyana di Nusa Dua, Kabupaten Badung, Bali, Kamis (11/1).
Senada dengan Agung Parta, Sekretaris Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Bali Perry Markus menambahkan uji materi sudah diterima MK pada Jumat (5/1).
Baca juga: Menparekraf kaji kenaikan tarif pajak hiburan dapat direvisi
Dia menjelaskan materi yang diuji itu yakni terkait pasal 55 dan pasal 58 Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD). Pada pasal 55 disebutkan mandi uap/spa termasuk dalam kategori jasa kesenian dan hiburan.
Pajak hiburan telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD).
Dalam aturan tersebut, disebutkan bahwa pajak barang dan jasa tertentu (PBJT) untuk jasa hiburan pada diskotik, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa ditetapkan paling rendah 40 persen dan paling tinggi 75 persen.
Pajak hiburan merupakan jenis pajak yang dipungut oleh pemerintah kabupaten/kota, yang pajaknya dibayarkan oleh konsumen sehingga pelaku usaha hanya memungut pajak yang telah ditetapkan.
"Jangan khawatir pemerintah hadir dengan kebijakan-kebijakan yang berpihak tentunya (kepada pelaku usaha sektor pariwisata)," kata Sandi dalam acara The Weekly Brief with Sandi Uno di Jakarta pada Senin.
Hal tersebut disampaikan Sandi karena pihaknya memastikan, kebijakan yang dikeluarkan pemerintah dibuat untuk memberdayakan para pelaku usaha di industri pariwisata dan ekonomi kreatif, bukan mematikannya.
"Kami akan memastikan kebijakan kami akan memberdayakan pelaku industri pariwisata dan ekonomi kreatif bukan mematikan," tegas Sandi.
Khusus untuk pelaku usaha spa di Bali, Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Bali, Tjok Bagus Pemayun, menyampaikan bahwa para pengusaha spa yang merasa terbebani dengan penetapan pajak hiburan, dapat menyampaikan surat keberatan kepada pemerintah kabupaten/kota setempat.
Baca juga: Menko Airlangga tindak lanjuti soal tarif pajak jasa spa di Bali
"Kita minta tembusannya juga disampaikan ke Gubernur (gubernur Bali), sehingga dari dasar ini juga Pak Gubernur mendorong pemerintah kabupaten/kota untuk memperhatikan keberatan teman-teman pengusaha spa," kata Tjok yang turut hadir pada kesempatan yang sama.
Diketahui, Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) Bali menyebutkan sejumlah pengusaha spa di Pulau Dewata mengajukan uji materi (judicial review) ke Mahkamah Konstitusi terkait pasal yang mengatur tarif pajak dan klasifikasi-nya dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022.
"Kami sudah melakukan judicial review ke Mahkamah Konsitusi (MK), teman-teman (pengusaha) spa sudah melakukannya. Mudah-mudahan setidaknya ini (kenaikan tarif pajak) bisa ditunda," kata Ketua GIPI Bali Ida Bagus Agung Parta Adnyana di Nusa Dua, Kabupaten Badung, Bali, Kamis (11/1).
Senada dengan Agung Parta, Sekretaris Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Bali Perry Markus menambahkan uji materi sudah diterima MK pada Jumat (5/1).
Baca juga: Menparekraf kaji kenaikan tarif pajak hiburan dapat direvisi
Dia menjelaskan materi yang diuji itu yakni terkait pasal 55 dan pasal 58 Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD). Pada pasal 55 disebutkan mandi uap/spa termasuk dalam kategori jasa kesenian dan hiburan.
Pajak hiburan telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD).
Dalam aturan tersebut, disebutkan bahwa pajak barang dan jasa tertentu (PBJT) untuk jasa hiburan pada diskotik, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa ditetapkan paling rendah 40 persen dan paling tinggi 75 persen.
Pajak hiburan merupakan jenis pajak yang dipungut oleh pemerintah kabupaten/kota, yang pajaknya dibayarkan oleh konsumen sehingga pelaku usaha hanya memungut pajak yang telah ditetapkan.
Pewarta: Farhan Arda Nugraha
Editor: Adi Lazuardi
Copyright © ANTARA 2024
Tags: