Gubernur Bali usul usaha spa ajukan insentif fiskal
15 Januari 2024 20:03 WIB
Pj Gubernur Bali Sang Made Mahendra saat menerima audiensi PHRI Bali dan BWSA bahas pajak spa di Denpasar, Senin (15/1/2024). ANTARA/Ho-Pemprov Bali.
Denpasar (ANTARA) - Penjabat (Pj) Gubernur Bali Sang Made Mahendra Jaya menyarankan pengusaha dalam Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) dan Bali Spa & Wellness Association (BSWA) agar mengajukan insentif fiskal, saran ini muncul buntut dari keluhan pengusaha atas kebijakan pajak hiburan 40-75 persen.
Di Denpasar, Senin, Mahendra mengaku sepakat bahwa Balinese Spa yang berkembang berkaitan dengan pengembangan potensi sumber daya lokal, tidak sesuai dengan posisinya di pemberlakuan pajak Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 sebagai usaha hiburan.
Oleh karena itu ia mendukung pengusaha spa yang mengajukan judicial review ke MK, namun para pengusaha ini didorong juga untuk mengajukan permohonan insentif fiskal yang nantinya diatur dalam peraturan kepala daerah.
“Langkah ini diatur dalam pasal 101 Undang-undang Nomor 1 Tahun 2022 yang menyebutkan bahwa gubernur/bupati/walikota dapat memberikan insentif fiskal ke para pelaku usaha di daerahnya dalam mendukung kebijakan kemudahan berinvestasi,” kata dia.
Baca juga: Dispar perjuangkan Balinese Spa buntut pajak naik jadi 40 persen
“Judicial review jalan, pengajuan insentif fiskal ini juga perlu ditempuh. Nanti saya akan mendorong pemerintah kabupaten/kota yang memiliki kewenangan untuk itu,” sambung orang nomor satu di Pemprov Bali itu.
Saran ini muncul saat Pj Gubernur Bali melakukan diskusi dengan PHRI Bali dan BSWA soal keberatan jika usaha spa masuk pengenaan pajak hiburan dengan beban pajak 40-75 persen.
Ketua PHRI Bali Tjok Oka Artha Ardhana Sukawati atau Cok Ace mengatakan Balinese Spa yang ada di Pulau Dewata memiliki kekhasan dan sudah diakui organisasi pariwisata dunia sebagai usaha di bidang kesehatan.
Baca juga: GIPI Bali usul penundaan kenaikan tarif pajak jasa hiburan tertentu
Mantan Wakil Gubernur Bali itu menjelaskan Balinese Spa terbentuk pada tahun 2002, saat itu hadir untuk menepis stigma negatif panti pijat, hingga akhirnya anggotanya terus bertambah dan bernaung di bawah PHRI Bali.
“Sejalan dengan penambahan anggota, BSWA terus berupaya meningkatkan kualitas layanan melalui pelatihan sumber daya manusia sehingga usaha spa di Bali banyak meraih penghargaan,” kata dia.
Saat ini setidaknya BSWA telah mencatat 12 ribu orang sudah tergabung sebagai terapis, bahkan Cok Ace mendapat informasi di Polandia terapis Bali amat terkenal dengan 337 tenaga terapis berasal dari Pulau Dewata.
Usaha spa ini memiliki keunikan karena dalam pengembangannya membawa misi penggalian potensi lokal boreh Bali atau penggunaan rempah-rempah sebagai lulurnya.
Oleh karena itu mereka keberatan atas pengenaan pajak hiburan dan telah mengajukan judicial review, serta dalam waktu dekat PHRI Bali dan BSWA akan menggelar diskusi membahas pro kontra undang-undang ini dengan dihadiri Menparekraf dan Menteri Keuangan.
Di Denpasar, Senin, Mahendra mengaku sepakat bahwa Balinese Spa yang berkembang berkaitan dengan pengembangan potensi sumber daya lokal, tidak sesuai dengan posisinya di pemberlakuan pajak Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 sebagai usaha hiburan.
Oleh karena itu ia mendukung pengusaha spa yang mengajukan judicial review ke MK, namun para pengusaha ini didorong juga untuk mengajukan permohonan insentif fiskal yang nantinya diatur dalam peraturan kepala daerah.
“Langkah ini diatur dalam pasal 101 Undang-undang Nomor 1 Tahun 2022 yang menyebutkan bahwa gubernur/bupati/walikota dapat memberikan insentif fiskal ke para pelaku usaha di daerahnya dalam mendukung kebijakan kemudahan berinvestasi,” kata dia.
Baca juga: Dispar perjuangkan Balinese Spa buntut pajak naik jadi 40 persen
“Judicial review jalan, pengajuan insentif fiskal ini juga perlu ditempuh. Nanti saya akan mendorong pemerintah kabupaten/kota yang memiliki kewenangan untuk itu,” sambung orang nomor satu di Pemprov Bali itu.
Saran ini muncul saat Pj Gubernur Bali melakukan diskusi dengan PHRI Bali dan BSWA soal keberatan jika usaha spa masuk pengenaan pajak hiburan dengan beban pajak 40-75 persen.
Ketua PHRI Bali Tjok Oka Artha Ardhana Sukawati atau Cok Ace mengatakan Balinese Spa yang ada di Pulau Dewata memiliki kekhasan dan sudah diakui organisasi pariwisata dunia sebagai usaha di bidang kesehatan.
Baca juga: GIPI Bali usul penundaan kenaikan tarif pajak jasa hiburan tertentu
Mantan Wakil Gubernur Bali itu menjelaskan Balinese Spa terbentuk pada tahun 2002, saat itu hadir untuk menepis stigma negatif panti pijat, hingga akhirnya anggotanya terus bertambah dan bernaung di bawah PHRI Bali.
“Sejalan dengan penambahan anggota, BSWA terus berupaya meningkatkan kualitas layanan melalui pelatihan sumber daya manusia sehingga usaha spa di Bali banyak meraih penghargaan,” kata dia.
Saat ini setidaknya BSWA telah mencatat 12 ribu orang sudah tergabung sebagai terapis, bahkan Cok Ace mendapat informasi di Polandia terapis Bali amat terkenal dengan 337 tenaga terapis berasal dari Pulau Dewata.
Usaha spa ini memiliki keunikan karena dalam pengembangannya membawa misi penggalian potensi lokal boreh Bali atau penggunaan rempah-rempah sebagai lulurnya.
Oleh karena itu mereka keberatan atas pengenaan pajak hiburan dan telah mengajukan judicial review, serta dalam waktu dekat PHRI Bali dan BSWA akan menggelar diskusi membahas pro kontra undang-undang ini dengan dihadiri Menparekraf dan Menteri Keuangan.
Pewarta: Ni Putu Putri Muliantari
Editor: Adi Lazuardi
Copyright © ANTARA 2024
Tags: