BMKG minta masyarakat tunggu kajian mendalam penyebab longsor Subang
12 Januari 2024 22:14 WIB
Sejumlah tim SAR Gabungan mengevakuasi sisa puing akibat bencana longsor di Desa Pasanggrahan, Kecamatan Kasomalang, Subang, Jawa Barat, Senin (8/1/2024). Sedikitnya dua orang korban meninggal dunia dan 9 korban mengalami luka luka akibat longsor yang terjadi di sekitar objek wisata dan sumber mata air Cipondok, Subang, saat debit curah hujan tinggi pada Minggu (7/1/2024). ANTARA FOTO/Novrian Arbi/YU
Bandung (ANTARA) - Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) meminta masyarakat menunggu hasil kajian mendalam terkait penyebab pasti bencana longsor di Kecamatan Kasomalang, Kabupaten Subang, Jawa Barat, pada hari Minggu (7/1).
Sebab, kata Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami BMKG Rahmat Triyono, butuh kajian mendalam untuk membuktikan berbagai teori yang berseliweran terkait longsor di sana, termasuk dugaan aktivitas pengeboran oleh perusahaan air minum adalah penyebab bencana itu.
"Untuk membuktikan itu, perlu kajian yang mendalam. Harus betul-betul ke lapangan untuk melakukan survei dan lain sebagainya terhadap titik-titik pengeboran airnya," kata Rahmat dalam keterangannya di Bandung, Jumat.
Rahmat mengatakan bahwa tidak menutup kemungkinan faktor tersebut ada, namun juga ada faktor hujan dengan intensitas tinggi di wilayah tersebut.
"Karena realitanya, (saat) kejadian longsor itu hujan intensitasnya sangat tinggi (200 mm)," ucap Rahmat.
Baca juga: Badan Geologi: Hujan lebat jadi penyebab longsor Subang
Baca juga: Penjabat Gubernur: Dua orang meninggal akibat tanah longsor di Subang
Sebelumnya, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana (PVMBG) Badan Geologi Kementerian ESDM menyebut bahwa hujan lebat menjadi penyebab tanah longsor di Cipondok, Desa Pasanggrahan, Kabupaten Subang.
"Jadi itu karena hujan lebat yang airnya terus masuk ke dalam cekungan hingga akhirnya menyebabkan debris atau limpasan air dan longsor di lokasi itu," kata Kepala Sub Koordinator Gerakan Tanah Wilayah Barat PVMBG Badan Geologi ESDM Sumaryono saat dikonfirmasi di Bandung, Rabu (10/1).
Lebih lanjut, Sumaryono mengatakan bahwa longsor tersebut bukan karena banjir bandang dari Sungai Cipunagara karena jaraknya cukup jauh.
Dia juga menjelaskan waktu sebelum dan saat terjadinya longsor, curah hujan di wilayah tersebut tengah mengalami anomali yakni mencapai 200 mm yang biasanya hujan tersebut kumulatif dalam 15 sampai 20 hari yang kemudian masuk ke dalam cekungan itu.
"Info dari BMKG dalam dua hari mencapai 200 mm, itu hujan yang biasanya 200 mm itu dalam 15 - 20 hari, dan bayangkan diturunkan dalam dua hari," katanya.
Dia juga menjelaskan secara morfologi, daerah tersebut memang rawan longsor dan kerap kali terjadi longsor, sehingga bukan karena sebab lain seperti aktivitas perusahaan air minum di sana.
"Jadi secara morfologi kawasan ini memang rawan longsor yang juga telah terjadi sebelum ada aktivitas perusahaan," ucapnya.
Baca juga: BPBD Jabar: Evakuasi korban Subang selesai masuk tahap rehabilitasi
Baca juga: Bey minta pengungsi longsor Subang bertahan di pengungsian dulu
Sebab, kata Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami BMKG Rahmat Triyono, butuh kajian mendalam untuk membuktikan berbagai teori yang berseliweran terkait longsor di sana, termasuk dugaan aktivitas pengeboran oleh perusahaan air minum adalah penyebab bencana itu.
"Untuk membuktikan itu, perlu kajian yang mendalam. Harus betul-betul ke lapangan untuk melakukan survei dan lain sebagainya terhadap titik-titik pengeboran airnya," kata Rahmat dalam keterangannya di Bandung, Jumat.
Rahmat mengatakan bahwa tidak menutup kemungkinan faktor tersebut ada, namun juga ada faktor hujan dengan intensitas tinggi di wilayah tersebut.
"Karena realitanya, (saat) kejadian longsor itu hujan intensitasnya sangat tinggi (200 mm)," ucap Rahmat.
Baca juga: Badan Geologi: Hujan lebat jadi penyebab longsor Subang
Baca juga: Penjabat Gubernur: Dua orang meninggal akibat tanah longsor di Subang
Sebelumnya, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana (PVMBG) Badan Geologi Kementerian ESDM menyebut bahwa hujan lebat menjadi penyebab tanah longsor di Cipondok, Desa Pasanggrahan, Kabupaten Subang.
"Jadi itu karena hujan lebat yang airnya terus masuk ke dalam cekungan hingga akhirnya menyebabkan debris atau limpasan air dan longsor di lokasi itu," kata Kepala Sub Koordinator Gerakan Tanah Wilayah Barat PVMBG Badan Geologi ESDM Sumaryono saat dikonfirmasi di Bandung, Rabu (10/1).
Lebih lanjut, Sumaryono mengatakan bahwa longsor tersebut bukan karena banjir bandang dari Sungai Cipunagara karena jaraknya cukup jauh.
Dia juga menjelaskan waktu sebelum dan saat terjadinya longsor, curah hujan di wilayah tersebut tengah mengalami anomali yakni mencapai 200 mm yang biasanya hujan tersebut kumulatif dalam 15 sampai 20 hari yang kemudian masuk ke dalam cekungan itu.
"Info dari BMKG dalam dua hari mencapai 200 mm, itu hujan yang biasanya 200 mm itu dalam 15 - 20 hari, dan bayangkan diturunkan dalam dua hari," katanya.
Dia juga menjelaskan secara morfologi, daerah tersebut memang rawan longsor dan kerap kali terjadi longsor, sehingga bukan karena sebab lain seperti aktivitas perusahaan air minum di sana.
"Jadi secara morfologi kawasan ini memang rawan longsor yang juga telah terjadi sebelum ada aktivitas perusahaan," ucapnya.
Baca juga: BPBD Jabar: Evakuasi korban Subang selesai masuk tahap rehabilitasi
Baca juga: Bey minta pengungsi longsor Subang bertahan di pengungsian dulu
Pewarta: Ricky Prayoga
Editor: Indra Gultom
Copyright © ANTARA 2024
Tags: