Dirjen SDPPI bahas potensi teknologi "BTS terbang" di Indonesia
12 Januari 2024 19:20 WIB
Direktur Jenderal Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika (Dirjen SDPPI Kemenkominfo) Ismail di Kantor Kementerian Komunikasi dan informatika, Jakarta Pusat, Jumat (12/1/2024). (ANTARA/Livia Kristianti)
Jakarta (ANTARA) - Direktur Jenderal Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika (Dirjen SDPPI Kemenkominfo) Ismail membahas potensi untuk Indonesia dapat mengadopsi teknologi baru berupa Base Transceiver Station (BTS) terbang sebagai solusi untuk pemerataan akses telekomunikasi.
Teknologi itu dikenal dengan nama High Altitude Platform Station atau HAPS yang telah dibahas dan mendapatkan izin untuk beroperasi di frekuensi tertentu dalam sidang World Radiocommunication Conference (WRC) yang berlangsung pada akhir Desember 2023.
"Jadi bentuknya pesawat dan akan dilengkapi dengan alat-alat elektronik untuk bisa memancarkan sinyal. Bagus dong kalau di daerah-daerah yang susah dibangun BTS-nya di darat seperti di tengah hutan kayak Kalimantan dan Papua yang medannya berat," kata Ismail kepada wartawan di Kantor Kementerian Komunikasi dan Informatika, Jakarta Pusat, Jumat.
Baca juga: Wamenkominfo dorong anak muda kuasai matematika dan bahasa Inggris
Dalam sidang WRC 2023 diputuskan bahwa HAPS secara internasional nantinya dapat beroperasi di empat pita frekuensi yaitu spektrum 900 MHz, 1800 MHz, 2,1 GHz dan 2,6 GHz.
Teknologi tersebut nantinya dapat mengangkut BTS 4G di ketinggian 18-25 km atau di lapisan stratosfer yang lebih rendah posisinya dibandingkan dengan ketinggian operasi satelit orbit rendah seperti milik Starlink di ketinggian sekitar 550 km.
Dalam hal uji coba, HAPS sebenarnya sudah beberapa kali diuji coba di Indonesia dalam bentuk balon udara. Raksasa teknologi seperti Google dan Meta bahkan sama-sama pernah menguji coba teknologi BTS terbang itu.
Ismail pun menyebutkan nantinya teknologi itu cepat atau lambat bakal menjadi salah satu solusi untuk menghadirkan layanan telekomunikasi yang lebih stabil layaknya kualitas jaringan BTS di daratan.
Terlebih kondisi geografis Indonesia yang merupakan negara kepulauan menjadikan HAPS yang beroperasi di udara dirasa cocok untuk mengatasi tantangan pembangunan infrastruktur yang tak bisa diselesaikan di daratan.
"Jadi aturan internasionalnya sudah ada, tapi memang untuk implementasinya belum ada yang menggunakan. Di Indonesia juga belum," kata Ismail.
Baca juga: Kemenkominfo hapus 165 konten hoaks selama masa kampanye Pemilu 2024
Baca juga: Komitmen Kemenkominfo perangi judi "online" hingga Pikachu berbatik
Baca juga: Wamenkominfo nilai kolaborasi jadi kunci perkuat ekosistem digital
Teknologi itu dikenal dengan nama High Altitude Platform Station atau HAPS yang telah dibahas dan mendapatkan izin untuk beroperasi di frekuensi tertentu dalam sidang World Radiocommunication Conference (WRC) yang berlangsung pada akhir Desember 2023.
"Jadi bentuknya pesawat dan akan dilengkapi dengan alat-alat elektronik untuk bisa memancarkan sinyal. Bagus dong kalau di daerah-daerah yang susah dibangun BTS-nya di darat seperti di tengah hutan kayak Kalimantan dan Papua yang medannya berat," kata Ismail kepada wartawan di Kantor Kementerian Komunikasi dan Informatika, Jakarta Pusat, Jumat.
Baca juga: Wamenkominfo dorong anak muda kuasai matematika dan bahasa Inggris
Dalam sidang WRC 2023 diputuskan bahwa HAPS secara internasional nantinya dapat beroperasi di empat pita frekuensi yaitu spektrum 900 MHz, 1800 MHz, 2,1 GHz dan 2,6 GHz.
Teknologi tersebut nantinya dapat mengangkut BTS 4G di ketinggian 18-25 km atau di lapisan stratosfer yang lebih rendah posisinya dibandingkan dengan ketinggian operasi satelit orbit rendah seperti milik Starlink di ketinggian sekitar 550 km.
Dalam hal uji coba, HAPS sebenarnya sudah beberapa kali diuji coba di Indonesia dalam bentuk balon udara. Raksasa teknologi seperti Google dan Meta bahkan sama-sama pernah menguji coba teknologi BTS terbang itu.
Ismail pun menyebutkan nantinya teknologi itu cepat atau lambat bakal menjadi salah satu solusi untuk menghadirkan layanan telekomunikasi yang lebih stabil layaknya kualitas jaringan BTS di daratan.
Terlebih kondisi geografis Indonesia yang merupakan negara kepulauan menjadikan HAPS yang beroperasi di udara dirasa cocok untuk mengatasi tantangan pembangunan infrastruktur yang tak bisa diselesaikan di daratan.
"Jadi aturan internasionalnya sudah ada, tapi memang untuk implementasinya belum ada yang menggunakan. Di Indonesia juga belum," kata Ismail.
Baca juga: Kemenkominfo hapus 165 konten hoaks selama masa kampanye Pemilu 2024
Baca juga: Komitmen Kemenkominfo perangi judi "online" hingga Pikachu berbatik
Baca juga: Wamenkominfo nilai kolaborasi jadi kunci perkuat ekosistem digital
Pewarta: Livia Kristianti
Editor: Maria Rosari Dwi Putri
Copyright © ANTARA 2024
Tags: