Mataram (ANTARA) - Salah seorang dari lima tersangka kasus penyelundupan sabu-sabu yang berada di bawah penanganan Badan Narkotika Nasional Provinsi Nusa Tenggara Barat berinisial DH mengaku bisa menggunakan handphone dalam lembaga pemasyarakatan usai menyetor Rp250 ribu ke petugas.

"Biar bisa pakai handphone, harus bayar Rp250 ribu. (Uang) Saya kasih ke petugas lapas," kata DH saat menjalani pemeriksaan di hadapan penyidik BNNP NTB di Mataram, Jumat.

Peristiwa menyetorkan uang kepada petugas lapas itu dikatakan DH saat masih berstatus terpidana kasus narkotika pada tahun 2022. Pidana hukuman dijalaninya di Lapas Kelas IIB Selong.

"Saya bebas bulan sembilan tahun kemarin, pakai handphone itu tahun 2022," ujarnya.

DH mengaku jenis handphone yang digunakan saat berada dalam lapas tersebut adalah telepon genggam.

"Bukan android, handphone yang biasa itu (telepon genggam," ucap dia.

Adanya biaya untuk bisa menggunakan telepon genggam diketahui DH setelah mendapatkan informasi dari narapidana dalam lapas.

"Tahunya dari teman-teman (narapidana) di dalam (lapas)," katanya.

Dia tidak memungkiri bahwa petugas lapas kerap melakukan razia barang milik warga binaan. Apabila kedapatan membawa handphone, petugas akan menyita dan memberikan sanksi terhadap warga binaan.

Agar tidak ketahuan, DH menyembunyikan handphone dalam lubang kloset dengan mengemasnya menggunakan plastik.

Terkair cara mendapatkan handphone, DH mengaku memanfaatkan jadwal kunjungan dari pihak keluarga. Tersangka DH mengaku berhasil menyelundupkan handphone ke dalam lapas setelah mendapatkan bantuan dari petugas lapas.

Penyidik BNNP NTB Anendi membenarkan adanya pengakuan tersangka DH tersebut. Pihaknya mendengar pengakuan DH dalam giat pemeriksaan sebagai tersangka kasus penyelundupan 409,14 gram sabu-sabu dari Medan.

Penggunaan handphone dalam lapas ini terungkap saat penyidik mendalami peran tersangka lain berinisial ZA yang kini masih berstatus narapidana di Lapas Kelas IIB Selong.

Penyidik menetapkan ZA sebagai tersangka setelah terungkap berperan sebagai pengendali pesanan narkotika jenis sabu-sabu asal Medan dari dalam lapas. Tersangka HD berhubungan dan ZA melalui komunikasi via telepon genggam.

"Iya, jadi persoalan itu (penggunaan handphone dalam lapas) terungkap dari pengakuan HD yang kami periksa hari ini," kata Anendi.

Pemeriksaan dalam rangkaian penyidikan ini turut dilakukan terhadap ZA dengan mengajukan peminjaman narapidana ke Lapas Kelas IIB Selong.

"ZA tadi siang kami periksa, sekarang sudah kami kembalikan ke Lapas Kelas IIB Selong," ujarnya.

Selain DH dan ZA, dalam kasus penyelundupan ini BNNP NTB turut menetapkan tiga orang lainnya berinisial ZS, RA, dan SA sebagai tersangka.

Peran dari ketiga tersangka berbeda. Untuk ZS dan RA berperan sebagai penyelundup sabu-sabu dari Medan dengan menjalankan modus simpan dalam dubur.

Penangkapan keduanya berlangsung di Bandara Internasional Zainuddin Abdul Madjid (BIZAM). Tindak lanjut penangkapan, BNNP NTB melanjutkan penangkapan secara berantai terhadap SA, DH, dan terakhir ZA.

Giat penangkapan terhadap lima tersangka yang berasal dari Aikmel, Kabupaten Lombok Timur ini usai BNNP NTB menerapkan strategi "control delivery" atau pemantauan pesanan.

Terkait hal ini, Lapas Kelas IIB Selong Ahmad Saepandi mengonfirmasi bahwa pihaknya akan segera menindaklanjuti adanya pengakuan tersangka DH tersebut.

"Kalau memang terbukti ada oknum-oknum di lapas kami yang melakukan hal demikian, pastinya kami akan berikan sanksi secara tegas karena hal ini jelas bertentangan dengan komitmen kami dalam membangun program Lapas Bersinar," kata Saepandi.

Dia turut menyampaikan bahwa sebagai bentuk komitmen dalam membangun program Lapas Bersinar, pihaknya mendukung penanganan kasus penyelundupan yang berjalan di penyidikan BNNP NTB.

Salah satunya, dengan menyetujui peminjaman penyidik BNNP NTB untuk melakukan pemeriksaan terhadap tersangka ZA yang merupakan narapidana Lapas Kelas IIB Selong.

"Iya, memang tadi ZA dipinjam penyidik untuk pemeriksaan di Mataram (kantor BNNP NTB). Ini salah satu bentuk dukungan kami dalam kasus yang sedang berproses di BNNP NTB," ujarnya.