Menparekraf minta perketat CHSE tekan hama lalat di Kintamani Bali
11 Januari 2024 17:27 WIB
Arsip foto - Petani menyiram tanaman bawang dengan latar belakang Gunung Batur di Desa Songan B, Kintamani, Kabupaten Bangli, Bali, Senin (18/12/2023) ANTARA/Dewa Ketut Sudiarta Wiguna
Kuta, Bali (ANTARA) - Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Uno meminta pelaku pariwisata memperketat penerapan kebersihan, kesehatan, keamanan, dan keberlanjutan lingkungan (CHSE) untuk menekan dampak serangan hama lalat di Kintamani, Kabupaten Bangli, Bali.
“Saya ingin kembali mengingatkan Standar Nasional Indonesia (SNI) CHSE ini diterapkan,” kata Sandiaga Uno di sela diskusi dengan pelaku UMKM di Kuta, Kabupaten Badung, Bali, Kamis.
Ia menjelaskan serangan lalat itu terjadi karena penggunaan pupuk alami yang berasal dari kotoran ayam untuk memberikan tambahan kesuburan tanah di kawasan pertanian Kintamani.
Baca juga: Menparekraf ungkap tiga maskapai asing ajukan penerbangan ke Bali
Sandiaga mengapresiasi para petani di kawasan sejuk itu karena memanfaatkan pupuk non kimia sebagai implementasi nyata kegiatan yang mendukung pariwisata hijau.
Namun, hal tersebut menimbulkan dampak tersendiri karena mengundang hama lalat yang bertambah banyak di kawasan wisata itu.
“Ternyata upaya penggunaan pupuk dari kotoran ayam ini memudahkan petani dan sangat efektif dalam konsep ekonomi hijau karena non kimia tapi ternyata ada dampak dari segi perkembangbiakan masif lalat,” imbuhnya.
Pihaknya sudah melakukan koordinasi dengan Dinas Pariwisata dan pelaku pariwisata setempat untuk menjaga standar CHSE itu.
Baca juga: Menparekraf kaji kenaikan tarif pajak hiburan dapat direvisi
Sementara itu, Sekretaris Jenderal Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Bali Perry Markus mengatakan sebagian turis memahami kondisi tersebut setelah mendapatkan penjelasan.
Ia pun mengharapkan pelaku pariwisata di daerah itu selain menerapkan CHSE, juga memberikan informasi yang lengkap terkait kemunculan hama lalat itu.
Perry menambahkan kemunculan lalat itu tidak setiap waktu namun hanya terjadi pada musim tertentu misalnya musim tanam produk pertanian saat musim hujan di antaranya pertanian bawang, cabai, tomat, dan hortikultura lainnya.
“Ada sebagian (wisatawan) bertanya, setelah dijelaskan mereka mengerti karena itu daerah pertanian hortikultura dan sayuran. Penjelasan logis perlu kami sampaikan kepada wisatawan,” katanya.
Baca juga: Menparekraf fokus garap pariwisata berkelanjutan 2024
Kawasan wisata Kintamani di Kabupaten Bangli, Bali, menjadi salah satu destinasi wisata yang banyak dikunjungi wisatawan domestik dan mancanegara.
Saat ini, sudah bermunculan banyak kafe atau restoran dengan menawarkan pemandangan bentang alam yakni kaldera Gunung Batur dan Danau Batur dengan suasana sejuk dan dingin.
“Saya ingin kembali mengingatkan Standar Nasional Indonesia (SNI) CHSE ini diterapkan,” kata Sandiaga Uno di sela diskusi dengan pelaku UMKM di Kuta, Kabupaten Badung, Bali, Kamis.
Ia menjelaskan serangan lalat itu terjadi karena penggunaan pupuk alami yang berasal dari kotoran ayam untuk memberikan tambahan kesuburan tanah di kawasan pertanian Kintamani.
Baca juga: Menparekraf ungkap tiga maskapai asing ajukan penerbangan ke Bali
Sandiaga mengapresiasi para petani di kawasan sejuk itu karena memanfaatkan pupuk non kimia sebagai implementasi nyata kegiatan yang mendukung pariwisata hijau.
Namun, hal tersebut menimbulkan dampak tersendiri karena mengundang hama lalat yang bertambah banyak di kawasan wisata itu.
“Ternyata upaya penggunaan pupuk dari kotoran ayam ini memudahkan petani dan sangat efektif dalam konsep ekonomi hijau karena non kimia tapi ternyata ada dampak dari segi perkembangbiakan masif lalat,” imbuhnya.
Pihaknya sudah melakukan koordinasi dengan Dinas Pariwisata dan pelaku pariwisata setempat untuk menjaga standar CHSE itu.
Baca juga: Menparekraf kaji kenaikan tarif pajak hiburan dapat direvisi
Sementara itu, Sekretaris Jenderal Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Bali Perry Markus mengatakan sebagian turis memahami kondisi tersebut setelah mendapatkan penjelasan.
Ia pun mengharapkan pelaku pariwisata di daerah itu selain menerapkan CHSE, juga memberikan informasi yang lengkap terkait kemunculan hama lalat itu.
Perry menambahkan kemunculan lalat itu tidak setiap waktu namun hanya terjadi pada musim tertentu misalnya musim tanam produk pertanian saat musim hujan di antaranya pertanian bawang, cabai, tomat, dan hortikultura lainnya.
“Ada sebagian (wisatawan) bertanya, setelah dijelaskan mereka mengerti karena itu daerah pertanian hortikultura dan sayuran. Penjelasan logis perlu kami sampaikan kepada wisatawan,” katanya.
Baca juga: Menparekraf fokus garap pariwisata berkelanjutan 2024
Kawasan wisata Kintamani di Kabupaten Bangli, Bali, menjadi salah satu destinasi wisata yang banyak dikunjungi wisatawan domestik dan mancanegara.
Saat ini, sudah bermunculan banyak kafe atau restoran dengan menawarkan pemandangan bentang alam yakni kaldera Gunung Batur dan Danau Batur dengan suasana sejuk dan dingin.
Pewarta: Dewa Ketut Sudiarta Wiguna
Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2024
Tags: