"Timbel dapat mengganggu kesehatan dalam jangka pendek, bisa melalui inhalasi atau ingesti, dihirup maupun dimakan," katanya dalam diskusi bertajuk Pencegahan Dampak Kesehatan Pajanan Timbel Lingkungan di Jakarta, Rabu.
Dalam jangka pendek, kata Ari, timbel yang masuk ke dalam tubuh dapat masuk ke dalam sel darah merah dan mengganggu fungsi organ tubuh manusia. Pada anak-anak, penyerapan pajanan timbel bisa terjadi dua sampai tiga kali lipat lebih mudah dibandingkan pada orang dewasa.
Sedangkan dalam jangka panjang, kata dia, pajanan timbel yang terpapar dapat mengganggu fungsi sumsum tulang belakang dalam menghasilkan sel darah merah, yang dapat mengakibatkan anemia.
Baca juga: FKUI kemukakan bahaya timbel mengancam anak-anak di Indonesia
Baca juga: KLHK luncurkan desain lanskap mitigasi pencemaran timbal
Lebih lanjut, ia menyebutkan timbel tidak dapat dirasakan atau dicium. Selain itu, dampak yang ditimbulkan oleh pajanan timbal tidak dapat dirasakan langsung oleh manusia.
Diketahui, penelitian yang dilakukan oleh FKUI bersama Yayasan Pure Earth Indonesia terhadap 564 anak-anak di empat wilayah yang berpotensi tercemar timbel dan satu wilayah netral di Pulau Jawa pada 2023 membuktikan 28 persen anak memiliki KTD sebesar 5-<10 µg/dL, 35 persen dengan 10-<20 µg/dL, 22 persen dengan 20-<45 µg/dL, dan dua persen masing-masing dengan 45-65 µg/dL dan >65 µg/dL.
Padahal, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menetapkan batas maksimal KTD pada anak sebesar 5 µg/dL. Pihak yang sama juga menetapkan angka KTD sebesar 45 µg/dL sebagai ambang batas rekomendasi terapi.
Baca juga: Dokter: ASI dan imunisasi saling melengkapi
Baca juga: Pilihan aktivitas fisik dan olahraga bagi bayi, anak-anak, dan remaja
Baca juga: Rekomendasi ragam camilan sehat untuk pemenuhan gizi anak