JAKARTA (ANTARA) - Januari menjadi musim orang-orang menabur benih mimpi dalam kemasan program yang populer dengan sebutan resolusi. Sebagai tren awal tahun, resolusi terkadang seperti sebuah keniscayaan belaka bahwa setiap pribadi harus memiliki, tapi tak semua orang bersungguh-sungguh mengupayakan realisasinya dalam perjalanan sepanjang tahun. Bagi yang berketetapan hati ingin mewujudkan mimpi, terdapat kiat bagaimana menabur dan merawat mimpi di kebun pikiran, agar memanen sukses di pengujung tahun.

Sebagaimana petani menabur benih tanaman di ladang, begitu pula gambaran menabur benih mimpi di kebun pikiran. Ada teknik, tata cara, kiat, dan rahasia agar benih tumbuh dan berkembang kemudian memberi hasil gemilang pada masa panen.

Mimpi adalah hak semua orang terlebih yang hidup dalam keterbatasan. Nyatanya impian tak jarang menjadi bahan olokan dan tertawaan banyak orang karena dalam benak mereka hanyalah sebentuk keinginan tak masuk akal atau bunga lamunan.

Bagi sebagian kecil orang yang hidup di “kutub positif” sebagai penganut optimisme tinggi dan pemilik keyakinan kuat serta karib dengan kemustahilan, ia terus berlari di belantara mimpi tanpa mengindahkan apa komentar orang.

Kebanyakan orang telanjur percaya bahwa yang pantas bermimpi adalah mereka yang berlimpah kelebihan sehingga mimpinya dianggap masuk akal dan realistis. Padahal, mimpi justru harus dimiliki orang serba-berkebatasan. Itu menurut akal sehat. Mengapa? Sifat mimpi itu harus luar biasa dan dibutuhkan lompatan besar untuk meraihnya.

Pergi ke luar angkasa bagi para astronaut adalah keinginan biasa tetapi untuk anak yang masih duduk di bangku SD itu merupakan impian. Memiliki jet pribadi bagi seorang miliarder hanyalah keinginan karena bisa terbeli tanpa usaha keras, sedangkan untuk masyarakat biasa adalah impian besar. Begitu analogi sederhana, bagaimana impian harus sesuatu yang istimewa, seolah hampir tak terjangkau oleh nalar.

Bahwa mimpi itu harus tinggi, jadi teringat pesan Bung Karno, “Bermimpilah setinggi langit… Jika engkau jatuh, engkau akan jatuh di antara bintang-bintang”.

Segala yang istimewa hanya dapat diperoleh dengan upaya luar biasa. Setelah memastikan bahwa impianmu adalah hal baik, berdampak positif atau membawa kemaslahatan bagi masyarakat luas, maka saatnya mengerahkan segenap ikhtiar untuk mewujudkannya.

Carilah dukungan dengan cara menuangkan pemikiran terkait mimpi-mimpi itu dalam tulisan dan sebarkan ke berbagai lini masa, agar berpeluang dibaca oleh lebih banyak orang.

Ceritakan juga ide dan gagasanmu pada orang tertentu yang tulus, memiliki pemikiran terbuka, objektif, dan kritis. Dia akan mengkritik kelemahanmu dengan kasih sayang bukan dengan menjatuhkan karena ketidaksukaan.

Kritik karena sayang tidak akan terasa pedas di telinga karena apa yang diberikan dari hati akan sampai ke hati. Jika Anda menemukan teman tulus yang kritis, pertahankan dia sebagai aset berharga karena keberadaannya agak langka. Dengan memiliki dukungan, perjalanan merealisasikan mimpi setidaknya memperoleh sokongan moril yang bakal menguatkan tatkala ujian datang menerpa.

Namun bila kenyataannya Anda tak memiliki siapa-siapa dalam hal membangun mimpi, itu sangat bisa dipahami, karena Anda berada di tengah masyarakat yang menganut arus umum. Jika mimpimu tidak umum-- melawan arus atau membuat arus baru--jangan sedih bila tak berpengikut, masih beruntung Anda tak dianggap gila.


Menyemai mimpi

Kebun pikiran dapat diserupakan dengan ladang pertanian yang dapat ditaburi benih apa saja. Namun, untuk hasilnya tentu saja mengikuti hukum alam, apa yang ditanam itulah hasil yang bakal dipetik.

Realitanya, orang menanam rumput tak akan tumbuh padi, tetapi orang menanam padi selalu tumbuh rumput liar yang mengganggunya. Artinya, orang yang menabur kejahatan tak akan memperoleh kebaikan, sedangkan orang yang menanam budi kebaikan kadang masih diuji dengan berbagai cobaan.

Untuk memanen kebaikan terlebih dulu harus dipilih benih mimpi yang baik, selanjutnya mimpi harus ditabur di ladang persemaian yang subur, cukup pupuk (motivasi) dan air (doa), dirawat sepenuh hati dengan kasih sayang dan kesungguhan.

Kemudian waktu tanam pun mesti memilih saat yang tepat ketika kebun pikiran sedang kondusif untuk ditaburi bibit mimpi berupa ide, gagasan, atau keinginan.

Bila bibit mimpi berasal dari pikiran sadar (objektif), maka pelaksana atau tempat persemaiannya adalah pikiran bawah sadar (subjektif). Guna menentukan kapan waktu yang tepat untuk menabur bibit mimpi, terlebih dulu kita harus pahami tentang gelombang otak.

Gelombang otak ini ditemukan pada pertengahan 1920-an oleh seorang ahli saraf Jerman bernama Hans Berger, orang pertama yang berhasil membuat rekaman pola aktivitas listrik otak dengan elektroensefalografi (EEG).

Terdapat lima jenis gelombang otak manusia berdasarkan kecepatan atau tingkat frekuensinya, yang diukur dalam Hertz (Hz).

1. Delta pada frekuensi 1-4 Hz, gelombang paling lambat saat seseorang tidur nyenyak tanpa mimpi.

2. Theta berada di frekuensi 4-8 Hz, masih tergolong gelombang lambat yang berlangsung ketika orang tidur ringan.

3. Alfa menempati frekuensi antara 8 hingga 12 Hz, terjadi pada waktu anda dalam keadaan santai, rileks, nyaman, bebas dari beban, kecemasan, dan ketakutan.

4. Beta, gelombang otak yang bekerja pada frekuensi 12-38 Hz, terdeteksi sepanjang hari saat orang aktif bekerja.

5. Gama adalah gelombang otak tertinggi di kisaran frekuensi 30-100 Hz, biasanya dimiliki oleh orang ber-IQ tinggi yang selalu berpikir keras dan memecahkan persoalan-persoalan besar.

Adapun kondisi ideal untuk menyemai mimpi adalah gelombang Alfa, pada frekuensi itu Anda dapat memasuki dan membangkitkan kekuatan pikiran bawah sadar sepenuhnya. Taburkan benih-benih impian, dari gagasan brilian dengan suntikan sugesti, dan pasokan energi abadi untuk proses perjalanan realisasi.



Faktor luar

Menyemai bibit mimpi unggulan di kebun pikiran yang kondusif berikut perawatan sepenuh hati tidak serta merta menjamin kesuksesan pada masa panen, sebab masih ada faktor eksternal yang berpotensi menggagalkan.

Faktor eksternal bagi petani adalah kondisi alam yang kadang tak bersahabat, bisa kering terik, atau hujan dalam volume berlebihan, dan juga amukan angin badai. Adapun bagi pemimpi, kendala luar bisa datang dari lingkungan kerja yang kurang sehat, berkembangnya semangat “membuang” orang-orang yang dianggap penentang, dan menjatuhkan mereka yang memiliki pendapat tidak sejalan dengan pandangan arus utama.

Pemimpi tak jarang dipandang sebagai orang aneh, bahkan oleh orang-orang terdekat yang tidak dapat mengerti jalan pikirannya. Alih-alih memperoleh apresiasi dan diberi motivasi, menemukan orang yang mampu memahami dan bisa diajak diskusi pun bukan perkara mudah.

Ketiadaan orang lain yang memahami, makin menghempaskan pemimpi pada lorong sepi sehingga dia harus mengandalkan kekuatan diri sendiri, termasuk untuk menjaga kepercayaan diri dalam merawat mimpinya.

Tak perlu berkecil hati hanya karena mimpimu tak dimengerti oleh sebagian besar orang karena orang istimewa berada dalam golongan yang sedikit.

Kembali pada kemampuan diri sendiri adalah cara pulang paling berani. Dan mengandalkan Tuhan sebagai satu-satunya penolong, adalah "cara frustrasi" paling berkelas.