Pakar: Rokok elektrik berbahaya bagi orang di sekitar
9 Januari 2024 20:11 WIB
Tangkapan layar Ketua Perhimpunan Dokter Spesialis Paru Indonesia Prof Dr dr Agus Dwi Susanto dalam media briefing bertema "Paparan Hasil Kajian dan Studi Klinis Rokok Elektronik di Indonesia" yang digelar daring, Selasa (9/1/2023). ANTARA/Lia Wanadriani Santosa
Jakarta (ANTARA) - Guru Besar Bidang Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Prof Dr dr Agus Dwi Susanto menyebutkan rokok elektrik atau vape berbahaya bagi orang yang berada di sekitar penggunanya.
"WHO sendiri menyatakan orang-orang yang berada di sekitar (pengguna rokok elektrik) juga menghirup kandungan nikotin ataupun juga partikel-partikel yang berbahaya," katanya dalam taklimat media yang diikuti secara daring di Jakarta, Selasa.
Berdasarkan hal tersebut, Agus menilai penggunaan rokok elektrik sama bahayanya dengan rokok konvensional. Di mana dalam jangka panjang orang yang menghirup uap dari rokok elektrik akan memiliki sejumlah masalah kesehatan.
"Seperti halnya pada perokok pasif, mulai dari gangguan pernapasan, gangguan fungsi paru, sampai penyakit-penyakit pernapasan," tambah Ketua Perhimpunan Dokter Spesialis Paru Indonesia (PDPI) itu.
Baca juga: PDPI soroti kesalahan persepsi masyarakat perihal rokok elektrik
Baca juga: Kemenkeu: Pajak rokok elektrik demi beri keadilan
Agus mengungkapkan, pada 2018 National Academies of Science, Engineering and Medicine menerbitkan konsensus laporan riset yang meninjau ulang lebih dari 800 riset yang berbeda-beda dengan kesimpulan penggunaan rokok elektrik menyebabkan risiko kesehatan manusia. Rokok elektrik mengandung dan mengemisikan sejumlah bahan berpotensi berbahaya dan toksik.
"Rokok elektrik menghasilkan sejumlah bahan kimia berbahaya yang dapat menyebabkan penyakit paru, seperti acetaldehyde, acrolein, dan formaldehyde. Juga mengandung bahan yang mengakibatkan acute lung injury, meningkatkan risiko penyakit PPOK, asma, serta kanker (paru)," tegasnya.
Di Indonesia sendiri, ungkap Agus, penelitian tentang bahaya rokok elektrik telah dilakukan dengan cara membandingkannya langsung dengan rokok konvensional terhadap tikus putih. Penelitian tersebut menghasilkan temuan bahwa kerusakan paru yang diakibatkan oleh kedua rokok jenis tersebut adalah sama.
"Jika tikus itu dipajankan setiap hari dengan rokok konvensional, dengan rokok elektrik 3 mg (kadar nikotinnya) setiap hari maka kerusakan parunya setelah dibiopsi, diperiksa dengan mikroskop itu sama saja," ungkapnya.
Mengingat bahaya kesehatan yang ditimbulkan, Agus menganjurkan rokok elektrik seharusnya dilarang atau diatur penggunaannya, terlepas dari potensinya sebagai sarana untuk berhenti merokok yang masih diperdebatkan.
Baca juga: Benarkah vape "lebih aman" dari rokok? Ini kata dokter
Baca juga: APVI dukung pemerintah cegah penyalahgunaan rokok elektrik
"WHO sendiri menyatakan orang-orang yang berada di sekitar (pengguna rokok elektrik) juga menghirup kandungan nikotin ataupun juga partikel-partikel yang berbahaya," katanya dalam taklimat media yang diikuti secara daring di Jakarta, Selasa.
Berdasarkan hal tersebut, Agus menilai penggunaan rokok elektrik sama bahayanya dengan rokok konvensional. Di mana dalam jangka panjang orang yang menghirup uap dari rokok elektrik akan memiliki sejumlah masalah kesehatan.
"Seperti halnya pada perokok pasif, mulai dari gangguan pernapasan, gangguan fungsi paru, sampai penyakit-penyakit pernapasan," tambah Ketua Perhimpunan Dokter Spesialis Paru Indonesia (PDPI) itu.
Baca juga: PDPI soroti kesalahan persepsi masyarakat perihal rokok elektrik
Baca juga: Kemenkeu: Pajak rokok elektrik demi beri keadilan
Agus mengungkapkan, pada 2018 National Academies of Science, Engineering and Medicine menerbitkan konsensus laporan riset yang meninjau ulang lebih dari 800 riset yang berbeda-beda dengan kesimpulan penggunaan rokok elektrik menyebabkan risiko kesehatan manusia. Rokok elektrik mengandung dan mengemisikan sejumlah bahan berpotensi berbahaya dan toksik.
"Rokok elektrik menghasilkan sejumlah bahan kimia berbahaya yang dapat menyebabkan penyakit paru, seperti acetaldehyde, acrolein, dan formaldehyde. Juga mengandung bahan yang mengakibatkan acute lung injury, meningkatkan risiko penyakit PPOK, asma, serta kanker (paru)," tegasnya.
Di Indonesia sendiri, ungkap Agus, penelitian tentang bahaya rokok elektrik telah dilakukan dengan cara membandingkannya langsung dengan rokok konvensional terhadap tikus putih. Penelitian tersebut menghasilkan temuan bahwa kerusakan paru yang diakibatkan oleh kedua rokok jenis tersebut adalah sama.
"Jika tikus itu dipajankan setiap hari dengan rokok konvensional, dengan rokok elektrik 3 mg (kadar nikotinnya) setiap hari maka kerusakan parunya setelah dibiopsi, diperiksa dengan mikroskop itu sama saja," ungkapnya.
Mengingat bahaya kesehatan yang ditimbulkan, Agus menganjurkan rokok elektrik seharusnya dilarang atau diatur penggunaannya, terlepas dari potensinya sebagai sarana untuk berhenti merokok yang masih diperdebatkan.
Baca juga: Benarkah vape "lebih aman" dari rokok? Ini kata dokter
Baca juga: APVI dukung pemerintah cegah penyalahgunaan rokok elektrik
Pewarta: Sean Muhamad
Editor: Riza Mulyadi
Copyright © ANTARA 2024
Tags: