Jakarta (ANTARA News) - Membanjirnya beragam produk impor komoditas udang dari berbagai negara ke dalam Amerika Serikat ternyata membuat pengusaha negeri Paman Sam yang tergabung dalam Coalition of Gulf Shrimp Industries/COGSI.

Para pengusaha itu menuding bahwa sebanyak tujuh negara melakukan teknik perdagangan tidak adil ("unfair trade") dengan menerapkan subsidi bagi produksi komoditas udang di negara masing-masing.

COGSI akhirnya mengajukan petisi kepada pemerintah AS pada tanggal 28 Desember 2012 untuk mengenakan Countervailing Duties (CVD) atas impor Frozen Warmwater Shrimp yang dianggap mengandung subsidi dari tujuh negara yaitu China, Ekuador, India, Indonesia, Malaysia, Thailand, dan Vietnam.

Tuduhan pengenaan CVD dimaksudkan untuk mengganti kerugian yang ditimbulkan dari "unfair trade" akibat adanya subsidi dari pemerintah yang dilakukan oleh ketujuh negara tersebut.

Terhadap petisi tersebut telah diperiksa kelayakannya oleh Otoritas Amerika Serikat yaitu Komisi Perdagangan Internasional AS (US-ITC) dan Departemen Perdagangan AS (US-DOC).

Petisi itu pun terus bergulir. Pada tanggal 7 Februari 2013, US-ITC melalui voting (5-1) menetapkan bahwa terdapat indikasi jika industri domestik Amerika Serikat (AS) mengalami kerugian karena impor udang yang disubsidi dari negara-negara tersebut.

Walhasil, Dalam enam bulan sejak Februari, ITC akan memulai investigasi lanjutan (akhir) mengenai kerugian ekonomi yang dialami industri udang dalam negeri AS.

Sedangkan pada tanggal 18 Januari 2013, US-DOC telah mengumumkan secara resmi akan melakukan inisiasi Countervailing Duty Investigation terkait tuduhan subsidi impor udang asal dari tujuh negara tersebut.

Terkait dengan tuduhan tersebut, Kementerian Kelautan dan Perikanan telah melakukan koordinasi dengan Kementerian Perdagangan, Kementerian Luar Negeri dan asosiasi usaha dalam rangka konsolidasi dan mengambil langkah yang diperlukan.

Salah satu langkah yang dilakukan dalam menyikapi petisi itu antara lain dengan mengadakan pertemuan antara Menteri Kelautan dan Perikanan Sharif Cicip Sutardjo dengan Under Secretary Commerce for International Trade US-DOC, Fransisco J. Sanchez.

Pertemuan tersebut terkait pentingnya perudangan Indonesia dalam upaya meningkatkan kesejahteraan pembudidaya udang dan menciptakan lapangan kerja.

Karena ada indikasi kerugian tersebut, maka US-DOC mengirimkan petugas pada tanggal 3--21 Juni 2013 US-DOC telah melakukan verifikasi lapang ke Jakarta dan Lampung.

Namun setelah melaksanakan verifikasi lapangan, US-DOC pada 13 Agustus 2013 telah mengeluarkan "final determination" (ketetapan akhir) bahwa tidak terdapat indikasi subsidi terhadap ekspor udang Indonesia.

Mengenai hasil dari "final determination" tersebut, Menteri Kelautan dan Perikanan Sharif Cicip Sutardjo mengatakan, investigasi yang dilakukan Departemen Perdagangan Amerika Serikat (US-DOC) telah menepiskan tudingan subsidi udang yang dituduh dilakukan Indonesia.

"Pada tanggal 13 Agustus 2013, US-DOC telah mengeluarkan `final determination" (ketetapan akhir) bahwa tidak terdapat indikasi subsidi terhadap ekspor udang Indonesia," tegas Sharif Cicip Sutardjo di Jakarta, Rabu (14/8).

Senada dengan itu, Wakil Menteri Perdagangan, Bayu Krisnamurthi mengatakan, ekspor udang Indonesia ke Amerika Serikat telah dinyatakan bebas tudingan anti-subsidi.

Dengan bebasnya tudingan tersebut, menurut Bayu Krisnamurthi, maka hal itu dinilai dapat meningkatkan penjualan komoditas tersebut tahun ini.

"Ekspor udang Indonesia `alhamdulillah` dinyatakan tidak terkena anti-subsidi dari Amerika Serikat, dan itu suatu hal yang kita sambut baik. Dengan kondisi yang disampaikan Amerika Serikat ini kita bisa melihat kapitalisasi ekspor udang untuk pasar Amerika Serikat akan meningkat tahun ini," kata Wamendag.

Bayu memaparkan, ekspor udang nasional ke Amerika Serikat pada 2012 senilai 560 juta dolar AS, sedangkan pada tahun yang sama total ekspor udang nasional ke seluruh dunia senilai 1,2 miliar dolas AS.

Sementara itu, sejak Januari hingga Mei 2013 ekspor udang nasional ke Amerika Serikat senilai 211 juta dolar AS, dan ekspor udang nasional ke seluruh dunia senilai 534 juta dolar AS.

Bayu mengatakan dengan adanya berita baik tersebut, maka ekspor udang ke Amerika Serikat sepanjang 2013 diperkirakan akan meningkat 100 juta hingga 150 juta dolar AS dibandingkan pencapaian tahun sebelumnya.

"Kita akan mempunyai posisi lebih baik. Mungkin dalam 2013 kapitalisasinya akan membuat ekspor bertambah 100 juta hingga 150 juta dolar AS di atas pencapaian tahun 2012," ujarnya.

Ia juga mengatakan, Indonesia memiliki waktu kurang lebih tiga bulan ke depan untuk bisa secara efektif mendorong ekspor udang nasional ke Amerika Serikat untuk dapat mengembalikan momentum pertumbuhan ekspor udang ke Amerika Serikat maupun negara lain.

Wamendag Bayu Krisnamurthi menambahkan, kabar baik atas terbebasnya ekspor udang Indonesia dari tudingan anti-subsidi, maka sekaligus menjadi hadiah bagi Bangsa Indoensia yang memperingati Kemerdekaan Indonesia, 17 Agustus 2013.


Pelurusan persepsi

Selain memenangkan perang dagang di AS, Indonesia juga perlu memperhatikan kondisi konsumsi udang yang disantap di dalam negeri.

Untuk itu, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menyatakan bahwa persepsi pasar terkait dengan komoditas ikan perlu diluruskan agar makin banyak masyarakat yang menyantap salah satu hidangan laut tersebut.

"Persepesi pasar tentang udang perlu diluruskan," kata Dirjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan KKP Saut Hutagalung di Jakarta, Selasa.

Menurut Saut, pada saat ini udang kerap dipersepsikan sebagai penyebab kolesterol, padahal udang mengandung phytokolesterol yang baik bagi tubuh.

Untuk itu, ujar dia, KKP pada tanggal 24--25 Agustus 2013 juga akan menyelenggarakan Festival Perikanan Nusantara ke-4 di Plaza Taman Parkir Timur Senayan di Jakarta.

Ia mengemukakan bahwa festival tersebut akan berfokus pada promosi komoditas udang yang juga telah ditetapkan sebagai salah satu komoditas industrialisasi perikanan.

Dirjen P2HP KKP juga menegaskan bahwa produksi udang akan terus ditingkatkan seiring dengan revitalisasi budi daya sehingga pasar lebih mudah dan menerima udang.

Berdasarkan data KKP, tingkat konsumsi ikan masyarakat mempunyai kecenderungan terus meningkat.

Pada tahun 2010, tingkat konsumsi ikan nasional sebesar 30,48 kilogram/kapita, tahun 2011 meningkat sebesar 32,25 kilogram/kapita dan tahun 2012 meningkat menjadi 33,89 kilogram/kapita.

"Namun, tingkat konsumsi tersebut masih jauh bila dibandingkan dengan tingkat konsumsi negara tetangga lainnya," katanya.

KKP sendiri melalui Ditjen Perikanan Budidaya juga telah mengalokasikan dana Rp125 miliar untuk program revitalisasi tambak udang bersertifikasi atau demfarm pada 2013.

Dirjen Perikanan Budidaya KKP Slamet Soebjakto menyatakan, udang merupakan komoditas unggulan baik dari sisi ekspor maupun perikanan budidaya nasional, sehingga, intervensi pemerintah melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja (APBN) dibutuhkan untuk keberlangsungan peningkatan produksi usaha perikanan.

"Selain itu, juga untuk menjamin kepastian bagi industrialisasi perikanan budidaya," ujarnya.

Menurut dia, anggaran Rp125 miliar diperuntukkan bagi daerah pertambakan percontohan di 28 kabupaten tersebar di enam provinsi seperti Jawa Timur, Jawa Tengah, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Barat (NTB), Lampung dan Sumatera Utara, dengan luas pertambakan 504 hektare (ha).

Anggaran sebesar itu, kata Slamet, akan dibelanjakan untuk modal bagi sarana produksi petambak seperti kincir, plastik mulsa, pompa mesin, genset, sementara, mitra petambak yakni pengusaha diharuskan menyediakan pendanaan, benih dan ketersediaan pakan.

"Yang membedakan dengan revitalisasi tambak pada tahun lalu, kali ini kita mendapat dukungan aktif dari perbankan di antaranya Bank BNI, BRI , BTN dan BPD," katanya.

Bila revitalisasi tambak itu benar-benar dapat terealisasikan dan dukungan perbankan semakin nyata meningkat, maka kemenangan dalam perang dagang di AS tak mustahil dapat berlanjut untuk mengembalikan kejayaan udang Indonesia di tingkat global seperti pada masa dekade 1980an.