Kunming (ANTARA) - Ronald Hartono, mahasiswa S2 berusia 30 tahun asal Makassar, telah menempuh perkuliahan di Jurusan Kedokteran Sosial dan Manajemen Kesehatan, Universitas Kedokteran Kunming di China selama empat tahun.

Dalam sebuah wawancara dengan Xinhua baru-baru ini, Ronald mengisahkan pengalamannya berkuliah dan tinggal di Kota Kunming, Provinsi Yunnan, China barat daya, dan menyampaikan harapan agar nantinya dapat menerapkan pengetahuannya di Indonesia.

Ronald mengambil jurusan Kedoteran Gigi pada saat S1. Menurutnya, berpindah jurusan merupakan hal yang cukup menantang, apalagi harus belajar dalam bahasa Mandarin. Berkat ketekunannya dan bantuan yang tulus dari dosen dan teman sekelasnya dari China, Ronald mencapai kemajuan signifikan dalam perkuliahannya.

Ronald kini sudah mampu meninjau pustaka dan data dalam bahasa Mandarin, sebelumnya dia hanya mampu berbicara dalam bahasa Mandarin dengan beberapa kata dasar saat baru saja tiba di China.

Beruntung, dia mendapat beasiswa dari pemerintah China untuk belajar bahasa Mandarin di Universitas Shandong selama satu tahun sebagai persiapan dan akhirnya dia menguasai bahasa itu dengan cukup baik bahkan lulus ujian HSK Level-4.

"Saya harus menggunakan beberapa jenis perangkat lunak analisis data seperti SPSS, SAS, yang sama sekali belum pernah saya kenal sebelumnya dan cukup rumit bagi saya. Namun, kini saya sudah menguasai penggunaan perangkat itu bahkan bisa mengajarkannya kepada teman-teman lain," katanya.

Hal-hal lainnya, menurut Ronald, juga memberi kesan tak terlupakan, salah satunya adalah fasilitas kesehatan pedesaan di China yang memiliki sarana dan sumber daya kedokteran yang memadai, bahkan di tempat-tempat terpencil.

Dia masih ingat pengalamannya saat mengunjungi sebuah klinik desa yang terletak di wilayah Longling, Kota Baoshan di Yunnan, bersama dengan teman-temannya yang berasal dari Bangladesh, Pakistan, Afganistan, Thailand, Kamboja dan Laos.
Ronald Hartono, mahasiswa Universitas Kedokteran Kunming asal Indonesia. (Xinhua)


"Meskipun lokasinya sangat jauh dari pusat kota, sumber daya kesehatannya memang cukup memadai, dan dilengkapi berbagai fasilitas canggih. Itu sangat mengesankan!" ujarnya.

Dia mempelajari fasilitas, tenaga kerja dan pengoperasian kesehatan di klinik tersebut, karena banyak hal yang patut diteladani oleh Indonesia, kata Ronald.

Dia mengatakan, "semoga saya mampu membangun klinik-klinik masyarakat sebaik ini di Indonesia."

Ronald telah mengajukan aplikasi perkuliahan S3 di tiga universitas di China. Harapannya, bisa lebih memperdalam penelitian di bidang kesehatan umum di China.

Ada banyak mahasiswa yang memiliki pengalaman serupa dengan Ronald di kampusnya.

Menurut Guo Haiyun, Kepala Kantor Kerja sama dan Pertukaran Internasional di Universitas Kedokteran Kunming, pihaknya sudah menerima lebih dari 4.000 orang mahasiswa asing sejak 1998 setelah mendapat persetujuan untuk menerima mahasiswa asing. Banyak alumni unggulannya saat ini berkontribusi dalam bidang kesehatan di negara asal mereka.

"Kini ada 500 lebih mahasiswa asing di universitas kami, dan 93 persen dari mereka mengambil jurusan kedokteran klinis dan universitas kami merupakan salah satu yang terdepan di China dalam mendidik mahasiswa asing di jurusan kedokteran," kata Guo.

Dia menyatakan bahwa pihaknya sudah menjalin kerja sama erat dengan Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan Universitas Gajah Mada dalam rangka memperdalam pertukaran di bidang pendidikan ilmu kesehatan, penelitian ilmiah dan layanan kesehatan serta kepemudaan.