CEO Indodax nilai aturan pajak kripto perlu ditinjau ulang
5 Januari 2024 19:58 WIB
Pelaku bisnis Kripto, Nanda Rizal memantau grafik perkembangan nilai aset kripto, Bitcoin di Malang, Jawa Timur, Sabtu (12/3/2022). ANTARA FOTO/Ari Bowo Sucipto/rwa.
Jakarta (ANTARA) - CEO Indodax Oscar Darmawan menilai aturan mengenai pajak kripto perlu ditinjau ulang guna memaksimalkan pertumbuhan industri kripto di Indonesia.
“Indonesia membutuhkan sebuah trigger atau pemicu untuk merangsang pertumbuhan industri kripto di Indonesia. Salah satu cara yang paling efektif adalah dengan melakukan peninjauan kembali besaran nominal pajak kripto di Indonesia,” kata Oscar di Jakarta, Jumat.
Dia menjelaskan saat ini terdapat berbagai jenis pajak aset kripto yang dikenakan di Indonesia, yaitu pajak penghasilan (PPh) sebesar 0,10 persen, PPN sebesar 0,11 persen, dan tambahan 0,02 persen untuk biaya bursa, deposito, dan kliring.
Selain itu, jika bertransaksi menggunakan stablecoin seperti USDT, akan dikenakan penggandaan pajak.
Banyaknya jenis pajak yang dikenakan, lanjut dia, membuat jumlah total pajak yang harus dibayarkan oleh investor menjadi mahal dan berpotensi dapat mematikan industri kripto di Indonesia.
Oleh sebab itu, CEO perusahaan jual beli aset kripto itu menilai kebijakan yang ada saat ini memberikan beban finansial yang sangat berat bagi para investor kripto. Total jumlah pajak yang harus disetorkan setiap bulan bahkan melebihi pendapatan pelaku industri.
“Apalagi jika dibandingkan dengan pajak di industri saham, nominal pajak di industri kripto saat ini tidak seimbang. Pajak saham totalnya hanya 0,1 persen. Maka dari itu, lebih baik jika para investor di Indonesia dibebaskan dari besaran PPN, seperti di industri saham,” ujar dia.
Oscar juga menjelaskan exchange asing yang beroperasi di Indonesia saat ini seharusnya bisa dikenakan pajak triliunan rupiah, tapi tidak pernah ditagih oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Sementara industri kripto domestik perlu membayar pajak sesuai dengan ketentuan perpajakan yang sekarang.
Menurut dia, hal itu menciptakan ketidakadilan bagi industri kripto dan memicu terjadinya capital outflow dari industri kripto Indonesia.
Padahal, tahun ini banyak momentum penting bagi industri kripto, salah satunya halving day bitcoin.
Secara historis, momentum tersebut dapat mendorong pertumbuhan aset kripto di dunia, tak terkecuali di Indonesia. Hal itu disebabkan harga harga bitcoin dan aset kripto lainnya selalu mengalami kenaikan signifikan pada momentum halving day. Maka dari itu, banyak orang yang tertarik berinvestasi pada aset kripto sehingga kinerja industri kripto turut terdongkrak.
“Saya berharap adanya peraturan pajak ini tidak menjadi penghambat untuk mendorong pertumbuhan industri kripto di Indonesia,” kata dia.
Baca juga: Indodax luncurkan fitur laporan dukung aturan pajak kripto Tanah Air
Baca juga: Sri Mulyani ungkap penerimaan pajak kripto capai Rp231,75 miliar
Baca juga: Aspakrindo sinergikan pelaku usaha, genjot penerimaan pajak kripto
“Indonesia membutuhkan sebuah trigger atau pemicu untuk merangsang pertumbuhan industri kripto di Indonesia. Salah satu cara yang paling efektif adalah dengan melakukan peninjauan kembali besaran nominal pajak kripto di Indonesia,” kata Oscar di Jakarta, Jumat.
Dia menjelaskan saat ini terdapat berbagai jenis pajak aset kripto yang dikenakan di Indonesia, yaitu pajak penghasilan (PPh) sebesar 0,10 persen, PPN sebesar 0,11 persen, dan tambahan 0,02 persen untuk biaya bursa, deposito, dan kliring.
Selain itu, jika bertransaksi menggunakan stablecoin seperti USDT, akan dikenakan penggandaan pajak.
Banyaknya jenis pajak yang dikenakan, lanjut dia, membuat jumlah total pajak yang harus dibayarkan oleh investor menjadi mahal dan berpotensi dapat mematikan industri kripto di Indonesia.
Oleh sebab itu, CEO perusahaan jual beli aset kripto itu menilai kebijakan yang ada saat ini memberikan beban finansial yang sangat berat bagi para investor kripto. Total jumlah pajak yang harus disetorkan setiap bulan bahkan melebihi pendapatan pelaku industri.
“Apalagi jika dibandingkan dengan pajak di industri saham, nominal pajak di industri kripto saat ini tidak seimbang. Pajak saham totalnya hanya 0,1 persen. Maka dari itu, lebih baik jika para investor di Indonesia dibebaskan dari besaran PPN, seperti di industri saham,” ujar dia.
Oscar juga menjelaskan exchange asing yang beroperasi di Indonesia saat ini seharusnya bisa dikenakan pajak triliunan rupiah, tapi tidak pernah ditagih oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Sementara industri kripto domestik perlu membayar pajak sesuai dengan ketentuan perpajakan yang sekarang.
Menurut dia, hal itu menciptakan ketidakadilan bagi industri kripto dan memicu terjadinya capital outflow dari industri kripto Indonesia.
Padahal, tahun ini banyak momentum penting bagi industri kripto, salah satunya halving day bitcoin.
Secara historis, momentum tersebut dapat mendorong pertumbuhan aset kripto di dunia, tak terkecuali di Indonesia. Hal itu disebabkan harga harga bitcoin dan aset kripto lainnya selalu mengalami kenaikan signifikan pada momentum halving day. Maka dari itu, banyak orang yang tertarik berinvestasi pada aset kripto sehingga kinerja industri kripto turut terdongkrak.
“Saya berharap adanya peraturan pajak ini tidak menjadi penghambat untuk mendorong pertumbuhan industri kripto di Indonesia,” kata dia.
Baca juga: Indodax luncurkan fitur laporan dukung aturan pajak kripto Tanah Air
Baca juga: Sri Mulyani ungkap penerimaan pajak kripto capai Rp231,75 miliar
Baca juga: Aspakrindo sinergikan pelaku usaha, genjot penerimaan pajak kripto
Pewarta: Imamatul Silfia
Editor: Ahmad Buchori
Copyright © ANTARA 2024
Tags: